Tidak mungkin, pekik Dian dalam
batin. Walau kadang ia tertangkap mata oleh Bayu yang diperhatikan saat
berjalan di muka kelas, memperhatikan hidungnya yang mancung, mata yang sipit
ditambah kegantengan dari tinggi badan yang menjulang, kulit yang putih persis
cowok korea dan kepintarannya selalu menjadi bintang kelas menjadi bahan
pembicaraan guru-guru.
Dia tidak akan pernah tahu bahwa ada seorang gadis culun
tetangga kelasnya yang mengaguminya diam-diam, merindukannya di malam-malam
yang berbintang bahkan yang kelabu sekalipun atau dingin dengan tumpahan hujan
yang menerpa. Peluangnya untuk tertangkap basah memang kerap, tapi apakah
mungkin berdampak baik untuk cinta dalam hatinya? toh, masih saja kan terpendam
– cinta dan rindu yang tertahan.
“Jangan pesimis Dian, cinta butuh
pengorbanan.”
Suara Evi terngiang di telinganya,
teman satu-satunya yang tahu bayangan perasaannya, tak pernah terbiaskan.
“Hanya saja mana mungkin dia suka
ama aku? Mimpi boleh, namun, mimpi yang logis.”
Hei, tidakkah kamu tahu bahwa kadang
mimpi yang tinggi dan dianggap tidak logis bisa saja terjadi, dengan menengok
orang-orang sukses misalnya. Punya mimpi tinggi dan akhirnya bisa terwujud.
Lagi pula, untuk cinta ada yang namanya keajaiban cinta, di mana ia bisa
mendaratkan rindu kepadanya yang tengah menggudahi. Evi menengadah sambil
mengangkat alisnya.
Waktu mulai bergerak. Dian dari
kelas satu sampai kelas tiga SMA meneroboskan hatinya yang tak pernah lekang
untuk Bayu seorang, bentangan semakin lama menetes semakin parah, bahkan
melaut. Berharap apa yang dikatakan Evi terjadi, dan, itu bukanlah hal yang
mustahil.
Haruskah? Seorang gadis yang memulai
duluan. Memang cara seperti ini di dunia canggih dan modern sekarang wanita
biasa yang memulai – mengatakan cinta kepada sang pujaan hati – bicara,
sementara jawabannya sama ketika laki-laki mengatakan cinta, resiko ditolak
atau diterima.
Bujukan dan bisikan Evi membuatnya
bergerak. Mempersiapkan secarik kertas bercorak
bunga-bunga pink dipinggirnya, penanya mulai bercerita tentang kapan dan
di mana ia pertama kali melihat Bayu dan saat itu ia telah jatuh cinta, merasakan
kesesakan dalam ruang rindu.
“Kamu yakin ini akan berhasil Vi?”
Gadis yang berdiri di sampingnya
sekonyong-konyongnya menarik amplop yang berisikan kertas isi hati Dian tadi
dan meletakkannya di atas meja Bayu.
“Tenang aja, pasti berhasil ko q.”
Dian merespon dengan senyuman sambil
hatinya bercampur aduk, khawatir, sedikit legah dan semua karena Bayu.
Takdir menyikapi lain dengan
keinginan, memang surat itu sampai pada Bayu hanya saja ada seorang gadis yang
juga teman sekelas Dian dan Evi mengaku-ngaku bahwa ia yang telah mengirimkan
surat itu – Ria, nama gadis itu – Dan, Bayu percaya saja karena memang surat
cinta itu tanpa nama yang jelas.
“Ini gak boleh dibiarin.”
Sebenarnya hati Dian teramat sedih
menyaksikan Ria bisa dekat dengan Bayu lewat surat cinta yang ditulisnya.
Tetapi apa pentingnya perasaannya? Dan, ia melarang Evi melabrak Ria dan Bayu.
Kebenaran pasti terungkap. Derunya
pun terungkap dan saat mata Bayu menatap Dian, Dian tidak merasakan apa-apa
lagi, selama satu bulan selama surat cinta itu dianggap yang menulis adalah
Ria, Dian bertekad mengenyahkan kerinduannya yang tak ditahu. Dan, berhasil.
Pict source: iwanklovers.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar