post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Rabu, 01 November 2017

SALAH INI




Perasaan senang, gembira, bahagia kian menyusup di kalbu, seperti mendapat durian runtuh, seolah mendapat berlian dari langit. Akhirnya kubisa juga sampai di Korea, bersama sang pacar baru. Kami akan menuju gerbang perjuangan pendidikan yang baru, Kuliah di Korea University.

“Ï’m coming Korea....,” teriakku di alun-alun jalan seketika menuju asrama.
“Disini kita akan megenyam pendidikan dan disini pula kita akan mengawali kisah cinta kita,” tambah Rizky yang ikut melantangkan suara.
Cemistry cinta Niky (Nina-Rizky) telah dimulai, Rizky sangat menyayangi cintannya, akan sepenuhnya menjagaku. Aku yang sempat lumpuh akan cinta, kini berdiri tegak mendampingi orang yang benar-benar menyayangi.
Beberapa hari di negara orang, kian membuatku semangat belajar, mempelajari mendalam studi arsitektur yang kucintai itu. Dilalu lalang kuhendak membaca cermat sebuah buku, hingga membuatku tak sadar Rizky dibelakangku.
“Anyyeong Anseo......,” celoteh Rizky menutup mataku.
“Sorry, who are you?” kubingung dan bertanya siapa yang menutup penglihatanku.
Ketika tangannya terlepas, kuberbalik memandang rupa sang pengaget. Senyuman Kiky langsung menyapa lalu kupukul-pukul dengan manja.
“Nina....,” terdengar suara Kevin menyeruak diantara kami, keluar dari sebuah mobil taxi. Dia berlari menghampiri dan mendekapku.
Aku hanya diam, Rizky hendak melaju tapi kuraih tangannya dan melapas dekapan itu.
“Maaf Vin, aku mau jalan-jalan dulu sama Kiky, pacar aku,” tegasku.
Merasa tidak dianggap tak dirasa olehnya, seperti mati rasa dan meskipun aku berlalu begitu saja.
“Salah ini dulu menyakitimu, aku janji akan merebut kembali hatimu,” tukas Kevin.
Kevin juga kuliah di Korea, meskipun tidak bernaung dengan kampus yang sama, namun secara kebetulan dia duduk dalam satu fakultas dengan Rizky.
“Kamu jangan senang dulu, karena belum tentu bisa lanjut terus dengan Nina,” kata Kevin saat menemui Rizky di kantin kampus.
“Kamu kenapa bicara begitu?” tanya Rizky keheranan.
Kevin berlalu dan tidak menghiraukan pertanyaan itu, dan malah pergi mencariku.
***
“Nina bagaimana kuliah kamu hari ini ?” tanya Kevin.
“Kevin koq bisa disini ?” kubalik bertanya.
Dia hanya menyampulkan senyuman dan perlahan membuatku tertawa dengan kata humoris. Dari jauh sepasang mata Rizky memandang. Dia mulai mendekat dan segenap perhatianku tersohor padanya. Kevin yang menyaksikan seakan menonjok wajahnya.
“Beb... nanti malam kita jalan youk, aku mau bawa kamu ke sebuah tempat,” timpal Rizky ingin memanas-manasi Kevin.
Kevin tidak tahan dengan kemesraan itu dan mulai meninggalkan kami. Dia mengendarai mobilnya dengan pikiran yang melayang-layang. Berhenti di sebuah danau yang nampak ramai. Perlahan melangkah ke tepian.
“Seandainya aku bisa mengerti kamu waktu itu, aku pasti bersama kamu sekarang,” bualannya dalam kesedihan.
Dia meratapi nasib cintanya, ditemani rintikan hujan yang seakan juga mengerti dengan raungan hatinya sekarang. Seraya memandang langit mendung, namun pikirannya berkiprah padaku. Mengingat perjuanganku mengejar cintanya dulu dan berniat berlakon yang sama. Berharap cintanya kan membaik.
Cara demi cara ia lakukan, tapi dengan kekuatan cinta yang sewajarnya. Mencoba membuatku terbakar cemburu saat ia menebarkan pesona ketampanannya pada teman-teman kampusku. Namun tidak ada reaksi apapun dariku.
“Do you want to go together me at tonight?” tanya Kevin
`           Kevin berhasil membuat teman-temanku terjatuh dalam pesonanya deangan gombalan-gombalan yang jitu.
Sedang aku hanya menggelengkan kepala dan memberikan jempol padanya.
“Apa kamu tidak jelez melihat kedekatanku dengan teman-temanmu tadi?” tanya Kevin mendekat.
“Ngapain cemburu aku kan dah punya Kiky,” jawabku seraya melambaikan tangan saat melihat pemilik hati datang mendekat.
Kembali menyaksikan keharmonisan diantara kami, yang semakin erat dan tak terpisahkan.
“Sayang apa kabar kamu hari ini? kamu tahu aku sangat merindukanmu,” gerutu Rizky sambil memegang tanganku, lagi-lagi ingin membuat Kevin cemburu.
Tiba-tiba sebuah lemparan batu yang tidak tahu datang dari mana arahnya, ingin menghantamku, Rizky hendak menolong namun terjatuh dan malah Kevin yang berhasil melindungi.
“Aw...,” buaian Kevin dalam kesakitan.
Kecemasan membumbui pikiranku tentang Rizky yang terjatuh, mengabaikan orang yang telah menolongku.
“Ki... kamu gak apa-apa?” tanyaku khawatir.
Perasaan sedih mengelabuhi Kevin, merasa perbuatannya tidak dihiraukan dan tak bernilai di mata orang yang dicintainya. Meskipun begitu rasanya tetap berkiprah. Setiap hari saat ku keluar dari pintu asrama, pasti ada sekuntum mawar menyapa di pagi buta. Secarik kertas bertuliskan “By my heart” .
“Makasih Ky, bunganya tadi pagi,” ucapku dengan nada berbunga-bunga.
Kesalahpahaman yang kugapai terhadap tingkah Kevin yang kusangka Rizky, semakin beralasan ketika pemilik hati juga mengaku-ngaku.
***
Semalaman di kampus, membuat penat mengerjakan tugas dan akhirnya kelar. Malam itu angin dingin berhembus menemani perjalananku, di tengah kesendirianku berjalan sekelompok preman-preman hendak menghadang, berniat jahat. Rizky tiba dan ingin menolong, namun apa daya dia cuma sendiri.
Preman-preman itu kembali ingin melanjutkan niat jahatnya, tetapi Kevin juga datang dan ia terkena tusukan pisau. Kuberteiak sekencang-kencangya dan akhirnya banyak orang yang membantu. Mereka menangkap penjahat-penjahat itu.
Kondisi Kevin kian memburuk, aku dan Rizky membawanya ke rumah sakit.
“Ya Allah Vin.... kenapa kamu lakuin ini? Padahal aku selalu mengabaikan kebaikanmu,” kataku dengan merasa bersalah.
“Kevin.... bagaimana ini bisa terjadi padamu?” kata Chika yang ternyata di rumah sakit ini juga berobat.
Chika sakit kanker stadium empat, dia ke Korea untuk berobat. Karena itulah ia meninggalkan Kevin tanpa alasan.
Kami semua menghawatirkan kondisi Kevin, namun setelah beberapa jam menunggu dokter menyatakan bahwa dia sudah melewati masa kritisnya. Ia siuman dan memanggil namaku.
“Nina... Nina.... Nina....,”
Kuberanjak menuju kamarnya, Rizky dan Chika hanya melihat dari kaca jendela. Mereka naampak cemburu melihat kedekatan kami, kuberusaha membalas budi Kevin yang telah menolong.
“Ky... maafkan aku ya, akhir-akhir ini sepertinya aku akan banyak menghabiskan waktuku dengan Kevin, tapi ini cuma sementara sampai dia sembuh aja,” ucapku pada pacar yang sangat aku sayangi.
“Aku bisa ngerti koq, kamu jangan khawatir. Harusnya aku yang bisa ngelindungin kamu waktu itu,” kata Rizky memelas.
Kutidak membiarkannya meresapi pikiran semacam itu, sudah jalannya dan bukan semata-mata karena kemauannya.
Di tengah terik matahari, aku naik bis halte. Ketika sampai di rumah sakit, tak sengaja aku mengamati Chika bicara dengan seorang cowok.
“Stef... maaf ya, aku selalu nyusahin kamu dengan penyakitku ini, kamu memang sahabatku yang paling baik,” titah Chika yang sedang duduk di kursi roda.
“Stef... kamu mau hidup sama orang penyakitan kayak aku. Yang umurnya dua atau tiga bulan lagi ?” tambah gadis itu yang terlihat pasrah.
“Chik aku mau... dan aku ikhlas koq melakukan semua ini,” tutur Stef.
Tidak tahu kenapa, mataku berlinangan air mata mendengar ucapan mereka, membuatku sadar mengapa Chika memutuskan Kevin. Aku ingin memberitahu Kevin, namun Rizky lebih dulu bicara sesuatu dengannya.
“Vin.... thanks ya kamu dah nolongin Nina. Tapi lain kali jangan pernah lakuin itu lagi,” pinta Rizky.
“Emang kenapa? kamu kan gak bisa ngelindungin dia, dan kamu bohogkan sama dia kalau kamu yang tiap pagi ngasiin dia bunga, padahal itu dari aku,” ucap Kevin dengan tatapan tajam.
Rizky terdiam dan aku yang mendengar dari balik pintu akan semua kebenaran itu. Sungguh kekecewaan kepadanya itu timbul, kumasuk di kamar Kevin dan Rizky mencoba menjelaskan, tetapi kumalah menyuruhnya pergi meninggalkan kami.
“Aku kecewa banget sama kamu Ky, sekarang juga pergi dari sini!”
Dia pergi, meskipun sebenarnya tidak rela. Aku juga sebenarnya tidak tega melakukan itu. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku sungguh kecewa padanya. Hubungan kami sekarang mengalami kerenggangan, karena keegoisanku yang tak kunjung memaafkannya.
***
Sore hari aku dan Kevin berjalan-jalan di halaman rumah sakit, terlihat dari jauh Rizky selalu menjaga namun aku berpura-pura tidak tahu. Di sana tenyata ada Chika dan Stef, saat itulah Kevin mengetahui semuanya.
Kevin begitu tajam menatap mereka, aku tahu kerinduan di hati Chika dan Kevin tersemat begitu dalam, terlihat jelas dimata mereka.
“Kevin...,” tatih Chika.
“Ngapain kamu panggil-panggil aku, sudah puas kamu ninggalin aku,” tukas Kevin.
Aku dan Stef hanya terdiam, Kevin sesegera mungkin ingin kembali ke kamarnya. Aku mencoba menjelaskan yang sebenarnya terjadi padanya. Hingga dia mengerti dan merasa sakit tidak tahu apa-apa tentang Chika.
“Jadi bagaimana kamu selama ini? menderita sendiri dan tak mau melibatkan aku. Tapi kenapa?” tanya Kevin dan menangisi keadaan.
Kerap kali Chika ingin memberitahunya, namun apa daya dia sadar tak ingin membuat orang yang dicintainya bersedih. Menangis mendengar pengakuan itu. Kevin sadar juga sekarang, tak selayaknya kembali ke Chika, ia tahu orang yang selama ini disisinya.
“Tapi Chik... ini mungkin sudah jalan kita. Sekarang aku sedang mengejar kembali cintaku yang sejati,” tutur Kevin dan melihat ke arah Nina.
Chika menangis dengan tatapan sayu, mengeluarkan air bening dimatanya. Rizky juga menyaksikan semuanya. Sedang Stef seolah mengerti akan apa yang sebenarnya terjadi. keadaan Chika, sahabat sekaligus orang yang dicintainya.
Aku menjauh dari sana dan membiarkan Chika juga Kevin menyesali keadaan sementara. Stef merasa pilu melihat orang yang dicintainya terluka.
Setelah kejadian itu aku termenung, di kamar jendela serambi memandang rembulan berarus air mata yang jatuh tak tertahankan. Menahan segejolak rindu bertemu dengan Rizky. Aku pun ingin memperbiki semuanya.
Aku dan Stef kerja sama mempertemukan Chika dan Kevin, saat bertemu, kutahu ada rindu yang tersemat dihati mereka.
“Vin... aku tahu kamu masih sayang sama Chika, kamu gak boleh bohongin perasaan kamu. Aku tuh sekarang gak akan bisa sama kamu dan tak akan pernah bisa, karena aku tahu perasaanmu padaku hanyalah rasa bersalah. Sekarang aku ingin kalian bersatu kembali, Vin jaga Chika. Jaga cintamu yang sesungguhnya,”ucapku pada Kevin dan menyatukan tangan keduanya.
Kevin pun memegang erat tangan Chika, Stef hanya bisa tersenyum dalam duka dan aku pun tersenyum senang, meski, aku sendiri tidak tahu nasib cintaku nanti.
Aku kembali berjalan sendirian, menuju sebuah pantai dan duduk di bibirnya. Memandang mentari yang sebentar lagi akan tenggelam. Tiba-tiba Rizky datang dan duduk disampingku, aku menatapnya dengan tatapan rindu setengah mati. Aku memeluknya dan mendekapnya.
“Ki.... maafkan aku. Maaf..... aku gak bisa jauh dari kamu, aku kangen sama kamu,” gumamku sembari menitikan air mata.
“Kenapa kamu yang minta maaf? harusnya aku kan...dan aku juga sangat mrindukanmu,” jawabnya sambil membalas dekapanku.
Cinta kami tersemat kembali, mengukir cinta dalam kejujuran. Yakin dengan cinta sejati yang akan ada di antara kami, meski banyak rintangan yang datang membentang.

THE END

Pict source: katagambar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar