post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Minggu, 29 Oktober 2017

Nyawa Hidupku (Part 20)



KAMPUS
“Waktu terus berjalan tak pandang musim yang bergantian, hanya saja cinta suci tak akan pernah berganti”

“Kamu lagi apa? Koq dari tadi hanya memperhatikan catatannya,” wajah Ihsan murung.
Fitri tidak mendengar, masih terus sibuk dengan tugas kalkulusnya. Dia sangat bersemangat mengerjakan tugas-tugas pertama kuliah.

Ihsan celingak-celinguk, memperhatikan sekelilingnya. Di Cafe Idola bukan hanya mereka saja,  beberapa pasangan asyik bersenda gurau, tertawa bersama, membaca buku bersama, bahkan ada yang saling menyuap. Sementara dirinya. Hah. Meleguhkan nafas panjang.
            “Fit, kamu dengar aku tidak?” mencoba sekali lagi.
            Dan, kali direspon. “Kamu kenapa kak?” tapi masih memperhatikan buku catatanya.
            “Hmmmm. Kamu tidak peka banget, masa dari tadi cuma perhatikan bukumu?”
            Astagfirullah. Buru-buru meminta maaf. Tahu sekali sosok pemuda yang dicintainya kalau tak diperhatikan pasti memasang wajah manyung.
            “Maaf kak. Maaf. Aku terlalu bersemangat,” tersenyum.
            Sunggingan menawan yang meluluhkan membuat hati meleleh dan melupakan persoalan sebelumnya.
            “Jangan senyum seperti itu, nanti aku pingsan.”
            “Apaan sih kak. Kakak tadi ngomong apa?”
            “Tidak, aku hanya ingin kamu makan makanan kamu,” melihat ke arah spagheti kesukaan Fitri yang dari tadi yang hanya didiamkan.
            Kemudian gadis berhijab kuning itu pun melahap cepat, sampai membuatnya tersendak. Sigap Ihsan memberikan minum lalu membersihkan bibir Fitri dengan tissu yang belepotan saus spagheti.
            Ah. Suasana romantis sekarang.
            “Kalau makan pelan-pelan.”
Mata mereka saling menantang. Pun terjaga secepat kilat, langsung saling menunduk. Begitu menjaga diri.
Masa-masa indah terbentang, tak termakan oleh waktu cinta yang suci ketika sudah tumbuh di dahan hati, perlahan berakar kuat. Masalah memang akan selalu ada, kepercayaan dan tetap menjadikan cinta Ilahi adalah cinta pertama akan membuat hubungan selalu harmonis. Begitulah yang dirasakan Ihsan dan Fitri.  Meskipun mereka tidak satu jurusan di kampus, tak ada kata lupa saling menemui dalam sehari. Kadang kalau sibuk sekali dengan tugas maupun organisasi yang digeluti, tetap memberi kabar. Karena salah satu bukti cinta paling berharga adalah selalu memberi kabar dalam sehari, meskipun itu hanya sebuah pesan singkat.
Syukur. Dan tidak ada nikmat Allah yang Fitri maupun Ihsan sangkal. Hubungan mereka langgen dan persahabatan yang terjalin dari SMA sampai kuliah pun dengan Sakinah, Irwan, Yudha, Lia, Tina, Ramlah dan Ulfa semakin baik saja. Mereka semua selalu memberi dukungan dan ada saat dibutuhkan. Walaupun dengan mereka juga berbeda jurusan, itu bukan alasan untuk tidak bertemu dan tidak menolong ketika dibutuhkan. Alhamdulillah.
***
“Siapa sih yang ambil sandalku, koq tidak ada?” Yuni cemberut di tangga masjid kampus sambil terus menerus mencari sandalnya yang hilang entah ke mana.
“Apa ini yang kamu cari?”
Seorang pemuda yang dikenalnya datang membawa, bak pangeran yang menemukan sandal cinderellah. Hanya saja benar dia yang sudah lama ditunggu?
“Ia, benar itu sandalku,” Yuni tersenyum, “Makasih.”
Buru-buru Irwan meletakkan di hadapan gadis yang sudah berhijab itu. Ya, setelah mendapatkan maaf dari Fitri dulu, Yuni berjanji akan memperbaiki diri. Walaupun mungkin tidak bisa memiliki hati malaikat sepertinya, tapi setidaknya bisa mencontoh agar bisa memperbaiki diri dan meraih cinta ilahi.
Ada jantung yang berdegup kencang. Perasaan tak bisa melihat Yuni saat itu, padahal Irwan sudah lama tahu tentangnya dan melihatnya, tapi kali ini dia nampak bersinar. Apakah ini cinta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar