post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 19 Juni 2018

Baiduri (35)


TIDAK BISA
“Apalah dayaku? Ketika suratan selalu mengantarkan kita selalu bersama”

Pagi ini tidak seperti kemarin, melihat orang berlalu lalang di jalanan dan keramaian sekolah akan  menambah semangat diri, penaka matahari yang memberikan sinarnya setelah kegelapan mengekang bumi. Ferdi melayangkan pikiran, akankah ia sanggup untuk menjauhi gadis yang sudah dimengerti hatinya tentang cinta?
“Assalamualaikum kak,” kata Ida yang datang bersama Ayu.
“Waalaikumsalam,” sontak sedikit kaget dan mencari-cari, mungkin yang dimaksud dalam lamunannya berada di antara mereka.

“Kalian berduasaja?” terus mencari-cari dan melihat kegerbang sekolah.
Ida dan Ayu mengangguk pelan.
“Memangnya kenapa kak?”
Haruskah ia menceritakan apa yang dikatakan Suci padanya kemarin? Tentang perbuatan yang sangat sulit untuk dilakukan? Sehari, bahkan sedetik tidak melihatnya sebenarnya membuat rindu mencekam. Lantas bagaimana kalau selamanya? Pekik Ferdi yang akhirnya memutuskan ingin menceritakan semuanya pada sahabat-sahabat Suci .
Sebuah kursi panjang yang terletak di halaman kantor, tepatnya di bawah pohon rindang, muat duduk tiga sampai empat siswa. Ferdi mengajak dua juniornya ke sana. Sebelum sempat menceritakan apa yang telah terjadi. Ida menerima telepon dari Suci, memintanya bersama Ayu untuk segera menemuinya.
Hah. Rupanya Suci melihat mereka berjalan bersama dan tahu maksud Ferdi terhadap sahabatnya, pun ia harus menggagalkannya karena sudah membulatkan pikirannya untuk menjaga jarak.
***
Suci.
Dina yang melihat gadis berhijab itu sedang membeli makanan di mall, langsung mendekati dengan aura sangat senang. Sudah beberapa hari bertemu dan rindu yang datang entah darimana, ingin segera mendapatkan penawar. Saat mata mereka saling menangkap, Suci pun sama senangnya, namun beberapa detik kemudian troli yang sudah memuat banyak makanan itu diputarnya.
“Apa yang sudah terjadi pada gadis itu? Kenapa dia menghindariku?” Dan pertanyaan-pertanyaan itu membentur di kepala Dina, sekaligus merasakan sedih mendadak.
“Maafkan bu. Aku harus melakukan itu,” kata Suci sambil terus berjalan menjauhi sang Dina, sampai tak bisa menguasai langkahnya dan nyaris terjatuh ke lantai dasar mall. Untuk seulur tangan kuat langsung menolongnya.
Mungkinkah ini yang namanya takdir? Sebesarapapun usaha untuk menjauhi tidak akan berhasil. Allah sudah mengaturnya tentang jodoh yang akan didekatkan. Kalau Tuhan sudah berkehendak, apapun bisa terjadi.
Suci mendelik dan buru-buru mengambil trolinya dan menyingkirkan lembut tangan Ferdi dari tangannya.“Terimakasih,” katanya sebelum pergi.
Ferdi senang, meskipun hanya dengan kata terimakasih.
“Takdir akan membawa kita selalu bersama,” teriak Ferdi, membuat orang-orang di sekelilingnya takjub akan keberaniannya meluluhkan hati seorang gadis, meskipun mereka tidak tahu permasalahannya.
Benar saja, takdir itu selalu membawa mereka pada tempat yang sama. Suci dan Ferdi berada dalam satu lift, yang terjebak dalam kegelapan karena liftnya sedang mati lampu.
“Astagfirullah, apa ini? Ah….,” kata Suci ketakutan.
Suara-suara ketakutan lain yang juga ikut terjebak di lift yang sama.
“Kamu tenang aja.Aku ada di sini koq. Aku akan menjagamu,” kata Ferdi pelan.
Tidakbisadisangkal, Ferdi baginya adalah pahlawan. Selalu ada di saat-saat mencemaskan.
Setelah hamper lima menit terjebak, akhirnya semua penghuni dalam lift itu bisa kembali menghirup udara bebas. Setelah itu Suci buru-buru keluar meninggalkan Ferdi yang masih merasa senang, setelah mendengar kata terima kasih yang kedua kali darinya. Waktu akan menjawab semuanya, sekalipun kita tidak mau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar