post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 27 Juni 2017

Nyawa Hidupku (Part 8)

"Datang Bersama"

Irwan Budianto menghembuskan nafas berat tertahan. Hujan sudah berhenti sejak tengah malam dan pencarian tak kunjun dilanjutkan, alasannya gelap. Lantas bagaimana dengan sahabat dan orang yang baru disukainya? Apakah berada di dalam lingkaran yang penuh dengan cahaya terang benderang. Deret pikiran ke sana ke mari, buruk, nyaris tak ada pikiran baik. Semoga baik-baik saja. Hanya itu.
Sudah pukul 6.30. Irwan tidak bisa tidur lagi seperti lainnya. Keluar dari tenda dan memilih pergi sendiri. Cukup. Ini lebih dari terlambat. Kalau tak ditemukan secepatnya akan buruk.

Pandangan jauh menerawang, terdengar pula langkah kaki berat dari arah kejauhan. Sedikit demi sedikit sudah mulai mendekat. Alhamdulillah. Selamat. Yang dicari-cari pun datang jua. Situasi di mana harus menyampingkan perasaannya dulu. Memeluk sang sahabat dan berterima kasih. Seandainya saja bisa menolong lebih cepat dan mencari tanpa takut gelap dan air langit, pasti tidak akan selama ini. Itu saja di pikiran pemuda berpostur tinggi itu.
Semuanya terjaga. Hhhhhh. Tersenyum, berterima kasih dan minta maaf sekaligus. Tak apa, kan sudah selamat, bukannya itu yang paling penting. Ihsan dan Fitri senyum setelahnya. Malah justru karena telah membuat khawatir.
“Tapi kenapa hal ini bisa terjadi sama kalian?” tanya Bu Helma, wajah penasaran dan tak ingin melepas tangan siswa yang baru datang itu.
Tersesat. Ya, hanya itu jawabannya. Kepulan debu di wajah keduanya lebih baik dibersihkan sekarang. Daripada mencermati keadaan kemarin yang sudah jelas-jelas bahaya. Oh.... di sudut, Sakinah mendengus legah. Kejahatannya tak dipermasalahkan. Padahal Tina dan Ramlah sempat gemetaran. Permsalahannya sekarang adalah saiber semakin dekat dengan yang dicinta.
Dan, bagaimana dengan Ihsan? Apa benar sudah tahu bahwa dibalik semua ini adalah ulah mereka.
Bagaimana ini? Dia pasti membenciku? Tidak akan mau lagi dekat-dekat denganku, dengan cewek yang hatinya busuk dan jahat. Oh, dunia akan runtuh , sama saja tak bisa menghirup oksigen.
Bisa membayangkan amukan keras dan lantangnya suara Ihsan ketika mengetahui kebenarannya. Tidak. Tidak ada tanda-tanda tentang hal itu. Ya, jelas sekali. Bahkan tidak mempermasalahkannya ketika Bu Helma mencoba menanyakan.
“Tenang aja Sakinah, kita tidak akan ketahuan koq.”
“Tapi aku takut.”
“Kalau kamu takut begitu, justru akan membuat teman-teman curiga.”
Tina menjelaskan, “Kita bersikap santai dan tidak terjadi apa-apa saja, seperti biasanya. Lebih baik sekarang, kamu dekati Ihsan, mungkin dia ada luka dan kamu harus memanfaatkan kesempatan itu.”
Gadis berwajah bulat itu mengernyit.
“Maksud kamu Tin?”
“Maksudnya, kamy bisa memanfaatkan kesempatan untuk dekat dengannya, ya supaya dapat simpatinya,” Ramlah menambahkan.
Tersenyum dan mengangguk bahagia. “Benar kata kalian.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar