post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Minggu, 17 Desember 2017

Still Hoping (9)

RAMAH TAMAH
“Entah apa rasa itu? Aku hanya ingin selalu melukiskan senyuman di wajahmu”

“Menurut kamu cocok tidak sama aku?”
Cantik memperlihatkan gaun pesta berwarna kuning pada Digta yang direspon hanya dengan menggeleng kepala.
“Kalau yang ini?”
Sebuah gaun lagi yang berwarna merah lengkap dengan hijabnya yang memanjang.
“Pas. Sangat cocok untukmu,” Digta tersenyum ringan.

“Okay. Kalau begitu aku ganti baju dulu.”
Cantik bergegas ke kamar mandi. Butuh beberapa menit dan betapa cantik dirinya, warna gaun itu sangat cocok dikulit cerahnya, ditambah polesan make-up yang tidak tebal dan hijabnya, menambah aura kecantikan sampai-sampai Digta hanya melongo.
“Jangan terlalu lebay deh. Koq sampai begitu melihatnya. Jangan bilang loh kalau kamu jatuh cinta,” kata Cantik.
“Apaan sih? Biasa aja kali,” Digta terjaga dan membuang pandangan.
“Terus maksud yang tadi apa? Aku cantik kan?”
Canti perlahan mendekat, sementara dirinya terpaku dan dalam posisi duduk ia hanya memandang dari bawah.
“Tuh kan, sampai-sampai tak berkedip segala.”
“Biasa aja kali,” kemudian menghindar.
“Ya udah kalau gitu aku pergi dulu ya. Assalamualaikum,” Cantik berbalik dan lantas ingin pergi.
“Tunggu. Aku antar aja,” Digta cepat-cepat mengambil jacket dan kunci motornya, kemudian mendahului langkah sang istri.
“Tapi kamu jangan salah paham ya,” lanjutnya sambil terus berjalan.
“Ia-ia,” Cantik memanyungkan bibir.
Meskipun lakon dan bicaranya sedikit kasar, jujur dari relung hati Cantik merasa Digta memiliki hati selembut sutera akhir-akhir ini. Begitu membuatnya tenang dan merasa sangat dihargai.
“Makasih ya.”
Digta hanya mengangguk.
“Ka Cantik, panggil suami kakak masuk ya,” ada suara memanggil di pintu masuk auditorium sekolah, tempat ramah tamah atau perpisahan kelas XII dilaksanakan. Rupanya Ida, siswa kelas XI yang menjadi panitia dan mengenal kakak kelasnya yang paling cantik dan pintar se-sekolahan, Cantika.
Canggung. Suasana tanpa banyak bicara mengalir lagi, pun terpaksa harus berlakon suami-istri yang tengah-tengah bahagianya setelah menikah.
“Sweet banget, sumpah.”
“Selalu membuat iri aja deh pasangan yang abis menikah ini.”
“Romantisnya. Selalu bersama.”
Suara-suara mereka yang menyaksikan keduanya bergandengan tangan melewati red carpet, melewati mata-mata bersinar ingin seperti mereka.
Kurang lebih menit duduk, akhirnya acarapun dibuka oleh protokol yang dimulai dengan mengucapkan basmalah bersama-sama, kemudian mendengar lantunan ayat dari qori yang sungguh suaranya sampai ke dasar hati.
Kemudian, kata sambutan dari ketua panitia dan dilanjutkan oleh kepala sekolah.
“Terimakasih kalian sudah menjadi bagian dari sekolah ini, kurang lebih tiga tahun. Sangat bersyukur dan bangga kepada kalian semua yang Alhamdulillah semua siswa dari sekolah kita lulus seratus persen. Semoga saja adik-adik kelas kalian juga akan sama. Pun saya berharap keluar dari sekolah ini, kalia akan lanjut kuliah dan nantinya bisa sukses dibidang kalian masing-masing,” kata kepala sekolah dan mengakhiri sambutannya dengan salam.
Acara dilanjutkan dengan penyampaian pesan dan kesan dari salah satu siswa yang lulus, pun terhanyut karena untaian kalimat yang terlontar sampai ke hati mengingkat kenangan-kenangan selama menjadi siswa berseragam putih abu-abu. Cantika meneteskan air mata, sigap Digta menyeka dengan sapu tangan berwarna biru miliknya.
“Jangan nangis di sini. Nanti kamu tidak cantik lagi loh. Entar di rumah aja,” kata Digta.
Cantik memandang teduh. Begitu lembut, membuat jantungnya berdegup kencang. Allah, kalau ini adalah jatuh cinta maka kuharap dia pun sama. Batinnya.

pict source: www.anakcemerlang.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar