post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 24 Oktober 2017

RINDU YANG TAK DITAHUI



            Tidak mungkin, pekik Dian dalam batin. Walau kadang ia tertangkap mata oleh Bayu yang diperhatikan saat berjalan di muka kelas, memperhatikan hidungnya yang mancung, mata yang sipit ditambah kegantengan dari tinggi badan yang menjulang, kulit yang putih persis cowok korea dan kepintarannya selalu menjadi bintang kelas menjadi bahan pembicaraan guru-guru.
Dia tidak akan pernah tahu bahwa ada seorang gadis culun tetangga kelasnya yang mengaguminya diam-diam, merindukannya di malam-malam yang berbintang bahkan yang kelabu sekalipun atau dingin dengan tumpahan hujan yang menerpa. Peluangnya untuk tertangkap basah memang kerap, tapi apakah mungkin berdampak baik untuk cinta dalam hatinya? toh, masih saja kan terpendam – cinta dan rindu yang tertahan.
            “Jangan pesimis Dian, cinta butuh pengorbanan.”
            Suara Evi terngiang di telinganya, teman satu-satunya yang tahu bayangan perasaannya, tak pernah terbiaskan.
            “Hanya saja mana mungkin dia suka ama aku? Mimpi boleh, namun, mimpi yang logis.”
            Hei, tidakkah kamu tahu bahwa kadang mimpi yang tinggi dan dianggap tidak logis bisa saja terjadi, dengan menengok orang-orang sukses misalnya. Punya mimpi tinggi dan akhirnya bisa terwujud. Lagi pula, untuk cinta ada yang namanya keajaiban cinta, di mana ia bisa mendaratkan rindu kepadanya yang tengah menggudahi. Evi menengadah sambil mengangkat alisnya.
            Waktu mulai bergerak. Dian dari kelas satu sampai kelas tiga SMA meneroboskan hatinya yang tak pernah lekang untuk Bayu seorang, bentangan semakin lama menetes semakin parah, bahkan melaut. Berharap apa yang dikatakan Evi terjadi, dan, itu bukanlah hal yang mustahil.
            Haruskah? Seorang gadis yang memulai duluan. Memang cara seperti ini di dunia canggih dan modern sekarang wanita biasa yang memulai – mengatakan cinta kepada sang pujaan hati – bicara, sementara jawabannya sama ketika laki-laki mengatakan cinta, resiko ditolak atau diterima.
            Bujukan dan bisikan Evi membuatnya bergerak. Mempersiapkan secarik kertas bercorak  bunga-bunga pink dipinggirnya, penanya mulai bercerita tentang kapan dan di mana ia pertama kali melihat Bayu dan saat itu ia telah jatuh cinta, merasakan kesesakan dalam ruang rindu.
            “Kamu yakin ini akan berhasil Vi?”
            Gadis yang berdiri di sampingnya sekonyong-konyongnya menarik amplop yang berisikan kertas isi hati Dian tadi dan meletakkannya di atas meja Bayu.
            “Tenang aja, pasti berhasil ko q.”
            Dian merespon dengan senyuman sambil hatinya bercampur aduk, khawatir, sedikit legah dan semua karena Bayu.
            Takdir menyikapi lain dengan keinginan, memang surat itu sampai pada Bayu hanya saja ada seorang gadis yang juga teman sekelas Dian dan Evi mengaku-ngaku bahwa ia yang telah mengirimkan surat itu – Ria, nama gadis itu – Dan, Bayu percaya saja karena memang surat cinta itu tanpa nama yang  jelas.
            “Ini gak boleh dibiarin.”
            Sebenarnya hati Dian teramat sedih menyaksikan Ria bisa dekat dengan Bayu lewat surat cinta yang ditulisnya. Tetapi apa pentingnya perasaannya? Dan, ia melarang Evi melabrak Ria dan Bayu.
            Kebenaran pasti terungkap. Derunya pun terungkap dan saat mata Bayu menatap Dian, Dian tidak merasakan apa-apa lagi, selama satu bulan selama surat cinta itu dianggap yang menulis adalah Ria, Dian bertekad mengenyahkan kerinduannya yang tak ditahu. Dan, berhasil.

Pict source: iwanklovers.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar