Yang
dilakukannya setiap hari, gadis satu-satunya berjibab di dalam kelas, secara
rutin menulis setiap apa yang dilakukannya di dalam sebuah buku. Sejauh ini
belum pernah menulis tentang seseorang yang bisa mengikat hatinya. Hingga
Arjun, teman satu kelasnya yang tebaran pesonanya mampu meluluhkan hati yang
selama ini beku dengan kesendirian.
Namun,
Arjun bukanlah pria yang peramah. Dari tampangnya sangat jelas sosok yang
dingin. Sebagai wanita, melihat penampilannya yang bak rupawan memang bisa
memikat, telah lama ia rindukan sosok yang bisa menghadirkan bunga di hatinya.
Gadis itu memiliki perasaan yang menyiksa dan memintanya untuk segera
dinyatakan.
Kalaupun
ditolak, hanya karena Aryani mungkin bukanlah cewek idealnya dan diinginkannya,
itu sudah menjadi resiko. Berharap Arjun bisa mengetahuinya, dengan begitu ia
tidak akan sesak lagi.
Aku menyukaimu Arjun,
maukah kamu menerima cintaku?
Memandang
penuh dengan tanda tanya yang sangat jelas teraut di wajahnya. Roman diiringi
dengan sedikit tertawa, bahkan sebelum dia bisa menjawab pertanyaan Aryani.
Seorang kawan tiba-tiba memanggil Arjun saat dia masih menatap cibir, lalu
pergi menuju temannya yang menurutnya lebih penting dari pengakuan cinta itu.
Tak
hanya terluka, melainkan juga berdarah tidak seperti yang dibayangkan. Namun,
biar bagaimanapun seharusnya kalau ditolak apa salahnya dia mengatakannya
dengan lembut. Cintanya ditolak mentah-mentah, setelah sebelumnya memang tahu
diterima atau diabaikan itu memang sudah akhirnya.
Akan
tertulis lagi dalam buku diary dengan hati yang terpuruk ini. Seharusnya tak
kulontarkan kata cinta itu.
“Astagfirullah,
apa sih aku ini. Aku tidak boleh berkeluh.”
Perlahan
bisa menerima dengan sering waktu berjalan. Kalimat yang barusan terlontar itu
terdengar sangat datar. Tidak kesal lagi apalagi menangis. Aryani bahkan bisa
tersenyum.
“Tidak
boleh bersedih lagi, tapi cinta ini, bagaimana? Insya Allah akan hilang.
Percaya sama Tuhan, berusaha..... Pokoknya Aryani gadis yang kuat dan tidak lemah
dengan cinta yang ditolak.”
Keadaan
berbalik, sekarang Arjun yang memuja, walaupun yang dibenak Aryani perlahan
rasanya sedikit memudar.
“Boleh
gak kita ketemuan nanti malam? Sekalian buat kerja tugas yang dikasih pak Wahid
di kelas tadi.”
Lelaki
itu memohon.
Biasanya
Aryani berharap bisa berbicara sedekat itu. Namun, kali ini dia tidak mau.
“Yan,
kamu dengar aku gak sih? Apakah kamu mau kita ketemuan nanti malam? Cuma kali
ini aja, soalnya aku belum mengerti semua yang dijelasin bapak tadi,”
Bergeming.
Pembicaraan
empat mata yang tidak menemukan kesepakatan. Di mata Aryani, dia tidak boleh
menunjukkan lagi rasa cinta yang masih ada sedikit, tidak boleh sama sekali.
Sementara benak Arjun, Aryani bertingkah seperti tidak menyukainya lagi padahal
perasaannya tahu masih ada. Selama dua minggu mendiamkan, inilah akhirnya karma
berlaku baginya.
Menjaga
jarak dari Arjun dan apa yang terjadi tentangnya itu, ia tuliskan lagi di buku
diary yang telah menjadi sahabat sejatinya.
Bukan,
sebenarnya bukan karena dia ingin balas dendam menjauh dari Arjun, hanya saja
ia takut perasaannya yang ingin hilang akan kembali dan semakin besar.
Tidak
pernah terlukis di cakrawala Aryani, tentang sosok pemuda telah berubah
dan gigih mendekati. Apakah mungkin dia betul
jatuh cinta padanya dan berarti, apakah cintanya yang belum mendapat jawaban
itu sebenarnya diterima?
Namun,
tetap menjauh. Sebab seketika yang tidak ingin didengarnya terngiang di telinga,
kabar Arjun ternyata dikenal sebagai cowok playboy.
Tersenyum
kecut, saat Arjun menyatakan perasaan, bahkan di depan semua teman-temannya,
dibenaknya memang pintar memainkan suasana dan bisa meluluhkan hati gadis yang
diincarnya. Setelah mendengar pengakuan yang menurutnya alay, lebay, dan lebih
terkesan seperti pura-pura, Aryani langsung pergi begitu saja.
Ternyata
rasanya seperti ini. Ketika menyatakan perasaan namun tidak mendapat jawaban
dan diabaikan.
“Maafin
aku Yan, kemarin aku juga memperlakukanmu begini. Aku baru sadar bahwa kamu
begitu terluka karenaku,”
“Jadi,
mungkinkah aku harus mengakhiri cinta ini sebelum semuanya dimulai?”
Dan,
beribu pertanyaan lain.
Entahlah,
keputusan yang akan diambilnya.
Baru
kali ini Arjun merasa ada yang bisa menerbangkannya ke lautan bunga dan
kesukacitaan, perasaan rindu dan ingin bertemu, ikut bertaut, membawanya
menghirup suhu sesak. Dan, bergenadengan dengan kesakitan.
Begitu
sulitnya merasakan apa yang dulu dirasakan Aryani.
Menghembuskan
nafas berat. Panas matahari semakin memuncak.
Laki-laki
yang bertubuh menjulang itu mengajak sepupu perempuannya untuk pulang bersama.
Melewati lalu lalang yang ramai. Sebuah lampu merah saat mereka tengah melintas
dan tanpa sengaja, ada Aryani dibonceng juga oleh seorang cowok-teman satu
kelasnya.
Memikirkan
siapa yang tengah bersama Aryani? Aryani pun merasa akan sulit lagi berjalan
dengan cemburu kepada orang yang tak seharusnya.
Awalnya
ingin masa bodoh. Lebih baik mencoba untuk melupakan dan tidak berpikir apapun,
yang hanya akan menguras pikiran dan waktu berharga.
Namun,
berkecamuk yang dalam hatinya terus memintanya untuk memperjelas siapa
sebenarnya mereka tiba-tiba muncul dalam kisah ini? Merutuki diri tentang andai
saja keduanya bisa mengulang waktu kembali, menerima perasaan yang dulu
diutarakan, tidak sampai keadaan akan separah ini sekarang.
Dalam
kondisi bimbang, Arjun tidak sengaja melihat buku diary Aryani yang terjatuh.
Senang tak terkira dan rasanya sangat bahagia membacanya. Ternyata, Aryani
hanya pura –pura dan masih memiliki perasaan untuknya – ditemukannyaRahasia
Aryani di dalam diary itu.
Mengembalikannya
di perpustakaan, tempat biasanya Aryani menikmati jam istirahat dengan belajar.
Pukul
10:00 pagi menjelang siang.
Dengan
pelan, Arjun meletakkan buku diary itu di samping pemiliknya yang di dalamnya
diselipkan sebuah surat, memintanya untuk bertemu di kafe yang sebelumya juga
ditawarkan.
Masih
ada kesempatan. Gadis itu tersenyum dan datang dengan gaun indah yang juga
sangat cocok kepalanya, terbalutkan jilbab berwarna merah maron.
Seperti
yang dirindukan tentang kejujuran satu sama lain. Arjun menyatakan cinta
sebelum dengan sangat gagah yang memberikan sebuah kejutan saat menembaknya.
Aryani, semoga kamu
suka dengan ini, lilin yang mengelilingi kita, menjadi saksi pernyataan cintaku
yang kedua untukmu. Aryani, maafkan aku yang dulu tidak menjawab pernyataan
cintamu. Dan, aku bukanlah seorang cowok playboy yang mereka bilang. Jujur,
baru kali ini aku jatuh cinta dan aku ingin jadi pacarmu, maukah kamu jadi
pacarku?
Kedua
mata gadis itu berkaca-kaca, sambil mengangguk dan tersenyum bahagia.
Cinta
telah bersatu.
Sepertinya
yang diinginkannya, dan, itu karena buku diarynya yang membawa cinta bertaut
padanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar