SERIBU BUNGA
“Sebenarnya aku tidak minta apa-apa. Aku hanya ingin terus bersamamu”
Hatinya
yang sebelumnya dipenuhi dengan kesukaan tiba-tiba mengalir kekhawatiran.
Tentang keberadaan sosok pemuda yang menghilang entah ke mana. Namun bukan berarti dia membuat sahabatnya
ikut merasakan apa yang membelunggu di hatinya, sebisanya ia mengemas dengan
senyuman tipis yang tak henti tersampul. Ia memegan dua trofi sambil matanya
terus mencari Ferli. Karin membawa beberapa hadiah yang berbagai macam
bentuknya di dalam dua kardus besar.
“Sini biar aku yang bawa Karin,” suara
Ferli hadir dan secepatnya mengganti bawaan sahabat Irma.
“Kamu dari aja Fer? Tahu tidak dari
tadi, kamu dicariin Irma tahu,” Karin memanyungkan mulut.
Sementara Irma hanya memandangnya dengan
tatapan penuh pertanyaan. Sahabat yang baik, ia mengerti harus mengambil
langkah. Ia pura-pura mau ke kamar mandi untuk meninggalkan Irma berdua dengan
Ferli.
“Aku mau ke toilet dulu ya,” katanya
berlari tanpa menunggu persetujuan sahabatnya.
Ferli yang merasa bersalah langsung
meminta maaf.
“Maaf ya, aku tiba-tiba menghilang
tadi.”
Gadis yang menjadi jawara pemilihan
Muslimah Terbaik Kampus Hasan itu mendenguskan nafas panjang. Kemudian maju
satu langkah, menantan mata pemuda di hadapannya dan buru-buru menunduk ketika
terjaga.
“Tidak apa-apa koq. Aku hanya ingin....”
kata Irma terbata-bata.
“Ingin apa?” Ferli mendesak.
“Ingin......” kembali tertahan.
Jantungnya berdegup begitu kuat-kuat,
sampai membuat lidahnya keluh dan tidak tahu apa yang harus diucapkan. Padahal
sebelumnya sudah mempersiapkan diri.
Ferli ikut mengembuskan nafas dan
memberinya saran.
“Kalau kamu belum bisa bicara tentang
apa yang kamu rasakan, tidak apa-apa koq. Aku akan menunggu kapanpun kamu
siap.”
Kalimat yang justru membuatnya semakin
terpuruk. Oh, andai saja tak malu ketika pingsan di hadapannya pasti itu akan
terjadi. Dia begitu pintar memainkan suasana. Memerankan diri pengisi hati, dia
sangat handal.
“Dan, aku punya sesuatu untuk kamu. Ayo
ikut aku sebentar,” katanya dan mulai berjalan ke arah parkiran.
Ia mengambil kunci mobil di dalam
kantong celananya dan memencet tombol merah di sana. Nampak bagasi mobilnya
terbunga dan seribu bunga yang sudah dirangkai dengan tangannya sendiri di
persembahkan untuk gadis yang dicintainya.
“This is special for you. I hope you
like,” tutur Ferdi.
Irma mendekati tumpukan bunga yang sudah
dirangkai dengan sangat indah. Harumnya yang semerbak sampai ke hati. Bukan,
namun sampai ke palung hati. Sekarang, ia tidak bisa lagi membohongi
perasaannya, cintanya memang untuk pemuda yang selalu memberinya kesukaan.
“Makasih ya,” katanya dan melelehkan air
mata di wajahnya.
“Sebenarnya ini bukan apa-apa. Aku.....”
Ferli terhenti.
Irma terisak dan menangisi hidupnya yang
benar-benar diberikan banyak nikmat. Allah begitu sayang padanya. Ferli adalah
sosok yang dulunya sangat dikagumi, namun merasa sangat jauh. Tiap malam ia
selalu berdoa, suatu hari bisa dekat dan bahkan sangat dekat. Lalu diberikan
kejutan luar biasa, ia tidak pernah menyangka? Padahal dia hanya gadis biasa.
“Kenapa kamu nangis Irma? Aku mohon
jangan nangis. Aku tidak ingin melihat kamu menangis,” Ferli mencoba membujuk.
Hanya saja yang terjadi malah
sebaliknya, Irma semakin terisak. Tangisan bahagia. Tangisan cinta untuk yang
tercinta. Dan, beberapa kali Ferli mencoba membujuk hasilnya selalu gagal
bahkan malah ia semakin menangis. Tidak ada jalan lain, selain membiarkannya
sampai ia tenang sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar