post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Rabu, 25 Oktober 2017

Hati Ia, Rasanya Tidak




Fitri dan Tina menghela nafas lega.
Mereka berdua duduk di selasar rumah ketika baru sampai dari sekolah dengan keringat yang menggulung di badan dan seragam putih abu-abu keduanya. Fitri tak tega melihat keringat di wajah Tina dan segera menyeka dengan sapu tangan biru miliknya.

“Gak enak banget tahu ngelihat mukamu yang jelek tambah jelek lagi karena keringat.”
Ketus dari mulut bukan berarti di dalam hati. Caranya memandang sangat menyentuh, bahkan sampai membuat sunggingan yang lama membeku, mencair perlahan dan merekah, karena kehadiran seorang sahabat.
Perbuatan lebih nyata.
“Aku tahu koq meskipun kamu jaim begini, kamu sangat perhatian sama aku. Makasih ya Fit. Mau bersahabat dengan orang jelek seperti aku.”
Fitri menyosorkan benda penyeka itu dengan menyosorkan kepada Tina. Raut wajahnya sedikit masam. Dan pergi ke rumahnya – mereka selain sahabat, juga sebagai tetangga – tanpa permisi sepatah kata pun.
Sejam kemudian, selesai Fitri sholat dan makan siang, ia mengecek tasnya untuk mengambil LKS mate-matika, ingin mengerjakan PR yang baru ditugaskan tadi oleh Pak Idris- Guru Mate-matika. Beberapa ia kali membongkar tasnya, sampai-sampai membolak-balik dan tetap tidak ada. Segera ia menghubungi Sakinah – teman sebangkunya yang mungkin saja dia melihatnya.
“Kamu lihat gak LKS mate-matika aku tadi di kelas? Soalnya aku lagi cari-cari nih gak ada.”
“Gak, memangnya kamu gak masukin tas kamu ya? Coba kamu cek di kelas, mungkin aja masih ada di sana.”
Sakinah memberi saran.
Tidak ada jalan lain, sebelum mungkin ada yang mengambil atau merusaknya. Fitri memutuskan untuk bergegas, merekatkan switter kuning dan membuka ujung celana jinsnya. Dan, segera meluncur.
Tina keheranan, sahabatnya berlari keluar rumah dengan cepat, terlihat panik. Apakah ada sesuatu  yang terjadi? Daripada menunggu saja lebih baik mengikutinya.
***
“Aw... sorry.”
Dirly meminta maaf pada Fitri, tidak sengaja menabraknya.
“Gak pa-pa.”
Sejenak hanya alis indah dengan wajah ayu nan cantik yang ditatap Dirly, membuat jantungnya berdegup seakan aliran darahnya ikut berdesir. Dan, sebelum sempat kenalan, gadis itu buru-buru pergi.
“Subuhanallah.....”
Dirly merangkul keaguangan Tuhan lewat keMahabesaran-Nya menciptakan seorang gadis yang baru ditabraknya tadi.
Tina muncul dan menyaksikan. Seketika badannya melemah, serasa tulang-tulangnya remuk seketika. Sebelum roboh cepat-cepat meminggirkan diri dan duduk di kursi depan kelas X Index 1.
“Dirly, kenapa dia ada di sini?”
Dia memegang dada, sambil fikirannya melayang-layang. Teringat kisah masa lalunya dulu di SMP – Dirly mantannya dan meninggalkan dia karena ayahnya pindah tugas ke kota lain.
Menangis, rasa hatinya masih sama dengan yang dulu. Tertuju pada Dirly seorang.
***
“Alhamdulillah, akhirnya aku dapat juga.”
Fitri merekah senyuman bahagia melihat buku yang dicari-carinya ternyata tertinggal di dalam laci mejanya.
Dan, dia terhenti. Kenapa tiba-tiba? Di depannya sekarang ada sahabatnya sedang menangis sendirian. Apa yang membuatnya menangis?
“Na, kamu ngapain nangis? Apa yang sebenarnya terjadi sama kamu?” Fitri penasaran sambil tangan kanannya mengusap bahu sahabatnya dengan lembut.
“Aku gak apa-apa koq, aku cuma kelilipan aja tadi.”
Sahabat itu berbagi. Entah itu senang, maupun sedih. Tidak ada yang perlu di sembunyikan. Sahabat itu  sehati, sahabat itu sependeritaan dan sahabat itu saling mengerti.
Tina memeluk sahabatnya, memang hanya ia yang mengerti dirinya sekarang. Dan, ia berkeluh kesah tentang Dirly padanya.
***
Dirly sangat kagum dengan Fitri, hatinya cenat-cenut mengingat moment tadi. Ia yakin, gadis itu adalah tambatan hati yang dicarinya. Segala cara coba ia tempuh, mencari tahu gadis itu walaupun dia hanya seorang anak baru.
“Hi...”
“Astaga, kamu cowok yang kemarin kan? Maaf ya kemarin aku buru-buru.”
“Fit.... kamu di cari Sak....”
Tina memotong pembicaraannya. Air matanya menetes. Kenapa di pagi buta ini ia harus melihat wajah laki-laki yang telah memberinya rasa sakit itu.
“Astaga.”
Dirly tersadar. Dan sekarang, suhu keheningan pecah sesaat.
Tina tidak mau bersikap bodoh lagi di depan Dirly, ia beranjak pergi. Tanpa berkata apa-apa Fitri mengejar sahabatnya.
Duduk menangis di bawah pohon rindang, berisak tanpa perduli ada yang mendengarnya.
“Fit... cowok itu.”
“Ya, aku tahu.”
Fitri memeluknya, ikutan menangis dan tidak bisa membohongi perasaannya yang merasakan apa yang dialami sahabatnya sekarang.
***
Meski tahu, Fitri adalah sahabat mantannya Dirly tidak perduli, dia tetap akan mengungkapkan perasaannya. Memang sedikit peluangnya untuk diterima, hanya mencoba jujur dan mengakui perasaannya.
Cinta butuh waktu, tidak secepat itu. Cinta pandangan pertama memang ada, dan, jika ada takdir yang memberi kesempatan. Mungkin saja bisa, tapi tidak untuk saat ini.
Dan, Sahabat selamanya dan cinta mungkin tidak selamanya.
“Maaf...”
Fitri menolaknya, suaranya samar bercampur sesak di dada.
Sebenarnya, hatinya juga cinta, namun rasanya tidak mungkin.
Memilih sendiri lebih baik, untuk tidak ada yang tersakiti.

pict source: imgruge.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar