post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Senin, 23 Oktober 2017

BUKU DIARY PEMBAWA CINTA (Arjun adalah bulan, Aryani adalah bintang dan cinta adalah langitnya)



Yang dilakukannya setiap hari, gadis satu-satunya berjibab di dalam kelas, secara rutin menulis setiap apa yang dilakukannya di dalam sebuah buku. Sejauh ini belum pernah menulis tentang seseorang yang bisa mengikat hatinya. Hingga Arjun, teman satu kelasnya yang tebaran pesonanya mampu meluluhkan hati yang selama ini beku dengan kesendirian.
Namun, Arjun bukanlah pria yang peramah. Dari tampangnya sangat jelas sosok yang dingin. Sebagai wanita, melihat penampilannya yang bak rupawan memang bisa memikat, telah lama ia rindukan sosok yang bisa menghadirkan bunga di hatinya. Gadis itu memiliki perasaan yang menyiksa dan memintanya untuk segera dinyatakan.

Kalaupun ditolak, hanya karena Aryani mungkin bukanlah cewek idealnya dan diinginkannya, itu sudah menjadi resiko. Berharap Arjun bisa mengetahuinya, dengan begitu ia tidak akan sesak lagi.
Aku menyukaimu Arjun, maukah kamu menerima cintaku?
Memandang penuh dengan tanda tanya yang sangat jelas teraut di wajahnya. Roman diiringi dengan sedikit tertawa, bahkan sebelum dia bisa menjawab pertanyaan Aryani. Seorang kawan tiba-tiba memanggil Arjun saat dia masih menatap cibir, lalu pergi menuju temannya yang menurutnya lebih penting dari pengakuan cinta itu.
Tak hanya terluka, melainkan juga berdarah tidak seperti yang dibayangkan. Namun, biar bagaimanapun seharusnya kalau ditolak apa salahnya dia mengatakannya dengan lembut. Cintanya ditolak mentah-mentah, setelah sebelumnya memang tahu diterima atau diabaikan itu memang sudah akhirnya.
Akan tertulis lagi dalam buku diary dengan hati yang terpuruk ini. Seharusnya tak kulontarkan kata cinta itu.
“Astagfirullah, apa sih aku ini. Aku tidak boleh berkeluh.”
Perlahan bisa menerima dengan sering waktu berjalan. Kalimat yang barusan terlontar itu terdengar sangat datar. Tidak kesal lagi apalagi menangis. Aryani bahkan bisa tersenyum.
“Tidak boleh bersedih lagi, tapi cinta ini, bagaimana? Insya Allah akan hilang. Percaya sama Tuhan, berusaha..... Pokoknya Aryani gadis yang kuat dan tidak lemah dengan cinta yang ditolak.”
Keadaan berbalik, sekarang Arjun yang memuja, walaupun yang dibenak Aryani perlahan rasanya sedikit memudar.
“Boleh gak kita ketemuan nanti malam? Sekalian buat kerja tugas yang dikasih pak Wahid di kelas tadi.”
Lelaki itu memohon.
Biasanya Aryani berharap bisa berbicara sedekat itu. Namun, kali ini dia tidak mau.
“Yan, kamu dengar aku gak sih? Apakah kamu mau kita ketemuan nanti malam? Cuma kali ini aja, soalnya aku belum mengerti semua yang dijelasin bapak tadi,”
Bergeming.
Pembicaraan empat mata yang tidak menemukan kesepakatan. Di mata Aryani, dia tidak boleh menunjukkan lagi rasa cinta yang masih ada sedikit, tidak boleh sama sekali. Sementara benak Arjun, Aryani bertingkah seperti tidak menyukainya lagi padahal perasaannya tahu masih ada. Selama dua minggu mendiamkan, inilah akhirnya karma berlaku baginya.
Menjaga jarak dari Arjun dan apa yang terjadi tentangnya itu, ia tuliskan lagi di buku diary yang telah menjadi sahabat sejatinya.
Bukan, sebenarnya bukan karena dia ingin balas dendam menjauh dari Arjun, hanya saja ia takut perasaannya yang ingin hilang akan kembali dan semakin besar.
Tidak pernah terlukis di cakrawala Aryani, tentang sosok pemuda telah berubah dan   gigih mendekati. Apakah mungkin dia betul jatuh cinta padanya dan berarti, apakah cintanya yang belum mendapat jawaban itu sebenarnya diterima?
Namun, tetap menjauh. Sebab seketika yang tidak ingin didengarnya terngiang di telinga, kabar Arjun ternyata dikenal sebagai cowok playboy.
Tersenyum kecut, saat Arjun menyatakan perasaan, bahkan di depan semua teman-temannya, dibenaknya memang pintar memainkan suasana dan bisa meluluhkan hati gadis yang diincarnya. Setelah mendengar pengakuan yang menurutnya alay, lebay, dan lebih terkesan seperti pura-pura, Aryani langsung pergi begitu saja.
Ternyata rasanya seperti ini. Ketika menyatakan perasaan namun tidak mendapat jawaban dan diabaikan.
“Maafin aku Yan, kemarin aku juga memperlakukanmu begini. Aku baru sadar bahwa kamu begitu terluka karenaku,”
“Jadi, mungkinkah aku harus mengakhiri cinta ini sebelum semuanya dimulai?”
Dan, beribu pertanyaan lain.
Entahlah, keputusan yang akan diambilnya.
Baru kali ini Arjun merasa ada yang bisa menerbangkannya ke lautan bunga dan kesukacitaan, perasaan rindu dan ingin bertemu, ikut bertaut, membawanya menghirup suhu sesak. Dan, bergenadengan dengan kesakitan.
Begitu sulitnya merasakan apa yang dulu dirasakan Aryani.
Menghembuskan nafas berat. Panas matahari semakin memuncak.
Laki-laki yang bertubuh menjulang itu mengajak sepupu perempuannya untuk pulang bersama. Melewati lalu lalang yang ramai. Sebuah lampu merah saat mereka tengah melintas dan tanpa sengaja, ada Aryani dibonceng juga oleh seorang cowok-teman satu kelasnya.
Memikirkan siapa yang tengah bersama Aryani? Aryani pun merasa akan sulit lagi berjalan dengan cemburu kepada orang yang tak seharusnya.
Awalnya ingin masa bodoh. Lebih baik mencoba untuk melupakan dan tidak berpikir apapun, yang hanya akan menguras pikiran dan waktu berharga.
Namun, berkecamuk yang dalam hatinya terus memintanya untuk memperjelas siapa sebenarnya mereka tiba-tiba muncul dalam kisah ini? Merutuki diri tentang andai saja keduanya bisa mengulang waktu kembali, menerima perasaan yang dulu diutarakan, tidak sampai keadaan akan separah ini sekarang.
Dalam kondisi bimbang, Arjun tidak sengaja melihat buku diary Aryani yang terjatuh. Senang tak terkira dan rasanya sangat bahagia membacanya. Ternyata, Aryani hanya pura –pura dan masih memiliki perasaan untuknya – ditemukannyaRahasia Aryani di dalam diary itu.
Mengembalikannya di perpustakaan, tempat biasanya Aryani menikmati jam istirahat dengan belajar.
Pukul 10:00 pagi menjelang siang.
Dengan pelan, Arjun meletakkan buku diary itu di samping pemiliknya yang di dalamnya diselipkan sebuah surat, memintanya untuk bertemu di kafe yang sebelumya juga ditawarkan.
Masih ada kesempatan. Gadis itu tersenyum dan datang dengan gaun indah yang juga sangat cocok kepalanya, terbalutkan jilbab berwarna merah maron.
Seperti yang dirindukan tentang kejujuran satu sama lain. Arjun menyatakan cinta sebelum dengan sangat gagah yang memberikan sebuah kejutan saat menembaknya.
Aryani, semoga kamu suka dengan ini, lilin yang mengelilingi kita, menjadi saksi pernyataan cintaku yang kedua untukmu. Aryani, maafkan aku yang dulu tidak menjawab pernyataan cintamu. Dan, aku bukanlah seorang cowok playboy yang mereka bilang. Jujur, baru kali ini aku jatuh cinta dan aku ingin jadi pacarmu, maukah kamu jadi pacarku?
Kedua mata gadis itu berkaca-kaca, sambil mengangguk dan tersenyum bahagia.
Cinta telah bersatu.
Sepertinya yang diinginkannya, dan, itu karena buku diarynya yang membawa cinta bertaut padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar