(Ranuman benci mencair menggebu
rindu, cinta bertaut tak bisa melekang)

“Omo,
dapat masalah nih jadinya,”
Oh,
ingin menghilang saja saat itu, Viona menabrak mobil seseorang. Sialnya, begitu
pemiliknya keluar dengan omelan panjang lebar, dia terheran-heran dan shock
sejenak, dia memerlukan waktu hampir seratus dua puluh detik untuk menatap
orang yang bermata sipit itu, hanya untuk mengembalikan suhu normalnya saat
tahu Vikar pemilik kendaraan itu.
Cowok
belagu dan sok kecakepan sesekolahan bahkan dengan kesombongannya dia selalu
menebarkan pesonanya, bodohnya cewek-cewek selalu terpikat pada wajah phpnya.
Begitu
sialnya hari ini.
Batin
Viona berkecamuk. Dengan bantuan yang tiba-tiba datang dari langit, menemukan
secercah cara keluar dari lorong masalah ini namun tidak berarti selesai. Tentu
saja saat orang-orang yang juga sudah menunggu lama terbebas dari keramaian,
mereka ingin pulang dengan mulus. Dan, Vikar terpaksa masuk mobil dan melaju
kembali.
“Alhamdulillah,”
Viona
menghembuskan nafas lega. Meskipun tetap akan ada perhitungan Vikar dengan
belakang mobilnya yang penyot dan berbekas tabrakan. Cowok belagu itu sudah
pasti meminta ganti rugi.
Akhirnya,
besok menjelang yang menakutkan bagi Viona.
“Viona,
mau ke mana kamu?” ucap Vikar penuh dengan amarah.
Cowok
itu bermimik seram menakutkan. Ada sesuatu yang ingin dilakukannya. Sosok cowok
dengan tubuh menjulang itu tak hanya merah dengan sampulan wajah, tetapi
menangkap lengan tangan Viona. Viona cepat menundukkan wajah saat mata mereka
bertemu. Merasa bersalah dan menikmati apapun yang akan dilakukan cowok itu
padanya.
Jika
orang tua Viona tahu, pasti dia tidak akan mengijinkannya membawa motor lagi,
seperti pesan sebelumnya ketika dulu juga pernah menabrak seseorang.
“Ok,
terserah apapun yang kamu mau pasti akan aku lakukan, asal jangan sampai
masalah ini terdengar di telinga ortuku,”
Semoga saja mau,
pinta Viona dalam hati.
Pertama,
meskipun dia belum punya uang cukup untu memperbaikinya, dia tetap harus
mengganti dan mengembalikan bentuk mobilnya seperti semula, sudah pasti Vikar
memberinya waktu longgar. Kedua, sebagai gantinya, dia harus rela menjadi
babunya di sekolah sampai dia bisa mengganti semuanya. Ketiga, salah satu tugas
barunya yang paling penting adalah selalu menyediakannya air minum dan handuk
kecil saat Vikar selesai olahraga. Tidak ada jalan lain, Viona memang harus
menerima pekerjaan barunya sekarang, seorang babu pria sombong sesekolahan.
Resiko dari perjanjian ini adalah Vikar dan Viona akan selalu menghabiskan waktu
bersama.
Lagi
pula tidak ada cara lain lagi. Dan, walaupun dia ingin meminjam uang dari
sahabat atau teman-temannya itu tidak mungkin, dia gengsi meminta bantuan dari
orang lain.
“Suara
hati,” jantung Viona berdebar kencang. “Apakah mungkin aku jatuh cinta sama
Vikar? Ternyata penglihatanku selama ini salah padanya, dia bukan cowok sombong
dan belagu, tapi cowok baik dan bisa mengerti orang lain,”
Hei,
tidak tahukah bahwa Vikar sudah punya pacar cantik? begitu lama dan terdengar
mereka menjadi best couple di sekolah. Lagi pula dia tidak boleh memiliki
perasaan indah karena semuanya akan segera berakhir. Selama dua bulan terpaksa
tidak membeli majalah favoritnya hanya untuk mengumpul uang ganti rugi.
Vikar
datang kepadanya yang duduk di bangku sudut perpustakaan. Viona membuka mata
lebar-lebar, mencoba membaca apa yang dipikirkan cowok itu lewat aura wajahnya
yang telah berubah padanya, senyum. Apakah ada perasaan yang sama selama banyak
waktu yang telah dilalui bersama ?
Tidak
boleh terlarut dalam perasaan ini. Indah tapi akan mengundang api kecemburuan,
pasti siapapun orangnya akan marah jikalau ada yang lain ingin merebut kekasih
hatinya, membuat pikiran Viona terus berkecamuk.
Aku
lebih baik mengakhiri semuanya. Tanpa kata-kata. Hanya memendam dan membiarkannya
terus menetes bebas membentuk muara hati di kesakitan dalam penuh luka.
“Vio-vio,”
Panggilan
Vikar sekonyong-konyongnya yang dimulai saat ia resmi menjadi babunya
kemarin-kemarin.
Viona
merespon dengan senyum sambil mengambil sebuah amplop berisi uang dari saku
bajunya. “Berakhir.”
Meskipun
merasa aneh dengan ucapan Viona, cowok itu langsung mengambil amplop itu dan
melihat isinya.
“Itu
uang ganti rugi mobilmu dan akhir dari perjanjian kita,”
Vikar
tidak mau menerima semuanya, bahkan mengembalikan amplop itu.
Viona
menangis dalam batin. Seketika menatap mata Vikar yang menampakaan ketulusan.
“Viona,
aku jatuh cinta sama kamu,”
Apa
yang dilakukan Vikar dengan menyatakan perasaannya padaku?
Masih
meyakinkan rasa, cowok itu berlutut dihadapannya.
“Aku
rela meninggalkan pacarku sekarang demi kamu.”
Beberapa
menti sempat terperangah, gadis yang penampilannya terlalu anggun dan cocok
dengan jilbab cerah yang ia kenakan menutup kepalanya, mengajak Vikar berdiri,
memperkenalkannya cinta yang sesungguhnya.
“Cinta
itu tidak menyakiti siapapun, di saat dua orang saling mencintai dan ada hati
lain yang menderita karenanya, itu bukanlah cinta,”
Sebening
hati dan bersinar bak sinar bulan.
Torehan
kata yang terliontar dari mulut Viona melukiskan hatinya yang baik. Kata orang,
ucapan adalah gambaran hati seseorang. Dan, di saat ia berkata buruk itulah
lukisan hati yang buruk.
Ada
jalan di antara banyak rak-rak lemari yang dipadati dengan buku-buku bacaan,
suara bising siswa-siswa yang sedang asyik belajar di perpustakaan, dan Viona
berjalan meninggalkan Vikar, meninggalknya cintanya sampai di sini, saat
perjanjiannya telah berakhir.
Ya,
Viona dengan ketulusannya meninggalkan cinta di hatinya, bahkan sebelum ia
memulai.
Notes: Jangan lupa coment saran dan kritiknya.
Pict source: lacusyamatoo.deviantart.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar