post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Senin, 30 Oktober 2017

Cinta Terpisahkan oleh Maut



(Perempuan, akan kulakon janjiku sebagai lukisan kegagahanku)
 
Oh, apakah aku akan menyatakan isi hatiku padanya?
Sejak pertama kali aku melihat Rina di acara pernikahan sepupuku, parasnya yang cantik dengan gaun putih menambah keanggungannya jadi mendebarkan setiap denyutan nadi.

“Ya elah Ryan, tembak aja keles kalau kamu suka.”
Dan peryataan temanku meluncur begitu saja.
“Cinta butuh waktu keles, mana mungkin dia langsung menerima aku.”
Nada bicaraku membantah Galih, yang bisa membaca gerak-gerikku selalu memperhatikan Rina secara diam-diam. Sebab dia bukan hanya sebagai sepupu tetapi juga sahabat karib.
“Terus kamu mau mendam perasaanmu, hati-hati ya dia bakal diambil orang lain.”
Galih menghujaniku dengan kalimat-kalimat yang menakutkan. Sadis menurut batinku yang berkecamuk.
“Astagfirullah, koq ngomong gitu sih, gak baik kamu jadi sepupu sekaligus teman.”
Oh, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau yang diomongkan Galih itu benar akan terjadi?
Sebuah kata cinta yang sulit terungkap.
Diam, hanya tiupan angin dan gelap malam menjadi saksi sepasang mata terus memandangi gadis belahan jiwa dari kejauhan.
***
Perubahan baru terjadi, saat Ryan sudah tidak bisa lagi terlalu lama lusuh dalam perasaan. Dia mencoba memberanikan diri, bahkan bisa berteman akrab dengan Rina. Seorang kawannya, Galih hanya memberinya dua jempol tangan, lalu tersenyum karena dia berhasil mengalahkan rasa malu dan mindernya.
Tak hanya ingin menjadi teman akrab saja, melainkan juga Ryan mau supaya dia bisa memiliki gadis itu.
Seharusnya kukatakan ini sejak awal tentang perasaanku yang sesungguhnya mencintai dirimu. Sejak pertama kita berjumpa saat itu pula aku jatuh cinta padamu, cinta pada pandangan pertama.
“Maksud kamu, kamu suka sama aku?”
Tidak seperti yang dibayangkan. Kalimat pertanyaan yang barusan dilontarkan dari mulut manis Rina diikuti dengan sesungging semburat pipi menjelma tawa. Tidak merespon dengan baik. Rina bahkan menganggap apa yang barusan aku ucapkan adalah sebuah permainan.
“Benar Rina, aku benar-benar sayang sama kamu. Aku ingin kamu jadi milikku, maukah kamu jadi pacarku?”
Tak gentar ditertawakan, Ryan maju, walaupun Rina masih tetap menganggapnya hanya sebuah permainan.
“Rina, apa yang harus aku lakukan supaya kamu percaya sama aku?”
“Ryan, ok, kalau memang kamu mau buktikan kepadaku. Sekarang kamu berteriak bahwa kamu cinta sama aku, sekarang juga,”
Kesabaran lelaki itu menipis. Langsung berteriak sekencang-kencangnya. Dan, Rina menerimanya.
***
“Yank, udah dua minggu kita pacaran dan selama itu pula kita selalu menghabiskan waktu bersama. Kalau seandainya kita pisah, kamu bakal ikhlas atau tidak?”
Ryan bergeming.
Pembicaraan Rina kenapa tiba-tiba aneh yang tak bisa dimengerti. Di mata Ryan, kalaupun itu akan terjadi dia tidak akan pernah mau, bahkan dia ingin ikut kemana pun Rina pergi.
“Kamu tidak boleh begitu Yank, kamu harus tetap bisa berjuang mencapai mimpimu, meskipun tanpa aku di sampingmu. Pokoknya kamu harus janji sama aku, kalau kita berpisah, kamu harus tetap hidup dengan baik. Kan kamu mau jadi Insinyur dan seorang dosen.”
Ryan menjaga jarak dari Rina, dan ia tidak mengerti apa yang sebenarnya dimaksudnya. Namun, dalam hati mengiyakan. Sebab cintanya terlalu besar untuknya yang tidak akan pernah ia duakan, cinta sejatinya.
***
Ryan menangis tersedu-sedu. Ini maksud perkataan Rina kemarin, bahkan tidak pernah terpikirkan, ternyata gadis pemilik hatinya itu sudah memiliki firasat tentang dia yang akan dipanggil Tuhan secepat ini, Rina korban tabrak lari di depan sekolah dan menyebabkannya menutup mata.
Rasanya semua jadi gelap gulita. Tak bisa ia tahan butir air mata kesedihannya.
“Aku janji Rina, aku janji aku akan jadi apa yang seperti kamu mau, akan tetap mengejar cita-citaku.”
Dan, inilah akhir kisah cinta Ryan dan Rina.



Pict source: qimta.deviantart.com








Tidak ada komentar:

Posting Komentar