post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Rabu, 20 Desember 2017

Special Love (18)

PERSIAPAN
“Aku bahagia kalau kaupun bahagia”

“Aku antar ya.”
“Tidak usah kak.”
“Kalau tidak mau, nanti aku marah loh.” Diikuti emoticon muka berwarna merah.
“Baiklah. Aku tunggu ya sekarang.”
“Siap.”
Ferli memasukkan ponselnya ke saku celana, kemudian mengangkat bahu dan bergegas menuju ke lantai dasar asramanya. Sekitar lima menit berdiri pun gadis yang ditunggu datang.
Kaos pink lengan panjang yang tidak ketat dan rock senada, ditambah hijab dan tanpa polesan make up membuat kecantikan naturalnya keluar, membuat jantung Ferli berdegup kencang.
“Please jangan membuat aku pingsan.”
“Apaan sih. Biasa aj.”
Rupanya Irma sudah belajar untuk tidak salah tingkah setiap kali akan digombal dan dirayu.
“Ya sudah ayo pergi!” ajak Ferli.
Pun keduanya pergi dengan berkendara motor. Meskipun sudah belajar agar tidak keluh di samping Ferli, tapi tidak bisa dipungkirinya setiap kali berdekatan selalu ada gelombang denyutan yang membuat jantung seakan meledak. Allah. Tolong aku! Jangan sampai aku yang malah pingsan. Pekik Irma.
Sampai di depan bangunan yang hampir semuanya isinya alat-alat musik dan terdengar alunan musik dari dalam. Tidak terlalu besar tetapi terlihat sangat elok, bercorak merah senada dengan lantainya. Banyak poster musisi tertempel di luar dan ada baliho berukuran kecil tertulis “Studio Music.”
“Katanya kita mau latihan di taman?” Irma terheran-heran.
Ferli tak menjawab langsung masuk dan hanya memberikan sebuah senyuman ringan.
Irma mendengus nafas panjang.
“Oh mas Ferli kan?” tanya salah satu penjaga studio yang bernama Paijo, terlihat pada tanda pengenal di saku bajunya.
Ferli hanya mengangguk.
“Okay mas, ini kunci ruang studio satu. Ada di lantai dua ya mas, kalau naik tangga langsung belok kanan,” jelas Paijo.
“Okay, makasih.”
Ferli melanjutkan langkahnya dan tidak membiarkan Irma bertanya apapun. Bahkan setelah sampai di ruangan yang dimaksud, Ferli hanya memintanya untuk latihan.
“Sekarang pokoknya kamu latihan di sini. Tidak usah banyak tanya. Pokoknya saya mau kamu tampilnya bagus sekali nanti di ajang terbesar kampus kita.”
“Hu... Koq  maksa sih?” ucapnya berbisik.
“Apa kamu bilang?” Ferli menyeringai.
“Tidak apa-apa,” Irma tersenyum ringan.
Dan, Ferli mengambil dua gitar. Satu untuknya dan satu untuk Irma.
“Okay, lalu kan aku udah ajar beberapa kunci gitar dan alhamdulillah kamu tahu. Sekarang kita coba ya memainkan satu lagu. Tapi, lagu yang akan kamu nyanyikan nanti apa?”
Mata Irma membulat.
“Jangan bilang kamu belum kepikiran.”
Sementara Irma sekarang bereaksi mengigit bibir kemudian menjawab pelan. “Koq tahu?”
“Dasar kamu ya. Terus kamu harus mikirin sekarang juga, lagu yang akan kamu bawakan,” Ferli mengernyit.
“Tapi apa? Aku juga bingung,” gadis itu menggaruk kepalanya.
“Masya Allah. Apa aku yang harus carikan lagu?”
Irma mengangguk dan tersenyum tipis lagi.
“Hmmm. Dasar. Okelah. Kita searching dulu di internet,” kemudian mengambil ipadnya dalam tas.
Sekitar dua menit berjalan, kemudian Ferli memperlihatkan deretan lagu yang lagi trend-trendnya. “Ah, sekarang kamu lihat sekarang tangga lagu nih. Kemudian kamu pilih!”
Irma mengambil tanpa sengaja menyentuh tangan Ferli. Buru-buru mengambilnya dan meminta maaf. Pemuda itu hanya tertawa kecil.
“Aku pilih lagu Marsha aja deh, hati terlatih,” kata Irma.
“Coba kamu cari kunci gitarnya!” Ferli mengangkat alisnya.
Sekitar satu menit, akhirnya ia menemukannya. Meskipun baru pertama kali memainkannya dan masih tahap belajar, Irma sangat cepat menguasai. Mungkin ini yang dinamakan otodidak. Pekik Ferli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar