post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 26 Desember 2017

Still Hoping (11)



SARAPAN
“Hati gerah saat menyentuh mata dirimu dengan yang lain”

Fajar menyingsing. Adzan subuh perlahan berkumandang, entah kenapa selalu bisa membangunkan Cantik. Mungkinkah karena kebiasaan menjalankan kewajiban di waktu yang sudah ditentukan? Ya, dari kecil memang kedua orang tuanya sudah mengajarkan tentang apa yang diwajibkan agama, salah satunya adalah sholat yang merupaka tiang agama.

Pun begitu dengan Digta. Walaupun kadang saling membangunkan saat yang satu masih tertidur. Ah. Saling melengkapi dan karena itu ada perasaan yang semakin subur tumbuh di kegersangan hati Cantik. Apalagi ketika melaksanakan sholat berjamaah, usainya perasaan itu akan timbur semakin dalam. Apakah ini yang dinamakan cinta karena Allah? Pekiknya dalam batin.
“Kamu koq bengong?” Digyta terheran-heran. Gadis di sampingnya malah menatap terus alquran di depannya, padahal harusnya dibaca bersamaan.
Satu dua kali tidak mendapat respon akhirnya pun berinisiatif mengagetkan dengan tepukan tepat di telinganya.
Pla-plak. Bunyi tepukan gemuruh, sontak mengagetkan dan suasana romantis sekarang. Mata keduanya saling menyentuh dan kalau ada yang bisa melihat dengan mata batin, pasti bisa menemukan bunga-bunga sedang melayang-layang di antara mereka.
“Maaf,” ucap secara bersamaan.
Butuh satu sampai dua menit untuk menetralisir keadaan kikuk.
“Mendingan kita mengaji bersama seperti kemarin,” ajak Digta.
“Baiklah.”
Mulai membuka alquran, mencari QS Al-Baqarah ayat 125. Meskipun keduanya tidak bisa melantunkan ayat-ayat Allah dengan bagus, setidaknya makhrajul huruf mereka sudah baik.
Alhamdulillah. Meskipun hanya selembar setiap kali usai sholatnya, setidaknya harus selalu membukanya dalam sehari, membacanya dan bahkan harus mengamalkannya.
Allah memang tahu apa yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Entah itu masa depan bahkan masa lalu. Tidak ada yang lebih tahu dari-Nya. Termasuk kehidupan Cantik yang sedang merucut dalam pikirannya.
Dan, ada hikmah di balik setiap kejadian.
Ya, gadis itu memang tidak pernah habis pikir kalau akan menikah muda secara terpaksa dengan cowok yang awal jumpa nampak tengil, hanya saja setelah mengenalnya ternyata sangat baik. Terciduk, menciut, termehek-mehek saat tahu sangat mengedapankan agama.
“Ah, lebih baik sekarang membuatkan sarapan nasi goreng untuk suami tercinta,” batinnya sambil bergegas menanggalkan talkum pinknya tanpa sepatah kata pun ditinggalkan kepada Digta yang sedang melipat rapi sarung sholatnya. Ia hanya geleng-geleng kepala.
***
Sudah menjadi kodrat, bahwa dalam sebuah hubungan pasti selalu ada saja pengganggu atau penghalang. Cantik merasakan itu, meskipun hanya dalam hubungan kesepakatan kontrak. Ia merasa sangat terganggu dengan kemunculan Luna yang akhir-akhir ini selalu datang tanpa diundang ke kos mereka.
“Assalamualaikum,” ucapnya dibalik pintu kos.
“Waalaikumsalam. Koq pagi-pagi sekali datang?” Digta terheran.
“Aku duduk dulu ya baru jawab,” ia berjalan ke ruang tamu sambil membawa sebuah rantan kecil.
“Aku ke sini mau bawakan kamu sarapan,” tersenyum.
“Sarapan nasi gorengnya sudah siap,” kata Cantik yang tiba-tiba muncul dari dapur.
Sekarang, ikut terheran-heran. Entah setan apa yang merasuk Luna datang pagi-pagi buta membawakan sarapan untuk suami orang? Hah. Cantik kesal yang dibungkus dengan senyum paksa.
“Aku bawakan kamu rantan yang isinya roti semua dan sudah aku olesi selai. Kamu simpan sisanya di dalam kulkas biar besok dimakan lagi,” katanya seolah tak ada Cantik diantara mereka.
Cantik semakin kesal saja, Digta seakan ikut pula mengabaikannya. Apa sebenarnya hubungan di antara mereka?

pict source: www.anakcemerlang.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar