GOMBAL
“Biarkan
aku selalu menjadi yang pertama”
Membuat
diri tersenyum terpaksa adalah salah satu hal yang paling sulit dilakukan di
dunia ini. Dan, itu dilakukan keduanya kemarin-kemarin.
Keduanya tahu betul apa yang dinamakan dekat tapi
terasa sangat jauh. Saling membuang muka padahal rindu tertancap dengan kuat di
hati.
Dan, menangis sekarang.
Irma menangis tersedu-sedu sambil terus menunduk.
Air matanya membuat jilbabnya basah. Ferli membiarkannya, toh dengan menangis
akan membuat perasaan lega setelahnya. Meskipun perasaannya juga bercampur
aduk, menyesal telah membuat waktu terlalu lama mengalun, sampai-sampai
kesalahpahaman membuat gadis yang disayanginya sakit pun diri sendiri. Bagai
meruas di lorong gelap tanpa seutas cahaya pun, meskipun keduanya berhadapan
dan saling mencari tak akan pernah tahu bahwa mereka telah mendekat.
“Apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar, belum
tentu itu yang terjadi,” kini Ferli sudah mulai bersuara.
Irma terperangah, menghentikan tangisnya. Perlahan mengusap
air matanya dan menatap mendung pemuda yang ada di sampingnya.
“Meskipun begitu, biarlah kesalahpahaman ini menjadi
pelajaran bagi kita. Jangan diungkit-ungkit lagi,” Ferli membalas sentuhan mata
Irma.
Gadis itu hanya mengangguk-angguk.
“Kamu harus janji sama aku, jangan pernah jauhin aku
lagi karena kalau itu terjadi seolah kiamat akan datang menghampiriku,” ucap
Ferli tegas.
Terciduk. Sekarang perasaan Irma terganti dengan
perasaan kikuk. Bahkan wajahnya yang tadi tergenang dengan air mata kini sudah
memerah merona.
“Kamu mau kan janji sama aku,” Ferli penuh harap.
Sebenarnya untuk mengatakan ya sangat mudah namun
karena salah tingkah maka hanya anggukan pelan yang ia berikan lagi. Ferli
tersenyum ringan dan dibalasnya dengan senyuman cantik.
“Kamu tahu tidak? Kalau aku sangat merindukanmu.”
Oh,
my to the God. Perasaan Irma kin menjadi-jadi. Hah.
Ferli benar-benar pintar mengaduk-ngaduk hatinya. Dan,sebentar lagi seakan
ingin meledak. Pekik Irma dalam batin.
“Kamu juga tahu tidak? Kalau hatiku sekarang seakan
ingin meledak,” pun Ferli seakan tahu apa yang ada di pikiran gadis yang
sekarang benar-benar memerah.
Untungnya Karin datang di saat yang tepat.
“Assalamualaikum.....” ucapnya menyembunyikan
kesenangan.
Ya, dia pun bahagia melihat sahabatnya seperti kepiting
yang sudah digoreng. Memerah.
“Waalaiakumsalam,” jawab Ferdi.
“Maaf ya ganggu. Aku hanya mau kasih tahu Irma,
kalau sebentar lagi kita akan masuk. Pak Dosen udah mau naik tangga tuh. Ayo,”
ajak Karin.
“Oh ya udah. Kalau gitu aku mau ke kelas aku juga,”
Ferli bangkit.
Pun Irma juga mengangkat bahu sambil terus mengatur
nafas yang seolah hilang dari jantungnya. Alhamdulillah.
Batin yang penuh syukur.
Sekitar lima langkah mereka saling menjauh, Ferli
memanggil Kirana.
“Tolong jaga Irma ya. Jangan sampai dia dekat dengan
pemuda lain.”
“Apaan sih. Ayo Karin,” cepat-cepat Irma menarik
tangan sahabatnya atau tidak akan benar-benar masak karena sudah lama digoda.
Ferli hanya tertawa tipis.
Dan, di saat keduanya kembali memiliki romansa cinya
yang kian jelas selalu ada hati-hati yang teriris. Padahal tak ada niat mereka
untuk menyakiti. Intan begitu sakit melihat pemuda yang sudah lama dicintainya
diam-diam nampak bahagia dengan gadis yang dicintainya, pun dengan Hasbi,
meskipun baru kenal dengan sosok Irma, ia sudah merasakan cinta sepihak padahal
belum memulai. Ah, apakah arti cinta
ketika bertepuk sebelah tangan? Bukankah hanya akan mengantar pada kesakitan
sembilu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar