post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Jumat, 10 November 2017

Special Love (6)



PESURUH
“Jika kau tahu apa yang sebenarnya terjadi saat menyentuhmu dengan pandangan, hatiku berdegup sangat kencang”
 

“Thank you,” ucapnya penuh terima kasih.
Ferli membalas dengan sunggingan menawan.

Irma menikmati perjalanannya. Berisian dengan seorang pahlawan yang siap melindungi dari marabahaya. Sosok tampan dengan tubuh menjulang. Jujur dari hatinya, bukan hanya senyuman dan parasnya yang membuat terpesona, namun kesholehannya yang selalu menjaga jarak yang bukan muhrim dan mahramnya. Pasti sama-sama cepat menundukan wajah kalau tertangkap saling bertatapan. Kelepasan. Lucu. Hanya saja hal yang tidak bisa ditawar-tawar kalau belum halal.
Jika Karin melihat, maka pasti akan jingkrak seperti biasanya. Apalagi sudah ada kemajuan. Akhirnya sahabatku sudah mendapatkan cinta sejatinya dan itu semua berkat dan dukunganku. Pasti itu yang diucapkan.
“Alhamdulillah. Kita sudah sampai, masuk gih!” katanya sambil melihat pagar besi hitam di luar asrama.
Astagfirullah, koq waktu cepat banget sih? Bantahnya dalam hati. Kemudian Irma membalikkan badan setelah mengucapkan terima kasih untuk yang kelima kalinya.
Mereka tidak lagi jalan berisian. Melainkan Ferli mengikutinya dari belakang. Dan, sebelum sampai di pintu masuk lift, gadis yang sedang mengenakan hijab kuning itu melihat tingkah pahlawannya yang ingin bicara, namun nampak ragu-ragu. Haruskah ia yang memulai?
“Kak.....”
Oh my God, kali ini tanpa pikir panjang seenaknya memanggil kakak yang hanya direspon dengan senyuman tipis.
“Ia, kenapa?”
“Kakak, sepertinya mau ngomong sesuatu. Ngomong aja?”
Tiba-tiba tangannya bergetar. Apakah ia merasa malu karena sudah tertangkap basah?
“Kak, ada tidak? Kalau ada, bicara saja tidak apa-apa koq,” matanya membulat manis.
Semakin jelas rasa kikuk di diri Ferli.
“Um. Anu.... anu...  Apa namanya.....”
“Ia, apa? Bicara saja!” sekali lagi mencoba meyakinkan.
“Aku mau ngajarin kamu mau gitar,” katanya lembut.
Allah. Bolehkah aku pingsan sekarang? Pemuda ini benar-benar menghanyutkanku ke dalam mimpi segala rupa.
“Memangnya boleh?”
“Boleh, tapi ada syaratnya,” kini sikapnya sudah kembali seperti semula.
“Kamu harus mau jadi pesuruhku selama satu semester. Terutama untuk bantu ngetik tugas kuliahku. Ingat kamu hanya bantu ngetik,” alisnya terangkat.
“Ok.....” sekonyong-konyongnya mengiyakan.
“Hei, kalau mau pacaran jangan di depan lift dong,” suara seorang gadis yang ternyata sudah dari tadi ingin masuk lift namun terhalau yang hanya direspon dengan tawa tipis.
***
Tok-tok-tok.
“Ia, siapa? Sebentar....” Irma membangunkan diri yang sebenarnya masih ingin menikmati hari libur, tapi entah siapa yang merusak hari minggunya dengan pintu mengetuk pagi buta.
Tok-tok-tok. Bunyi ketukan di pintu semakin keras saja. Mau tidak mau, ia harus segera bangkit dan, oh my God....
“Kak Ferli, ada apa pagi-pagi?” kekesalannya tiba-tiba padam.
“Hari ini kamu sudah harus menjalani tugasmu sebagai pesuruh,” katanya tegas.
“Apa? Hari ini?” mata Irma membelalak.
“Ia, hari ini. Kenapa, kamu tidak mau?” alisnya terangkat.
Hampir seratus dua puluh detik tidak ada jawaban, membuat Ferli sedikit kesal.
“Kalau tidak mau, aku juga tidak akan mau ngajarin kamu,” kemudian membalikkan badan.
“Ok. Ok. Aku mau. Tapi, aku mandi dulu ya!” katanya memohon.
“Baik, aku tunggu di lobby asrama.”
Ferli tersenyum seenaknya dan berlalu pagi.
Suka sih suka, tapi kalau mengganggu hari liburnya sebenarnya ia tidak mau. Kalau bukan karena alasan terpenting untuk diajar gitar, mungkin bisa tidur sepuasnya seperti biasanya. Pekiknya dalam hati, sambil mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. 


Pict source: gambarzoom.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar