Dekat,
hanya saja kenapa begitu sangat jauh terasa? Lantas kenapa terus
terbayang-bayang kenangan kemarin?
Di ujung senja,
mengundang maghrib menggema saat itu, ditemani gerai hujan terdengar pelan
adzannya yang merdu. Oh, aku ingin mendengar kembali suara itu. Nyatanya tidak
mungkin. Dia hanya membenciku sekarang.
Dan, ketika berjamaah
sholat waktu itu. Terasa begitu khusuk, sejenak saja ketakutan di hutan
belantara dan tersesat hilang sesaat. Masih teringat nadanya lembut “Tenang
aja, kita pasti bisa dapat jalan keluar. Kita punya Allah yang akan menolong
kita. Pagi-pagi kita akan langsung mencari jejak yang hilang. Jangan takut lagi
ya.” Hah.... nyaris tak pernah terlupa.
“He,
ya mikirin apa?” Lia mencoba mengagetkan.
“Fit....
Fit... Kamu dengar gak sih apa yang aku bilang?” sekali lagi hanya saja tetap
tak ada respon.
“FITRI..............”
suara yang bernada tinggi.
Astagfirullah al-adzim.
Mata gadis berhijab itu tidak lagi melihat seorang
pemuda yang dirinduinya dari jauh.
“Oh,
Lia..... maaf-maaf.”
Sadar,
apa yang membuatnya sahabatnya berjalan sambil melamun. Kasihan kamu Fit, berjauhan dengan Ka Ihsan, padahal sebelumnya
sepasang sejoli yang tak akan pernah terpisahkan. Sebenarnya ada apa dengan
kalian? Berjauhan tapi saling memperhatikan.
Ya,
sahabatnya tahu apa yang dirasakan Fitri sekarang, pun sama dengan Ihsan karena
kemarin setelah pemnbullyan genk Sakinah itu pemuda beralis tebal itu bertanya
penasaran keadaan Fitri.
“Fitri
gak apa-apa kan? Aku harap dia baik-baik saja,” terdengar sangat khawatir.
“Dia
baik-baik aja koq. Gak usah khawatir kak.”
“Ia,
aku percaya sama kamu dan Ulfa. Tapi tolong ya jangan kasih tahu siapapun kalau
aku tanyakan keadaan Fitri sama kamu, apalagi kalau sampai memberitahunya,”
kemudian berlalu.
Sebenarnya
ingin bertanya, kenapa nampak membenci padahal diam-diam memperhatikan dan
peduli. Namun dia terlalu cepat pergi.
Aku harus melakukan
sesuatu, pekik Lia dalam batin.
“Fitri,
aku cari Ulfa dulu ya! Kamu tunggu aja di kelas, nanti kami menyusul,” kemudian
beranjak terburu-buru.
***
“Lantas
apa yang harus kita lakukan? Aku tidak tahu,” Ulfa berpikir mencari jalan
keluar mempersatukan kembali Fitri dan Ihsan.
“Ia,
makanya kita berpikir dulu sekarang. Kita pasti dapat ide,” Lia berusaha
menyemangati.”
Berselang
lima menit. “Aku dapat,” tersenyum kemudian berbisik pelan.
Untung
ada Yudha juga membantu sehingga mereka berhasil. Menguncikan Ihsan dan Fitri
di perpustakaan kampus yang sebelumya sudah ditata indah dengan balon-balon.
Penjaga perpus pun setuju, apalagi tahu Ihsan dan Fitri dulunya sering berduaan
belajar di antara rak-rak buku itu.
“Apa
yang harus kita lakukan? Aku tidak mau terkunci sampai besok di sini,” gadis
berhijab itu ketakutan, belum sadar kalau Ihsan juga ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar