post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Senin, 30 Oktober 2017

Antara Impian dan Cinta



(Cinta dan keegoisan membuat lemah tak berdaya, yang akhirnya pisah menjadi jalan mengejar mimpi yang sudah lama tertunda)

“Seandainya waktu bisa diulang.”
Keluh Lian, dalam batin merutuki diri.
“ Lian, ada apa?”

Pertanyaan Benny, suaminya menambahkan kejenuhan yang lalu dikemasnya dengan wajah cemberut. Dua bulan telah menikah dengannya dan menyia-nyiakan waktu muda hanya untuk cinta ternyata bukanlah kebahagiaan yang abadi. Manisnya hanya datang di awal dan sekarang semuanya hambar.
Benny mengenal istrinya dengan baik, sebagaimana dia bisa tahu hanya dengan memandang roman wajah Berlian. Jika istrinya lagi-lagi menyalahkannya.
Dan suasana ganjil sekarang.
Mendadak seperti tak terima kata-kata yang dipenuhi dengan amarah menguap begitu saja, mengungkap kekesalan yang sudah lama tertahan.
Namun, tidak ada cara yang lebih baik selain mendiamkannya, Benny tahu memang ini semua salahnya.
“Seandainya saja aku tidak termakan gombalan manismu dulu, aku pasti bisa merasakan indahnya kisah putih abu-abu.”
Lelaki itu menundukkan wajah dengan kemuaraman. Membentuk rasa bersalah yang menjemukkan.
“Maafkan aku Lian, aku tahu ini salahku.”
Gadis di depan bersuara lantang. Dia semakin menyalahkan suaminya. Sosok Berlian memang termasuk keras kepala. Terkenal ketika direnggut kemarahan akan membutuhkan waktu lama untuk meredamkannya.
Dulu, Benny sempat bertanya-tanya kenapa dirinya begitu sangat mencintai Berlian, teman SMP yang terkenal sombong. Itulah cinta, tidak bisa ditebak dan menuntunnya ke jalannya sendiri.
“Aku mau pulang aja ke rumah Ibuku, aku bosan di sini lihat muka kamu terus.”
Apakah Berlian berniat mau meninggalkanku.
Batin Benny punya fiarasat buruk.
Dari info teman-teman sepertinya – tentu saja mereka yang menikah muda – seorang istri yang pulang ke rumah orang tuanya sudah pasti mengaduh, dan bagaimana juga memintanya untuk bercerai?
Pikirannya berkecamuk.
***
Awalnya, Berlian juga tak ingin berlakon buruk terhadap suaminya. Lagi pula mereka atas kemauan bersama. Bahkan saat kedua orang tuanya meminta berpikir jernih sebelum mengambil keputusan itu, tak ada kepedulian dan mengikuti nafsu yang ada di hatinya. Segera ingin bersatu dengan Benny dalam bahtera rumah tangga.
Perubahan baru terjadi sejak setiap pagi ketika membuka jendela kamar kebetulan melihat sekelompok anak-anak berseragam berjalan bersama. Sosok kekerasan hatinya yang meminta menikah dulu perlahan meleleh, seakan membuat dirinya jenuh dan ingin kembali sekali melanjutkan sekolah.
Berlian bicara pada ibunya dengan hati, curahan demi curahan, keiginannya yang ingin bersekolah lagi.
MENYESAL, dilontarkannya. Meskipun, ibunya lalu terheran-heran setelah sebelum itu terjadi. Andai saja dia mau mendengarnya, pasti dia tidak akan menyesal seperti sekarang.
Keinginannya makin menjadi saat dia terus merengek – sangat terlihat kekanak-kanakkan– lalu seperti anak kecil, dia terus memohon hingga ibunya memberi pilihan yang berat, bercerai dengan Benny.
Sangat serius, ibunya telah memberikannya jalan. Berlian mulai merasakan kehilangan konsentrasi pikiran yang dihadapkan di antara dua pilihan yang sulit.
“Benarkah hanya itu jalannya bu?”
“Ya...”
Keheningan pecah.
“Hanya itu caranya. Setelah kamu bercerai, ibu akan membawamu ke kampungnya nenek, menyolahkanmu di sana dan di sana juga kamu tidak akan ketahuan bahwa kamu itu pernah menikah.”
Wajah mungil Berlian penuh kebimbangan.
“Lakukanlah Lian, aku ikhlas dan rela melepasmu. Asalkan kamu bisa bahagia.”
Berlian dan ibunya shock. Tiba-tiba Benny menyambung pembicaraan yang muncul di ruang tamu.
“Tapi Mas...”
Setengah mencoba menepis pernyataan istrinya. Benny cepat-cepat bertutur sambil duduk.
“Mungkin inilah yang terbaik bagi kita, berpisah.... lagian setelah kita bercerai aku juga ingin kembali sekolah.”
Mata Benny dan Berlian dipenuhi rasa iba, hingga meneteskan air mata.
“Maafkan aku jika selama ini belum bisa menjadi sosok pendamping yang baik untukmu.”
Dan, ucapan Benny meluncur lembut. Baginya hanya itu yang bisa diucapkan sebelum berpisah. Sebab dia tahu mungkin itulah yang menyebabkan semua ini bisa terjadi.
“Aku akan mengurusi semua perceraian kita. Selamat berpisah dan mulai sekarang kita bukan suami istri lagi.”
Nada bicara Benny berisak tertahan, kelihatan mengalami tekanan.
Menempuh kembali sekolah dan mengejar impian.
“Jaga dirimu, semoga kamu bisa mengejar impianmu menjadi seorang dosen biologi.”
Lelaki itu tergesa-gesa berdiri dan pergi. Terlihat Ibu Berlian hanya menenangkan anaknya yang tak berhenti menangis, bahkan setelah Benny sudah pergi.
***
Akhirnya, Benny dan Berlian kembali bersekolah di tempat yang berbeda. Namun, hati di ruang rindu yang sama.


Pict source: http://ukhtifah.abatasa.co.id




Tidak ada komentar:

Posting Komentar