post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 15 Mei 2018

Still Hoping (19)


TAK SENANG
“Kadang kejujuran itu mengalir sendiri dari hati”


Hah. Semakin diperhatikan Cantik memang serupa dengan namanya. Anggun disentuh mata. Sungguh beruntung pemuda yang nanti bisa mendampingnya. Kalau boleh jujur, sejak pertama Hiro sudah menaruh hati. Ada pancaran cahaya mengalir dari wajahnya, penaka mengalihkan dunia. Pun sebenarnya kalau dulu ia tak menyapa duluan, pasti ia yang akan memulai.
Hanya saja kenapa kali ini, Nampak begitu kurang semangat? Apa yang salah pada dirinya? Hmmmm….. Aku harus melakukan sesuatu. Pekiknya dalam batin.

“Kamu tunggu di sini ya,” kata Hiro setelah berdiri.
“Kamu mau ke mana kak?” tanya Cantik, namun Hiro sudah bergegas ke arah panggung. Berbicara dengan salah satu pelayan.
Keduanya entah membicarakan apa. Cantik terheran-heran.
“Assalamualaikum wr. wb. Selamat malam untuk semuanya. Malam ini saya ingin menampilkan sesuatu yang dipersembahkan untuk gadis cantik di sana,” Hiro menunjuk ke arah cantik.
Ah. Cantik memerah. Dirinya sejenak melupakan keresahan hati karena melihat Digta bersama Luna.
Hiro menampilkan sulap. Dari sebuah topi keluar bunga dan dua merpati. Sebuah surat yang tadinya kosong, tiba-tiba penuh dengan tulisan kata-kata indah.
“Maha Suci Allah, yang sudah menciptakanmu makhluk indah sepertimu
Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak bisa berucapa apapun ketika hari itu.
Ketika kita saling bicara untuk pertama kalinya.
Di tengah-tengah mahasiswa yang sedang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.
Mungkin bagimu itu tak berarti, hanya saja diriku mengatakannya anugerah.
Sebuah keajabian bisa mengenalmu. Seseorang yang bisa mencairkan hati yang selama
ini beku.
Kubiarkan waktu mengalir seperti air. Ke manapun perasaan ini akan terbawa nantinya.
Melewati bebatuan keras atau adakalanya bebas.
Kan kubiarkan hati ini berdegup seperti angin. Membalai setiap detikku.
Bukan aku pasrah akan cinta. Aku ingin menikmatinya sejenak untuk merasakan
Kebenaran hati”
Ah……. Kalimat-kalimat Hiro membuat semua gadis di Kafe Melati hanya melihatnya. Pemuda yang pintar membuat gadisnya bisa menaiki anak tangga menuju langit, bahkan sampai ke langit ke tujuh.
Cantik tidak bisa berucap apa-apa. Wajahnya hanya memerah, karena hampir semua pengunjung mengetahui bahwa gadis yang dimaksud Hiro adalah dirinya.
“Ayo kita pergi sekarang,” Digta sekonyong-konyongnya mengangkat bahu dan pergi.
Luna hanya mengikut, pun sebenarnya hatinya masih terkagum-kagum dengan apa yang baru saja dilakukan pangeran kampus kepada istri Digta. Andai saja dia adalah gadis yang dimaksud. Pekiknya.
***
“Makasih ya kak,” Cantik menundukkan wajah.
Gadis yang selalu menjaga pandangannya. Pemuda mana yang tidak akan jatuh hati pada gadis sepertinya? Hiro hanya melihatnya dalam lamunan.
“Kak, kakak baik-baik saja kan?” Cantik mencoba membuatnya sadar.
“Oh. Maaf dek. Ia, apa kamu bilang tadi?”
“Aku bilang, makasih kak atas semuanya malam ini.”
“Sama-sama. Kalau begitu, aku pergi dulu ya.”
Hiro memakai helmnya kemudian menyuruh Cantik masuk ke dalam kosnya, sebelum ia pergi. Cantik menurut sambil tersenyum.
Dibalik jendela, Digta menggertakkan gigi dan mengepal keras tangannya. Begitu hatinya resah melihat Cantik dan Hiro semakin hari, semakin lengket saja seperti permen karet. Sejenak ia lupa dengan perjanjiannya bersama istri kontraknya. Ia ingin menumpahkan segela kekesalannya.
“Dari mana saja kamu?” pertanyaan begitu tajam bersama mata yang seolah ingin membunuh.
“Itu bukan urusan kamu,” Cantik pun menjawab dengan uapan kalimat yang menusuk.
Ah…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar