post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Sabtu, 28 Oktober 2017

CINTA SAMPAI DI SINI



(Ranuman benci mencair menggebu rindu, cinta bertaut tak bisa melekang)

Jilbab warna pinknya tertiup angin kencang oleh laju kendaraannya. Tidak jauh dari gerbang sekolah beberapa menit lalu yang disesaki anak-anak berseragam putih abu-abu yang pulang, karena tak ingin kehabisan stok majalah di langganannya ia terus menggas motor mio pinknya, memaksa masuk di antara kendaraan-kendaraan yang juga ingin menembus desakan.

“Omo, dapat masalah nih jadinya,”
Oh, ingin menghilang saja saat itu, Viona menabrak mobil seseorang. Sialnya, begitu pemiliknya keluar dengan omelan panjang lebar, dia terheran-heran dan shock sejenak, dia memerlukan waktu hampir seratus dua puluh detik untuk menatap orang yang bermata sipit itu, hanya untuk mengembalikan suhu normalnya saat tahu Vikar pemilik kendaraan itu.
Cowok belagu dan sok kecakepan sesekolahan bahkan dengan kesombongannya dia selalu menebarkan pesonanya, bodohnya cewek-cewek selalu terpikat pada wajah phpnya.
Begitu sialnya hari ini.
Batin Viona berkecamuk. Dengan bantuan yang tiba-tiba datang dari langit, menemukan secercah cara keluar dari lorong masalah ini namun tidak berarti selesai. Tentu saja saat orang-orang yang juga sudah menunggu lama terbebas dari keramaian, mereka ingin pulang dengan mulus. Dan, Vikar terpaksa masuk mobil dan melaju kembali.
“Alhamdulillah,”
Viona menghembuskan nafas lega. Meskipun tetap akan ada perhitungan Vikar dengan belakang mobilnya yang penyot dan berbekas tabrakan. Cowok belagu itu sudah pasti meminta ganti rugi.
Akhirnya, besok menjelang yang menakutkan bagi Viona.
“Viona, mau ke mana kamu?” ucap Vikar penuh dengan amarah.
Cowok itu bermimik seram menakutkan. Ada sesuatu yang ingin dilakukannya. Sosok cowok dengan tubuh menjulang itu tak hanya merah dengan sampulan wajah, tetapi menangkap lengan tangan Viona. Viona cepat menundukkan wajah saat mata mereka bertemu. Merasa bersalah dan menikmati apapun yang akan dilakukan cowok itu padanya.
Jika orang tua Viona tahu, pasti dia tidak akan mengijinkannya membawa motor lagi, seperti pesan sebelumnya ketika dulu juga pernah menabrak seseorang.
“Ok, terserah apapun yang kamu mau pasti akan aku lakukan, asal jangan sampai masalah ini terdengar di telinga ortuku,”
Semoga saja mau, pinta Viona dalam hati.
Pertama, meskipun dia belum punya uang cukup untu memperbaikinya, dia tetap harus mengganti dan mengembalikan bentuk mobilnya seperti semula, sudah pasti Vikar memberinya waktu longgar. Kedua, sebagai gantinya, dia harus rela menjadi babunya di sekolah sampai dia bisa mengganti semuanya. Ketiga, salah satu tugas barunya yang paling penting adalah selalu menyediakannya air minum dan handuk kecil saat Vikar selesai olahraga. Tidak ada jalan lain, Viona memang harus menerima pekerjaan barunya sekarang, seorang babu pria sombong sesekolahan. Resiko dari perjanjian ini adalah Vikar dan Viona akan selalu menghabiskan waktu bersama. 
Lagi pula tidak ada cara lain lagi. Dan, walaupun dia ingin meminjam uang dari sahabat atau teman-temannya itu tidak mungkin, dia gengsi meminta bantuan dari orang lain.
“Suara hati,” jantung Viona berdebar kencang. “Apakah mungkin aku jatuh cinta sama Vikar? Ternyata penglihatanku selama ini salah padanya, dia bukan cowok sombong dan belagu, tapi cowok baik dan bisa mengerti orang lain,”
Hei, tidak tahukah bahwa Vikar sudah punya pacar cantik? begitu lama dan terdengar mereka menjadi best couple di sekolah. Lagi pula dia tidak boleh memiliki perasaan indah karena semuanya akan segera berakhir. Selama dua bulan terpaksa tidak membeli majalah favoritnya hanya untuk mengumpul uang ganti rugi.
Vikar datang kepadanya yang duduk di bangku sudut perpustakaan. Viona membuka mata lebar-lebar, mencoba membaca apa yang dipikirkan cowok itu lewat aura wajahnya yang telah berubah padanya, senyum. Apakah ada perasaan yang sama selama banyak waktu yang telah dilalui bersama ?
Tidak boleh terlarut dalam perasaan ini. Indah tapi akan mengundang api kecemburuan, pasti siapapun orangnya akan marah jikalau ada yang lain ingin merebut kekasih hatinya, membuat pikiran Viona terus berkecamuk.
Aku lebih baik mengakhiri semuanya. Tanpa kata-kata. Hanya memendam dan membiarkannya terus menetes bebas membentuk muara hati di kesakitan dalam penuh luka.
“Vio-vio,”
Panggilan Vikar sekonyong-konyongnya yang dimulai saat ia resmi menjadi babunya kemarin-kemarin.
Viona merespon dengan senyum sambil mengambil sebuah amplop berisi uang dari saku bajunya. “Berakhir.”
Meskipun merasa aneh dengan ucapan Viona, cowok itu langsung mengambil amplop itu dan melihat isinya.
“Itu uang ganti rugi mobilmu dan akhir dari perjanjian kita,”
Vikar tidak mau menerima semuanya, bahkan mengembalikan amplop itu.
Viona menangis dalam batin. Seketika menatap mata Vikar yang menampakaan ketulusan.
“Viona, aku jatuh cinta sama kamu,”
Apa yang dilakukan Vikar dengan menyatakan perasaannya padaku?
Masih meyakinkan rasa, cowok itu berlutut dihadapannya.
“Aku rela meninggalkan pacarku sekarang demi kamu.”
Beberapa menti sempat terperangah, gadis yang penampilannya terlalu anggun dan cocok dengan jilbab cerah yang ia kenakan menutup kepalanya, mengajak Vikar berdiri, memperkenalkannya cinta yang sesungguhnya.
“Cinta itu tidak menyakiti siapapun, di saat dua orang saling mencintai dan ada hati lain yang menderita karenanya, itu bukanlah cinta,”
Sebening hati dan bersinar bak sinar bulan.
Torehan kata yang terliontar dari mulut Viona melukiskan hatinya yang baik. Kata orang, ucapan adalah gambaran hati seseorang. Dan, di saat ia berkata buruk itulah lukisan hati yang buruk.
Ada jalan di antara banyak rak-rak lemari yang dipadati dengan buku-buku bacaan, suara bising siswa-siswa yang sedang asyik belajar di perpustakaan, dan Viona berjalan meninggalkan Vikar, meninggalknya cintanya sampai di sini, saat perjanjiannya telah berakhir.
Ya, Viona dengan ketulusannya meninggalkan cinta di hatinya, bahkan sebelum ia memulai.

Notes: Jangan lupa coment saran dan kritiknya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar