
“Ï’m
coming Korea....,” teriakku di alun-alun jalan seketika menuju asrama.
“Disini
kita akan megenyam pendidikan dan disini pula kita akan mengawali kisah cinta
kita,” tambah Rizky yang ikut melantangkan suara.
Cemistry
cinta Niky (Nina-Rizky) telah dimulai, Rizky sangat menyayangi cintannya, akan
sepenuhnya menjagaku. Aku yang sempat lumpuh akan cinta, kini berdiri tegak
mendampingi orang yang benar-benar menyayangi.
Beberapa
hari di negara orang, kian membuatku semangat belajar, mempelajari mendalam
studi arsitektur yang kucintai itu. Dilalu lalang kuhendak membaca cermat
sebuah buku, hingga membuatku tak sadar Rizky dibelakangku.
“Anyyeong Anseo......,”
celoteh Rizky menutup mataku.
“Sorry, who are you?”
kubingung dan bertanya siapa yang menutup penglihatanku.
Ketika
tangannya terlepas, kuberbalik memandang rupa sang pengaget. Senyuman Kiky
langsung menyapa lalu kupukul-pukul dengan manja.
“Nina....,”
terdengar suara Kevin menyeruak diantara kami, keluar dari sebuah mobil taxi.
Dia berlari menghampiri dan mendekapku.
Aku
hanya diam, Rizky hendak melaju tapi kuraih tangannya dan melapas dekapan itu.
“Maaf
Vin, aku mau jalan-jalan dulu sama Kiky, pacar aku,” tegasku.
Merasa
tidak dianggap tak dirasa olehnya, seperti mati rasa dan meskipun aku berlalu
begitu saja.
“Salah
ini dulu menyakitimu, aku janji akan merebut kembali hatimu,” tukas Kevin.
Kevin
juga kuliah di Korea, meskipun tidak bernaung dengan kampus yang sama, namun
secara kebetulan dia duduk dalam satu fakultas dengan Rizky.
“Kamu
jangan senang dulu, karena belum tentu bisa lanjut terus dengan Nina,” kata
Kevin saat menemui Rizky di kantin kampus.
“Kamu
kenapa bicara begitu?” tanya Rizky keheranan.
Kevin
berlalu dan tidak menghiraukan pertanyaan itu, dan malah pergi mencariku.
***
“Nina
bagaimana kuliah kamu hari ini ?” tanya Kevin.
“Kevin
koq bisa disini ?” kubalik bertanya.
Dia
hanya menyampulkan senyuman dan perlahan membuatku tertawa dengan kata humoris.
Dari jauh sepasang mata Rizky memandang. Dia mulai mendekat dan segenap
perhatianku tersohor padanya. Kevin yang menyaksikan seakan menonjok wajahnya.
“Beb...
nanti malam kita jalan youk, aku mau bawa kamu ke sebuah tempat,” timpal Rizky
ingin memanas-manasi Kevin.
Kevin
tidak tahan dengan kemesraan itu dan mulai meninggalkan kami. Dia mengendarai
mobilnya dengan pikiran yang melayang-layang. Berhenti di sebuah danau yang
nampak ramai. Perlahan melangkah ke tepian.
“Seandainya
aku bisa mengerti kamu waktu itu, aku pasti bersama kamu sekarang,” bualannya
dalam kesedihan.
Dia
meratapi nasib cintanya, ditemani rintikan hujan yang seakan juga mengerti
dengan raungan hatinya sekarang. Seraya memandang langit mendung, namun
pikirannya berkiprah padaku. Mengingat perjuanganku mengejar cintanya dulu dan
berniat berlakon yang sama. Berharap cintanya kan membaik.
Cara
demi cara ia lakukan, tapi dengan kekuatan cinta yang sewajarnya. Mencoba
membuatku terbakar cemburu saat ia menebarkan pesona ketampanannya pada
teman-teman kampusku. Namun tidak ada reaksi apapun dariku.
“Do
you want to go together me at tonight?” tanya Kevin
` Kevin berhasil membuat teman-temanku
terjatuh dalam pesonanya deangan gombalan-gombalan yang jitu.
Sedang
aku hanya menggelengkan kepala dan memberikan jempol padanya.
“Apa
kamu tidak jelez melihat kedekatanku dengan teman-temanmu tadi?” tanya Kevin
mendekat.
“Ngapain
cemburu aku kan dah punya Kiky,” jawabku seraya melambaikan tangan saat melihat
pemilik hati datang mendekat.
Kembali
menyaksikan keharmonisan diantara kami, yang semakin erat dan tak terpisahkan.
“Sayang
apa kabar kamu hari ini? kamu tahu aku sangat merindukanmu,” gerutu Rizky
sambil memegang tanganku, lagi-lagi ingin membuat Kevin cemburu.
Tiba-tiba
sebuah lemparan batu yang tidak tahu datang dari mana arahnya, ingin
menghantamku, Rizky hendak menolong namun terjatuh dan malah Kevin yang
berhasil melindungi.
“Aw...,”
buaian Kevin dalam kesakitan.
Kecemasan
membumbui pikiranku tentang Rizky yang terjatuh, mengabaikan orang yang telah
menolongku.
“Ki...
kamu gak apa-apa?” tanyaku khawatir.
Perasaan
sedih mengelabuhi Kevin, merasa perbuatannya tidak dihiraukan dan tak bernilai
di mata orang yang dicintainya. Meskipun begitu rasanya tetap berkiprah. Setiap
hari saat ku keluar dari pintu asrama, pasti ada sekuntum mawar menyapa di pagi
buta. Secarik kertas bertuliskan “By my heart” .
“Makasih
Ky, bunganya tadi pagi,” ucapku dengan nada berbunga-bunga.
Kesalahpahaman
yang kugapai terhadap tingkah Kevin yang kusangka Rizky, semakin beralasan
ketika pemilik hati juga mengaku-ngaku.
***
Semalaman
di kampus, membuat penat mengerjakan tugas dan akhirnya kelar. Malam itu angin
dingin berhembus menemani perjalananku, di tengah kesendirianku berjalan
sekelompok preman-preman hendak menghadang, berniat jahat. Rizky tiba dan ingin
menolong, namun apa daya dia cuma sendiri.
Preman-preman
itu kembali ingin melanjutkan niat jahatnya, tetapi Kevin juga datang dan ia
terkena tusukan pisau. Kuberteiak sekencang-kencangya dan akhirnya banyak orang
yang membantu. Mereka menangkap penjahat-penjahat itu.
Kondisi
Kevin kian memburuk, aku dan Rizky membawanya ke rumah sakit.
“Ya
Allah Vin.... kenapa kamu lakuin ini? Padahal aku selalu mengabaikan
kebaikanmu,” kataku dengan merasa bersalah.
“Kevin....
bagaimana ini bisa terjadi padamu?” kata Chika yang ternyata di rumah sakit ini
juga berobat.
Chika
sakit kanker stadium empat, dia ke Korea untuk berobat. Karena itulah ia
meninggalkan Kevin tanpa alasan.
Kami
semua menghawatirkan kondisi Kevin, namun setelah beberapa jam menunggu dokter
menyatakan bahwa dia sudah melewati masa kritisnya. Ia siuman dan memanggil
namaku.
“Nina...
Nina.... Nina....,”
Kuberanjak
menuju kamarnya, Rizky dan Chika hanya melihat dari kaca jendela. Mereka
naampak cemburu melihat kedekatan kami, kuberusaha membalas budi Kevin yang
telah menolong.
“Ky...
maafkan aku ya, akhir-akhir ini sepertinya aku akan banyak menghabiskan waktuku
dengan Kevin, tapi ini cuma sementara sampai dia sembuh aja,” ucapku pada pacar
yang sangat aku sayangi.
“Aku
bisa ngerti koq, kamu jangan khawatir. Harusnya aku yang bisa ngelindungin kamu
waktu itu,” kata Rizky memelas.
Kutidak
membiarkannya meresapi pikiran semacam itu, sudah jalannya dan bukan
semata-mata karena kemauannya.
Di
tengah terik matahari, aku naik bis halte. Ketika sampai di rumah sakit, tak
sengaja aku mengamati Chika bicara dengan seorang cowok.
“Stef...
maaf ya, aku selalu nyusahin kamu dengan penyakitku ini, kamu memang sahabatku
yang paling baik,” titah Chika yang sedang duduk di kursi roda.
“Stef...
kamu mau hidup sama orang penyakitan kayak aku. Yang umurnya dua atau tiga
bulan lagi ?” tambah gadis itu yang terlihat pasrah.
“Chik
aku mau... dan aku ikhlas koq melakukan semua ini,” tutur Stef.
Tidak
tahu kenapa, mataku berlinangan air mata mendengar ucapan mereka, membuatku sadar
mengapa Chika memutuskan Kevin. Aku ingin memberitahu Kevin, namun Rizky lebih
dulu bicara sesuatu dengannya.
“Vin....
thanks ya kamu dah nolongin Nina. Tapi lain kali jangan pernah lakuin itu
lagi,” pinta Rizky.
“Emang
kenapa? kamu kan gak bisa ngelindungin dia, dan kamu bohogkan sama dia kalau
kamu yang tiap pagi ngasiin dia bunga, padahal itu dari aku,” ucap Kevin dengan
tatapan tajam.
Rizky
terdiam dan aku yang mendengar dari balik pintu akan semua kebenaran itu.
Sungguh kekecewaan kepadanya itu timbul, kumasuk di kamar Kevin dan Rizky mencoba
menjelaskan, tetapi kumalah menyuruhnya pergi meninggalkan kami.
“Aku
kecewa banget sama kamu Ky, sekarang juga pergi dari sini!”
Dia
pergi, meskipun sebenarnya tidak rela. Aku juga sebenarnya tidak tega melakukan
itu. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku sungguh kecewa padanya.
Hubungan kami sekarang mengalami kerenggangan, karena keegoisanku yang tak
kunjung memaafkannya.
***
Sore
hari aku dan Kevin berjalan-jalan di halaman rumah sakit, terlihat dari jauh
Rizky selalu menjaga namun aku berpura-pura tidak tahu. Di sana tenyata ada
Chika dan Stef, saat itulah Kevin mengetahui semuanya.
Kevin
begitu tajam menatap mereka, aku tahu kerinduan di hati Chika dan Kevin
tersemat begitu dalam, terlihat jelas dimata mereka.
“Kevin...,”
tatih Chika.
“Ngapain
kamu panggil-panggil aku, sudah puas kamu ninggalin aku,” tukas Kevin.
Aku
dan Stef hanya terdiam, Kevin sesegera mungkin ingin kembali ke kamarnya. Aku
mencoba menjelaskan yang sebenarnya terjadi padanya. Hingga dia mengerti dan
merasa sakit tidak tahu apa-apa tentang Chika.
“Jadi
bagaimana kamu selama ini? menderita sendiri dan tak mau melibatkan aku. Tapi
kenapa?” tanya Kevin dan menangisi keadaan.
Kerap
kali Chika ingin memberitahunya, namun apa daya dia sadar tak ingin membuat
orang yang dicintainya bersedih. Menangis mendengar pengakuan itu. Kevin sadar
juga sekarang, tak selayaknya kembali ke Chika, ia tahu orang yang selama ini
disisinya.
“Tapi
Chik... ini mungkin sudah jalan kita. Sekarang aku sedang mengejar kembali
cintaku yang sejati,” tutur Kevin dan melihat ke arah Nina.
Chika
menangis dengan tatapan sayu, mengeluarkan air bening dimatanya. Rizky juga
menyaksikan semuanya. Sedang Stef seolah mengerti akan apa yang sebenarnya
terjadi. keadaan Chika, sahabat sekaligus orang yang dicintainya.
Aku
menjauh dari sana dan membiarkan Chika juga Kevin menyesali keadaan sementara.
Stef merasa pilu melihat orang yang dicintainya terluka.
Setelah
kejadian itu aku termenung, di kamar jendela serambi memandang rembulan berarus
air mata yang jatuh tak tertahankan. Menahan segejolak rindu bertemu dengan
Rizky. Aku pun ingin memperbiki semuanya.
Aku
dan Stef kerja sama mempertemukan Chika dan Kevin, saat bertemu, kutahu ada
rindu yang tersemat dihati mereka.
“Vin...
aku tahu kamu masih sayang sama Chika, kamu gak boleh bohongin perasaan kamu.
Aku tuh sekarang gak akan bisa sama kamu dan tak akan pernah bisa, karena aku
tahu perasaanmu padaku hanyalah rasa bersalah. Sekarang aku ingin kalian
bersatu kembali, Vin jaga Chika. Jaga cintamu yang sesungguhnya,”ucapku pada
Kevin dan menyatukan tangan keduanya.
Kevin
pun memegang erat tangan Chika, Stef hanya bisa tersenyum dalam duka dan aku
pun tersenyum senang, meski, aku sendiri tidak tahu nasib cintaku nanti.
Aku
kembali berjalan sendirian, menuju sebuah pantai dan duduk di bibirnya.
Memandang mentari yang sebentar lagi akan tenggelam. Tiba-tiba Rizky datang dan
duduk disampingku, aku menatapnya dengan tatapan rindu setengah mati. Aku
memeluknya dan mendekapnya.
“Ki....
maafkan aku. Maaf..... aku gak bisa jauh dari kamu, aku kangen sama kamu,”
gumamku sembari menitikan air mata.
“Kenapa
kamu yang minta maaf? harusnya aku kan...dan aku juga sangat mrindukanmu,”
jawabnya sambil membalas dekapanku.
Cinta
kami tersemat kembali, mengukir cinta dalam kejujuran. Yakin dengan cinta
sejati yang akan ada di antara kami, meski banyak rintangan yang datang
membentang.
THE END
Pict source: katagambar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar