BARAH
“Jangan tanyakan air mata, seperti
kering membasahi pipi. Selamanya mungkin berarus di lautan benalu”

Badan besar persis dengan amarahnya, hanya saja dari hati yang terdalam sama sekali tak membencinya, dia yang menemukannya dulu saat masih, ketika kedua orang tuanya membuangnya begitu saja. Pun tak pernah sama sekali membencinya, meski tiap hari harus seperti pembantu rumah tangga sebelum dan setelah datang sekolah. Mulai dari bersih-bersih, memasak sampai mencucikan baju-baju kotornya. Alhamdulillah, dia tentu masih baik karena memberi makan meskipun hanya sisa dan berjanji jika besar nanti akan mengabulkan apapun permohonannya, termasuk membeli rumah mewah dan mengurusi semua keperluannya.
Ya, bagi Kirana masih ada
kesyukuran, sekalipun dalam kesulitan. Bukan hanya di rumah kerap disiksa oleh
tante Nini kala emosinya memuncak karena diomongin tetangga-tetangga, ataupun
pembulian di sekolah. Harus diakui, kehidupan dari kecil sampai sekarang Kirana
selalu saja menderaikan kepiluan. Mengeluh? Sudah tentu pernah, hanya manusia
biasa. Tuhan akan memberikan jalan bagi
yang berusaha memperbaiki jalannya. Hidup adalah sebuah roda kehidupan, tentang
perubahan malam menjadi siang dan malam, bersama kehidupannya percaya akan
berganti dengan baiduri.
***
“Dasar barah kamseupay, lelet
banget sih jalanny. Ayo cepat, keburu ibu masuk,” Rini menarik tangan Kirana ke
kelas, untuk menggantinya piket menyapu.
Rini adalah gadis paling kaya di
sekolah, semua takut padanya selain Ferdi, pemuda yang diakui Kirana memang
sempat membuatnya terpana dengan kebesaran Allah. Hanya saja......
“Kamu mau apain lagi si cemon ini?
Apa dia bikin masalah lagi?” Ferdi datang dan langsung merangkul Rini.
Astagfirullah.
Kirana
hanya membekam dalam batin. Seenaknya mereka menyentuhkan kulit dengan kulit,
padahal Allah sangat membencinya.
“Ini nih, kusuruh cewek rese ini
buat gantiin aku menyapu di kelas. Masa cewek cantik seperti aku mengerkan
tugas pembantu, sesekolahan nanti bilang apa,” jawab Rini sambil tersenyum.
Ferdi hanya menanggapi dengan
mengangkat alis. Mereka benar-benar sehati, bahkan dalam hal membuly
siswa-siswa lemah.
Pernah terdengar, ada beberapa
siswa yang dibully oleh mereka sempat melawan dan berakhir dengan kemalangan,
bagaimana tidak siswa itu malah dikeluarkan dari sekolah. Sungguh membuktikan
kekuasaan di waktu ini memegang kendali.
“Ayo cepat, lakukan tugasmu!”
Rini kembali menyeret Kirana sampai
membuatnya terluntai di lantai. Seperti menganggapnya barah. Tak perduli roknya
yang robek dan berwarna merah, karena luka dilututnya.
Allah.
Menangis.
“Ayo cepat, malah diam di lantai,
kamu mau aku panggil teman-teman kelas buat tepungin kamu lagi?” bentak Rini.
Ya, kemarin kebetulan ulang tahun
Rini dan Ferdi menghadiakan penyiksaan Kirana digudang sekolah, dilempari
telur, tepung, air dingin yang berwarna tercium seperti fanta bersama riuh tawa
kemenangan.
“Mungkin dia mau lagi dibully
seperti kemarin,” Ferdi selalu mendukungnya, tak pernah merasa bersalah.
Kirana buru-buru bangkit. Masa
bodoh dengan lukanya, sebelum ada luka lain.
Ukuran kelas yang kira-kira 12x15
dibersihkannya sendiri, bermula dengan mendorong merapikan kursi, kemudian
menyapu semua bagian lantainya bersama isakan tertahan. Jangan turun, jangan hujan, jangan membuat mereka tahu kalau ada ketakutan.
Ya, sebisa mungkin dia belajar menahan air mata, agar tak terlihat lemah.
Hah......
Bersambung........
Pict Source: https://www.google.com/search?q=gambar+wanita+berhijab+kartun&client\
Tidak ada komentar:
Posting Komentar