(Perempuan, akan kulakon janjiku
sebagai lukisan kegagahanku)
Oh,
apakah aku akan menyatakan isi hatiku padanya?
Sejak
pertama kali aku melihat Rina di acara pernikahan sepupuku, parasnya yang
cantik dengan gaun putih menambah keanggungannya jadi mendebarkan setiap
denyutan nadi.
“Ya
elah Ryan, tembak aja keles kalau kamu suka.”
Dan
peryataan temanku meluncur begitu saja.
“Cinta
butuh waktu keles, mana mungkin dia langsung menerima aku.”
Nada
bicaraku membantah Galih, yang bisa membaca gerak-gerikku selalu memperhatikan
Rina secara diam-diam. Sebab dia bukan hanya sebagai sepupu tetapi juga sahabat
karib.
“Terus
kamu mau mendam perasaanmu, hati-hati ya dia bakal diambil orang lain.”
Galih
menghujaniku dengan kalimat-kalimat yang menakutkan. Sadis menurut batinku yang
berkecamuk.
“Astagfirullah,
koq ngomong gitu sih, gak baik kamu jadi sepupu sekaligus teman.”
Oh,
apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau yang diomongkan Galih itu benar
akan terjadi?
Sebuah
kata cinta yang sulit terungkap.
Diam,
hanya tiupan angin dan gelap malam menjadi saksi sepasang mata terus memandangi
gadis belahan jiwa dari kejauhan.
***
Perubahan
baru terjadi, saat Ryan sudah tidak bisa lagi terlalu lama lusuh dalam
perasaan. Dia mencoba memberanikan diri, bahkan bisa berteman akrab dengan
Rina. Seorang kawannya, Galih hanya memberinya dua jempol tangan, lalu
tersenyum karena dia berhasil mengalahkan rasa malu dan mindernya.
Tak
hanya ingin menjadi teman akrab saja, melainkan juga Ryan mau supaya dia bisa
memiliki gadis itu.
Seharusnya
kukatakan ini sejak awal tentang perasaanku yang sesungguhnya mencintai dirimu.
Sejak pertama kita berjumpa saat itu pula aku jatuh cinta padamu, cinta pada
pandangan pertama.
“Maksud
kamu, kamu suka sama aku?”
Tidak
seperti yang dibayangkan. Kalimat pertanyaan yang barusan dilontarkan dari
mulut manis Rina diikuti dengan sesungging semburat pipi menjelma tawa. Tidak
merespon dengan baik. Rina bahkan menganggap apa yang barusan aku ucapkan
adalah sebuah permainan.
“Benar
Rina, aku benar-benar sayang sama kamu. Aku ingin kamu jadi milikku, maukah
kamu jadi pacarku?”
Tak
gentar ditertawakan, Ryan maju, walaupun Rina masih tetap menganggapnya hanya
sebuah permainan.
“Rina,
apa yang harus aku lakukan supaya kamu percaya sama aku?”
“Ryan,
ok, kalau memang kamu mau buktikan kepadaku. Sekarang kamu berteriak bahwa kamu
cinta sama aku, sekarang juga,”
Kesabaran
lelaki itu menipis. Langsung berteriak sekencang-kencangnya. Dan, Rina
menerimanya.
***
“Yank,
udah dua minggu kita pacaran dan selama itu pula kita selalu menghabiskan waktu
bersama. Kalau seandainya kita pisah, kamu bakal ikhlas atau tidak?”
Ryan
bergeming.
Pembicaraan
Rina kenapa tiba-tiba aneh yang tak bisa dimengerti. Di mata Ryan, kalaupun itu
akan terjadi dia tidak akan pernah mau, bahkan dia ingin ikut kemana pun Rina
pergi.
“Kamu
tidak boleh begitu Yank, kamu harus tetap bisa berjuang mencapai mimpimu,
meskipun tanpa aku di sampingmu. Pokoknya kamu harus janji sama aku, kalau kita
berpisah, kamu harus tetap hidup dengan baik. Kan kamu mau jadi Insinyur dan
seorang dosen.”
Ryan
menjaga jarak dari Rina, dan ia tidak mengerti apa yang sebenarnya dimaksudnya.
Namun, dalam hati mengiyakan. Sebab cintanya terlalu besar untuknya yang tidak
akan pernah ia duakan, cinta sejatinya.
***
Ryan
menangis tersedu-sedu. Ini maksud perkataan Rina kemarin, bahkan tidak pernah
terpikirkan, ternyata gadis pemilik hatinya itu sudah memiliki firasat tentang
dia yang akan dipanggil Tuhan secepat ini, Rina korban tabrak lari di depan
sekolah dan menyebabkannya menutup mata.
Rasanya
semua jadi gelap gulita. Tak bisa ia tahan butir air mata kesedihannya.
“Aku
janji Rina, aku janji aku akan jadi apa yang seperti kamu mau, akan tetap
mengejar cita-citaku.”
Dan,
inilah akhir kisah cinta Ryan dan Rina.
Pict source: qimta.deviantart.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar