Awal
yang tidak baik

Bukan
hanya sekali, kata-kata akan dirinya terdengar ditelinga, kalau tidak salah, incaran
semua siswa sesekolahan itu bernama Sekar.
“Yang
benar kamu, emang cantiknya kayak gimana sih?”
Aku
mulai penasaran, letupan pertanyaan tentangnya tiba-tiba menguap dari bibir.
Siapa sebenarnya, gadis yang katanya ayu itu.
“Kalau
kamu mau tahu, ikut aku sekarang,”
Suruh
Bayu temanku - salah satu fans berat Sekar.
Langkahku
bagaikan terhipnotis untuk memastikan semua perbincangan kumbang tentang
dirinya.
Apa
yang terjadi?
Jantung
berdegup cepat, sampai-sampai seperti ingin copot saja. Aliran darah berdesir,
tumpuanku sepertinya akan segera roboh.
“Ach,
ini nafsu belaka, aku gak boleh terpancing,”
Bergeming,
tapi tidak bisa bohong. Kupandangi lagi dia, jilbab warna cerahnya sangat
serasi dengan paras cantiknya yang putih. Sekali-kali melihat ke samping kiri
dan kanan, merasa ada seseorang yang seperti mengintai.
Tidak
berhasil, matanya kembali berfokus pada buku yang sedang dipegangnya. Sementara
mataku, berkiprah padanya, seenaknya memandang.
“Udah
lihat kan? kamu pasti langsung jatuh cinta sama dia.”
Tukas
Bayu, menatap tajam.
Debar
di dada terus berlanjut, sungguh sangat meyesakkan, hingga tak sadar tangan dan
kakiku bergetar.
“Itu,
sampai-sampai kamu bergetar begitu, bilang aja, kalau kamu jatuh cinta pada
pandangan pertama sama Sekar,”
Mencoba
menghentikan tingkah konyol ini, menantang pandangan mata Bayu. Aku tahu, dia
merasa terusik, padahal, boleh dibilang apa haknya untuk bertanya itu, toh, dia
bukan siapa-siapa Sekar – fans yang cemburu.
“Apaan
sih, aku gemetaran karena kelaparan, bukan karena jatuh cinta. Ach, kalau cewek
gitu ma, banyak,”
Gerutuku,
berbohong demi suasana hatinya yang sedang buruk. Berpikir sejenak, cara
peleraian masalah, mengajaknya makan mungkin bisa membunuh kecurigaannya. Tentu
saja, tanpa a-i-u-e-o, dia mau mengisi perutnya yang keroncongan dari tadi pagi
juga belum makan.
Menghembuskan
nafas lega, akhirnya sinar sinis di matanya sudah meredup, bahkan lenyap
sesaat. Tapi, why? gemuruh di jantungku masih tidak jelas, berdenyut,
bergenderang, bergema seperi ingin perang saja, masa bodoh, tidak perduli. Aku
meletakkan tangan kananku di bahu Bayu, melangkah bersama menuju kantin.
“Benar,
kamu tidak punya hati sama Sekar? jujur aja deh bro, aku bisa lihat koq dari
mata kamu, kalau kamu memang suka dia, itu sih hak kamu.”
Rupanya
dia masih penasaran isi pikiranku sebenarnya.
“Ya
elah bro, santai aja keles. Sekali lagi ya, aku bilangi kalau memang suka sama
dia, ya, itu terserah. Tapi, ingat kita bersaing sehat,”
Sambil
tersenyum padaku, sepertinya sadar diri, dia tidak berhak cemburu.
Aku
membalas sunggingannya, dia mulai mengerti dari tarikan ujung-ujung bibirku.
Secepat kilat, menepis rasa curiganya. Mengalihkan pembicaraan, sambil mata
berfokus pada sesajian mie bakso di mangkok yang sudah siap di lahap. Mengerti
dengan apa yang kumaksud, sama-sama, cacing-cacing di perut sudah saatnya dapat
jatah, mengambil sendok dan garpu dengan segera memangsanya.
Tidak
boleh tahu, Bayu tidak harus mengerti dengan apa yang terjadi padaku, karena,
kalau ia paham, pasti angan-angan untuk bersambung hati dengan pujaannya tambah
menyusut, bahkan sabahat karibnya sendiri tergila-gila pada gadis yang selama
ini dikejarnya – maupun, juga orang lain.
“Bro,
tapi untuk dapat Sekar itu tidak mudah loh, dia itu udah punya pacar,”
Astaga,
Bayu tidak henti-hentinya berbicara tentang dia. Sungguh, hatinya terjerat
padanya.
“Jadi
dia punya pacar”
Batinku
seperti mulai merespon pembicaraan Bayu.
Meskipun,
aku masih punya kesempatan, pertama,
wajahku tidak terlalu jelek, sudah pasti bisa bersaing dengan siapapun –
pacarnya sekarang, Bayu atau siapapun pengagumnya. Kedua, tinggi badanku 170
cm, tidak pendek, ada yang suka denganku karena tinggiku, mungkin saja Sekar
juga. Ketiga – peluangku akan lebih besar jika dia bertemu denganku dalam
keadaan baru mandi, masih wangi sabun, ditambah wewangian dibaju yang akan
kukenakan. Bukan seperti sekarang, usah tergopoh-gopoh, berlari kesana-kemari,
bermandikan keringat hanya untuk mencetak bola dan menjadi bintang lapangan.
Sesungguhnya,
kenapa aku? bisa-bisa sampai aku berpikiran begini. Dan, apakah aku akan
sanggup, mengambil pacar orang lain, aku tidak yakin bisa membayangkan bahagia
di atas penderitaan orang lain.
“Bagiamana
kalau kita taruhan?”
Apa
lagi ini? mengapa Bayu menggodaku untuk melakukan hal buruk?
“Ayolah,
kamu tidak usah bohong. Siapa yang bisa dapatkan Sekar akan ditraktir oleh yang
kalah selama seminggu di kantin ini,”
Hei,
apa yang barusan Bayu katakan? Dia mau coba-coba menikung pacar orang dan
bahkan juga ingin melibatkan aku. Lagipula, apa mungkin juga Sekar rela
memutuskan pacarnya, demi aku atau Bayu. Entahlah, namun, aku tergiur tawaran
Bayu, ini tantangan baru di kisah cintaku. Apa salahnya mencoba? aku
mengulurkan tangan kanan, dibalasnya sambil tertawa, mungkin batinnya
berkecamuk, ternyata Daus mau juga.
Pertarungan
baru dimulai. Esok bertabuh, memberanikan diri memata-matainya lagi, mencoba
membaca situasi, kala-kalau ada kesempatan untuk berkenalan dengannya. Berjalan
di koridor sekolah, berharap segera sampai ditujuan ke kelas Sekar.
Tidak,
kenapa bisa begini? mengapa lututku tiba-tiba tidak bisa bergerak, selangkah
saja lalu ingin masuk, memandangnya, meskipun, di luar jendela. Apakah mungkin
ini gerogi, tenangkan diri sejenak, menutup mata sambil menarik nafas
dalam-dalam lalu membuangnya, seperti kata orang, untuk mengatasi rasa
nerveous. Membuat pikiran lambat laun mengalir teratur seperti helaan nafasku.
Berhasil,
mengangkat kaki. Tapi, meski hanya melihatnya dari jauh, Sekar memang makhluk
Tuhan yang paling indah, Subuhanallah. Hati terus berkata-kata, hanya terus
mengamatinya, membiarkan sepasang mata ini terfokus padanya.
“Siapa
kamu ?”
Seorang
cewek bertubuh gendut sekonyong-konyongnya mengganggu pengintaianku, tersontak
dan tidak bisa mengelak.
Aku
merespons dengan senyuman meyebutkan nama dan kelasku, sambil mengulurkan
tangan.
Meskipun
merasa aneh dengan sikapku, cewek itu membalas salamanku.
“Terus,
kamu ngapain ngintip-ngintip kelas aku, pasti kamu ngintip Sekar ya?”
Dia
penasaran, ingin membuatku mengaku. Benar saja, katanya aku dari sekian seribu
banyak cowok-cowok di sekolah yang terus menatap Sekar dari jauh.
“Kamu
mau ketemu langsung ya, kalau gitu aku panggilin dulu ya.”
Gila,
apa yang ingin dia lakukan. Aku tidak tahan lagi, tidak mau malu, berlari ke
kelas adalah jalan keluarnya.
“We,
kenapa kamu lari, padahal aku mau bantuin kamu.”
Katanya,
nyaring terdengar karena deruh nafasku yang tengah berlari.
Beberapa
menit berikutnya, gadis taruhan yang berpenampilan anggun dengan jilbab kuning
yang menutup kepalanya, tanpa pernah terpikir datang ke kelasku, bersama
temannya yang gendut tadi, penasaran denganku.
“Oh
Tuhan, apakah benar aku akan disamperin Sekar ?”
Secantik
bunga-bunga yang bermekaran, indah bak berlian berbinar-binar.
Sekar
benar-benar ada di depan sekarang, langsung melihat wajahnya yang cantik dan
bercahaya, tak lagi di balik kaca jendela. Kata mereka, Sekar adalah yang
tercantik, paling cantik. Dan, sepertinya keremahanku kemarin tentangnya adalah
nol besar, sama saja, berpaut hati pada gadis yang telah berpunya itu.
Di
antara keramaian anak-anak berseragam putih abu-abu yang sedang asyik menikmati
jam istirahat di dalam kelas, semuanya terperangah, Sekar, sih bunga sekolah
datang ke kelas hanya untuk seorang siswa biasa seperti diriku.
Takdir,
mungkin itulah namanya, pengintaian yang melahirkan pertemuan. Membuat banyak
siswa sesekolahan cemburu tidak jelas. Termasuk Bayu, temanku yang sangat cinta
mati kepada Sekar.
Perkenalan
singkat, baru kali ini aku memegang tangan gadis secantik Sekar, tak bisa
dipungkiri betapa bahagainya tak terhingga. Pucuk dicinta, ulung pun tiba,
nyaris terbentang jalan memasuki real kehindupannya.
Apa
yang mungkin bisa membuatnya akrab denganku?
membuatnya tak punya pilihan agar sudi dekat denganku?
Esoknya,
di kursi dudukku, aku terpaku. Dengan cepat menyadari, sesuatu yang mungkin
bisa membuatnya terpikat padaku. Terkait urusan cinta, belajar dari buku
Cassanova adalah jalan keluarnya. Kalaupun sulit, mematahkan mantra prianya dan
berpaling kepadaku, tapi, pasti ada jalan sempit yang bisa membuka relung
hatinya.
Aku
tersenyum semangat. Semenjak kelas tiga SMP, sudah banyak gadis yang bisa
kutaklukkan, cewek seperti Sekar yang berhijab pun pernah juga kupacari,
mungkin saja trik mendapatkan gadis taruhan sama dengan mantanku itu. Setelah
menguapkan kata-kata penyemangat diri sendiri, dengan penuh arti, menyambung
dan lebih terkesan punya kepercayaan diri yang kuat, aku bergegas menemui
Sekar.
Rasanya
takdir lagi-lagi memihak, semakin berpeluang saja untuk lebih dekat dengan
Sekar.
“Lagi
ngapain di sini? dengan muka masam lagi.”
“Nih
Daus, aku gak bisa gambar pohon untuk tugas seni budaya, mana daedlinenya besok
lagi,”
Dan,
inilah caraku.
Namun,
membantunya aku punya syarat yang menguntungkan.
Setiap
aku juga kesusahan mengerjakan soal mate-matika, sudikah kiranya sekar juga
membantuku? Penyelesaian soal-soal rumit yang kadang membuat kepala selalu pening,
perasaan kesal dan muram akan bergandengan, mengasingkan diri pada suhu
kesukarannya.
Begitu
sulitnya mungkin dengan cara ini aku tidak bertanya lagi pada teman-temanku di
kelas, yang kadang sombong dan tidak memberitahu. Paling penting, dekat dengan
sih gadis taruhan. Sekali mendayung, dua pulau terlampaui.
Sekar
menghembuskan nafas panjang, ada imbalannya ternyata.
Gadis
manis itu tidak punya waktu berpikir panjang untuk merenungi sejenak tawaranku,
anggukannya tanda lampu hijau telah menyala. Akan kudekati dengan cara ini,
membutuhkanku di sampingnya, mengejarnya, membuatnya penasaran, dingin padanya
dan ia akan balik mengejar. Sebuah trik pemikat wanita, cepat lambat akan
membuatnya jatuh hati padaku.
Hanya
memikirkan gadis taruhan yang sudah jelas-jelas di dekatku sekarang – Bayu
pasti menangis. Aku merasa yakin, dia akan membenciku.
Walaupun,
ada perasaan bersalah dibalik ini, mendekati pacar orang dengan sebuah taruhan
gila. Ini baru saja dimulai dan susah payah pula bisa seakrab ini, tidak
mungkin selesai tanpa ada pemenang.
Hari
berganti hari, jarak kami layaknya sepasang dua remaja bahagia atau best couple
yang sudah lama berchemistry. Mengingat waktu sudah termakan dua minggu, usaha
menggait milik orang, melahirkan pertentangan dari yang punya. Yunus, pacar
Sekar, marah selain kecewa, biasanya tiap malam minggu mereka menghabiskan
waktu bersama, bertamu di rumah Sekar, tapi, kali ini dia bersama orang
lain-denganku.
Untuk
pertama kalinya, kerak bajuku dipegang erat orang lain, mata Yunus memerah
dengan satu tonjokkkan yang ingin dilayangkan di wajahku. Umumnya inilah reaksi
panas pria yang terbakar api cemburu, di depan matanya gadis pemilik hatinya
berchemistry dengan pria lain., dan siapa yang tidak akan panas.
Aku,
Sekar dan Yunus terlibat keributan, mengundang mata-mata lain menonton, nyaris
ada bekas pukulan, tangan Sekar dengan sikap menyekanya. Lelah dengan kisah
cinta berjarak, sepadan dengan teman biasa saja dan rangkaian pengakuannya
melemahkan Yunus.
Selain
putus, mau bagaimana lagi. Para pengamat memilih meninggalkan tempat, hanya aku
dan Sekar yang tersisa. Inilah yang kuinginkan, perpisahan keduanya, selangkah
lagi menuju keberhasilan, jikalau ini adalah pasti terjadi di rencanaku,
mengapa hatiku berkata lain, iba memandang keadaan.
Dalam
kondisi ini, Sekar nampak bermuram lama-lama menangisi juga keputusannya. Lebih
menyakitkan dan rasanya seperti ada pisau tajam menusuk di jantung hati. Namun,
bukannya ini kesempatan yang kutunggu, memberinya sapu tangan biru, biarkan
menghapus kedukaan dipipinya.
Pukul
16:00 sore.
Dengan
kepercayaan diri, aku memberanikan diri mengajak Sekar ke taman kota sebentar,
berniat sudah saatnya memainkan permainan yang sebenarnya., dengan bunga melati
tersimpan di saku celana, Sekar pasti takjub dan terkesima.
“Inilah
waktunya, sebulan sudah dia putus dengan Yunus. Aku yakin sekarang dia mau
nerima cintaku,”
Aku
terus melajukan motor metik biruku, pelan, tidak mengebut sementara ada gadis
incaran di boncengan.
Beberepa
rute jalan di lewati, persimpangan, perempatan hingga model gang-gang jalan
yang lain. Aku terus menelusuri bentangan demi bentangan, sebelum sampai juga
di tempat tujuan yang sepertinya terlihat lebih ramai biasanya.
Sekar,
apakah yang mungkin bisa memberimu kekuatan untuk mempercayakan dan
menyanggupkan hatimu padaku? akankah kamu menerima cinta pertarungan ini?
Langit
sore indah nan cerah terlalu ramai membuatku ingin mencari tempat lain. Kedua
mata gadis itu pasti bertanya-tanya, sebelum akhirnya akupun menyatakan
perasaan.
“Will
you be my girl ?”
Seperti
romansa cinta remaja lain, menembak cewek idamannya di tengah-tengah bunga bermekaran.
Notes: Jangan lupa coment saran dan kritiknya, plus votenya.
Pict source: kartun.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar