KAMPUS
“Waktu terus berjalan
tak pandang musim yang bergantian, hanya saja cinta suci tak akan pernah
berganti”
“Kamu lagi apa? Koq dari tadi hanya memperhatikan
catatannya,” wajah Ihsan murung.
Fitri tidak mendengar, masih terus sibuk dengan
tugas kalkulusnya. Dia sangat bersemangat mengerjakan tugas-tugas pertama
kuliah.
Ihsan celingak-celinguk, memperhatikan
sekelilingnya. Di Cafe Idola bukan hanya mereka saja, beberapa pasangan asyik bersenda gurau,
tertawa bersama, membaca buku bersama, bahkan ada yang saling menyuap.
Sementara dirinya. Hah. Meleguhkan nafas panjang.
“Fit, kamu dengar aku tidak?”
mencoba sekali lagi.
Dan, kali direspon. “Kamu kenapa
kak?” tapi masih memperhatikan buku catatanya.
“Hmmmm. Kamu tidak peka banget, masa
dari tadi cuma perhatikan bukumu?”
Astagfirullah.
Buru-buru meminta maaf. Tahu sekali sosok pemuda yang dicintainya kalau tak
diperhatikan pasti memasang wajah manyung.
“Maaf kak. Maaf. Aku terlalu
bersemangat,” tersenyum.
Sunggingan menawan yang meluluhkan
membuat hati meleleh dan melupakan persoalan sebelumnya.
“Jangan senyum seperti itu, nanti
aku pingsan.”
“Apaan sih kak. Kakak tadi ngomong
apa?”
“Tidak, aku hanya ingin kamu makan
makanan kamu,” melihat ke arah spagheti kesukaan Fitri yang dari tadi yang hanya
didiamkan.
Kemudian gadis berhijab kuning itu
pun melahap cepat, sampai membuatnya tersendak. Sigap Ihsan memberikan minum
lalu membersihkan bibir Fitri dengan tissu yang belepotan saus spagheti.
Ah. Suasana romantis sekarang.
“Kalau makan pelan-pelan.”
Mata mereka saling menantang. Pun terjaga secepat
kilat, langsung saling menunduk. Begitu menjaga diri.
Masa-masa indah terbentang, tak termakan oleh waktu
cinta yang suci ketika sudah tumbuh di dahan hati, perlahan berakar kuat.
Masalah memang akan selalu ada, kepercayaan dan tetap menjadikan cinta Ilahi
adalah cinta pertama akan membuat hubungan selalu harmonis. Begitulah yang
dirasakan Ihsan dan Fitri. Meskipun
mereka tidak satu jurusan di kampus, tak ada kata lupa saling menemui dalam
sehari. Kadang kalau sibuk sekali dengan tugas maupun organisasi yang digeluti,
tetap memberi kabar. Karena salah satu
bukti cinta paling berharga adalah selalu memberi kabar dalam sehari, meskipun
itu hanya sebuah pesan singkat.
Syukur. Dan tidak ada nikmat Allah yang Fitri maupun
Ihsan sangkal. Hubungan mereka langgen dan persahabatan yang terjalin dari SMA
sampai kuliah pun dengan Sakinah, Irwan, Yudha, Lia, Tina, Ramlah dan Ulfa
semakin baik saja. Mereka semua selalu memberi dukungan dan ada saat
dibutuhkan. Walaupun dengan mereka juga berbeda jurusan, itu bukan alasan untuk
tidak bertemu dan tidak menolong ketika dibutuhkan. Alhamdulillah.
***
“Siapa sih yang ambil sandalku, koq tidak ada?” Yuni
cemberut di tangga masjid kampus sambil terus menerus mencari sandalnya yang
hilang entah ke mana.
“Apa ini yang kamu cari?”
Seorang pemuda yang dikenalnya datang membawa, bak
pangeran yang menemukan sandal cinderellah. Hanya saja benar dia yang sudah
lama ditunggu?
“Ia, benar itu sandalku,” Yuni tersenyum, “Makasih.”
Buru-buru Irwan meletakkan di hadapan gadis yang
sudah berhijab itu. Ya, setelah mendapatkan maaf dari Fitri dulu, Yuni berjanji
akan memperbaiki diri. Walaupun mungkin tidak bisa memiliki hati malaikat
sepertinya, tapi setidaknya bisa mencontoh agar bisa memperbaiki diri dan
meraih cinta ilahi.
Ada jantung yang berdegup kencang. Perasaan tak bisa
melihat Yuni saat itu, padahal Irwan sudah lama tahu tentangnya dan melihatnya,
tapi kali ini dia nampak bersinar. Apakah
ini cinta?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar