PERSIAPAN
“Aku
bahagia kalau kaupun bahagia”
“Aku
antar ya.”
“Tidak usah kak.”
“Kalau tidak mau, nanti aku marah loh.” Diikuti
emoticon muka berwarna merah.
“Baiklah. Aku tunggu ya sekarang.”
“Siap.”
Ferli memasukkan ponselnya ke saku celana, kemudian
mengangkat bahu dan bergegas menuju ke lantai dasar asramanya. Sekitar lima
menit berdiri pun gadis yang ditunggu datang.
Kaos pink lengan panjang yang
tidak ketat dan rock senada, ditambah hijab dan tanpa polesan make up membuat
kecantikan naturalnya keluar, membuat jantung Ferli berdegup kencang.
“Please jangan membuat aku pingsan.”
“Apaan sih. Biasa aj.”
Rupanya Irma sudah belajar untuk tidak salah tingkah
setiap kali akan digombal dan dirayu.
“Ya sudah ayo pergi!” ajak Ferli.
Pun keduanya pergi dengan berkendara motor. Meskipun
sudah belajar agar tidak keluh di samping Ferli, tapi tidak bisa dipungkirinya
setiap kali berdekatan selalu ada gelombang denyutan yang membuat jantung
seakan meledak. Allah. Tolong aku! Jangan
sampai aku yang malah pingsan. Pekik Irma.
Sampai di depan bangunan yang hampir semuanya isinya
alat-alat musik dan terdengar alunan musik dari dalam. Tidak terlalu besar
tetapi terlihat sangat elok, bercorak merah senada dengan lantainya. Banyak
poster musisi tertempel di luar dan ada baliho berukuran kecil tertulis “Studio
Music.”
“Katanya kita mau latihan di taman?” Irma terheran-heran.
Ferli tak menjawab langsung masuk dan hanya
memberikan sebuah senyuman ringan.
Irma mendengus nafas panjang.
“Oh mas Ferli kan?” tanya salah satu penjaga studio
yang bernama Paijo, terlihat pada tanda pengenal di saku bajunya.
Ferli hanya mengangguk.
“Okay mas, ini kunci ruang studio satu. Ada di
lantai dua ya mas, kalau naik tangga langsung belok kanan,” jelas Paijo.
“Okay, makasih.”
Ferli melanjutkan langkahnya dan tidak membiarkan Irma
bertanya apapun. Bahkan setelah sampai di ruangan yang dimaksud, Ferli hanya
memintanya untuk latihan.
“Sekarang pokoknya kamu latihan di sini. Tidak usah
banyak tanya. Pokoknya saya mau kamu tampilnya bagus sekali nanti di ajang
terbesar kampus kita.”
“Hu... Koq maksa
sih?” ucapnya berbisik.
“Apa kamu bilang?” Ferli menyeringai.
“Tidak apa-apa,” Irma tersenyum ringan.
Dan, Ferli mengambil dua gitar. Satu untuknya dan
satu untuk Irma.
“Okay, lalu kan aku udah ajar beberapa kunci gitar
dan alhamdulillah kamu tahu. Sekarang kita coba ya memainkan satu lagu. Tapi,
lagu yang akan kamu nyanyikan nanti apa?”
Mata Irma membulat.
“Jangan bilang kamu belum kepikiran.”
Sementara Irma sekarang bereaksi mengigit bibir
kemudian menjawab pelan. “Koq tahu?”
“Dasar kamu ya. Terus kamu harus mikirin sekarang
juga, lagu yang akan kamu bawakan,” Ferli mengernyit.
“Tapi apa? Aku juga bingung,” gadis itu menggaruk
kepalanya.
“Masya Allah. Apa aku yang harus carikan lagu?”
Irma mengangguk dan tersenyum tipis lagi.
“Hmmm. Dasar. Okelah. Kita searching dulu di
internet,” kemudian mengambil ipadnya dalam tas.
Sekitar dua menit berjalan, kemudian Ferli
memperlihatkan deretan lagu yang lagi trend-trendnya. “Ah, sekarang kamu lihat
sekarang tangga lagu nih. Kemudian kamu pilih!”
Irma mengambil tanpa sengaja menyentuh tangan Ferli.
Buru-buru mengambilnya dan meminta maaf. Pemuda itu hanya tertawa kecil.
“Aku pilih lagu Marsha aja deh, hati terlatih,” kata
Irma.
“Coba kamu cari kunci gitarnya!” Ferli mengangkat
alisnya.
Sekitar satu menit, akhirnya ia menemukannya.
Meskipun baru pertama kali memainkannya dan masih tahap belajar, Irma sangat
cepat menguasai. Mungkin ini yang
dinamakan otodidak. Pekik Ferli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar