TAK
SENANG
“Kadang
kejujuran itu mengalir sendiri dari hati”
Hah. Semakin
diperhatikan Cantik memang serupa dengan namanya. Anggun disentuh mata. Sungguh
beruntung pemuda yang nanti bisa mendampingnya. Kalau boleh jujur, sejak
pertama Hiro sudah menaruh hati. Ada pancaran cahaya mengalir dari wajahnya,
penaka mengalihkan dunia. Pun sebenarnya kalau dulu ia tak menyapa duluan,
pasti ia yang akan memulai.
Hanya
saja kenapa kali ini, Nampak begitu kurang semangat? Apa yang salah pada
dirinya? Hmmmm….. Aku harus melakukan
sesuatu. Pekiknya dalam batin.
“Kamu
tunggu di sini ya,” kata Hiro setelah berdiri.
“Kamu
mau ke mana kak?” tanya Cantik, namun Hiro sudah bergegas ke arah panggung. Berbicara
dengan salah satu pelayan.
Keduanya
entah membicarakan apa. Cantik terheran-heran.
“Assalamualaikum
wr. wb. Selamat malam untuk semuanya. Malam ini saya ingin menampilkan sesuatu
yang dipersembahkan untuk gadis cantik di sana,” Hiro menunjuk ke arah cantik.
Ah.
Cantik memerah. Dirinya sejenak melupakan keresahan hati karena melihat Digta
bersama Luna.
Hiro
menampilkan sulap. Dari sebuah topi keluar bunga dan dua merpati. Sebuah surat
yang tadinya kosong, tiba-tiba penuh dengan tulisan kata-kata indah.
“Maha
Suci Allah, yang sudah menciptakanmu makhluk indah sepertimu
Aku
tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak bisa berucapa apapun ketika hari itu.
Ketika
kita saling bicara untuk pertama kalinya.
Di
tengah-tengah mahasiswa yang sedang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.
Mungkin
bagimu itu tak berarti, hanya saja diriku mengatakannya anugerah.
Sebuah
keajabian bisa mengenalmu. Seseorang yang bisa mencairkan hati yang selama
ini
beku.
Kubiarkan
waktu mengalir seperti air. Ke manapun perasaan ini akan terbawa nantinya.
Melewati
bebatuan keras atau adakalanya bebas.
Kan
kubiarkan hati ini berdegup seperti angin. Membalai setiap detikku.
Bukan
aku pasrah akan cinta. Aku ingin menikmatinya sejenak untuk merasakan
Kebenaran
hati”
Ah…….
Kalimat-kalimat Hiro membuat semua gadis di Kafe Melati hanya melihatnya.
Pemuda yang pintar membuat gadisnya bisa menaiki anak tangga menuju langit,
bahkan sampai ke langit ke tujuh.
Cantik
tidak bisa berucap apa-apa. Wajahnya hanya memerah, karena hampir semua
pengunjung mengetahui bahwa gadis yang dimaksud Hiro adalah dirinya.
“Ayo
kita pergi sekarang,” Digta sekonyong-konyongnya mengangkat bahu dan pergi.
Luna
hanya mengikut, pun sebenarnya hatinya masih terkagum-kagum dengan apa yang
baru saja dilakukan pangeran kampus kepada istri Digta. Andai saja dia adalah gadis yang dimaksud. Pekiknya.
***
“Makasih ya kak,”
Cantik menundukkan wajah.
Gadis
yang selalu menjaga pandangannya. Pemuda mana yang tidak akan jatuh hati pada
gadis sepertinya? Hiro hanya melihatnya dalam lamunan.
“Kak,
kakak baik-baik saja kan?” Cantik mencoba membuatnya sadar.
“Oh.
Maaf dek. Ia, apa kamu bilang tadi?”
“Aku
bilang, makasih kak atas semuanya malam ini.”
“Sama-sama.
Kalau begitu, aku pergi dulu ya.”
Hiro
memakai helmnya kemudian menyuruh Cantik masuk ke dalam kosnya, sebelum ia
pergi. Cantik menurut sambil tersenyum.
Dibalik
jendela, Digta menggertakkan gigi dan mengepal keras tangannya. Begitu hatinya
resah melihat Cantik dan Hiro semakin hari, semakin lengket saja seperti permen
karet. Sejenak ia lupa dengan perjanjiannya bersama istri kontraknya. Ia ingin
menumpahkan segela kekesalannya.
“Dari
mana saja kamu?” pertanyaan begitu tajam bersama mata yang seolah ingin
membunuh.
“Itu
bukan urusan kamu,” Cantik pun menjawab dengan uapan kalimat yang menusuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar