SAHABAT
IBUMU
“Aku
yakin kamu gadis yang baik”
Irma memasuki rumah
mewah. Nampak sangat megah, halaman rumahnya saja sangat luas dan apalagi di
dalam rumahnya. Jujur Irma sangat menyukainya, karena banyak bunga-bunga
bermekaran di sana seolah ia sedang berada di sebuah taman indah. Pasti setiap
pagi Ferli dan orang tunya menghirup udara segar.
Ferli
memencet tombol bel. Pikiran Irma terpokus pada hal yang akan terjadi seketika.
Hah. Lagi-lagi khawatir membuntuti untungnya setiap kali merasakan hal itu, Ferli
selalu menguatkannya dengan senyumannya yang manis.
“Assalamualaikum
tante,” katanya saat Maryam membukakannya pintu.
“Waalaikumsalam.
Masuk-masuk…..” Maryam membalas senyumannya dan nampak sangat senang
melihatnya.
“Silahkan
duduk nak’,” lanjutnya mempersilahkan.
Sementara
Ferli hanya terduduk di samping Irma sekaligus gembira. Ibunya sangat ramah
kepada gadis yang dicintainya.
“Kamu
mau minum apa?”
“Tidak
usah repot-repot tante.”
“Ah
kamu tidak usah begitu nak’, tante tidak merasa direpotkan koq. Kamu bilang aja
apa yang ingin kamu minum.”
“Kalau
begitu, bagaimana kalau kita sama-sama bikin minumnya tante. Boleh?” mata Irma
mengisyaratkan keinginan yang sangat luas.
“Baiklah.
Ayo kita ke dapur sekarang,” Maryam berdiri.
Irma
juga mengangkat bahu dan mulai mengikuti ibunda pacarnya dari belakang. Ferli
hanya memberinya tanda jempol.
Bagaimana
dengan ayahnya? Kata Maryam sebelumnya, suaminya tiba-tiba ada urusan mendadak
ke luar kota.
***
Di dapur, sekali lagi
Irma terheran-heran. Bagaimana tidak, besar dapurya sama dengan besar kamar di
asramanya. Banyak sekali peralatan memasak, bahkan yang sudah pernah di
lihatnya di tv-tv.
“Nak,
tolong ambilkan buah semangka di dalam kulkas,” kaa Maryam membuyarkan rasa
takjubnya.
“Oh.
Baik tante,” secepatnya mengikuti, sebelumnya melepaskan tasnya sampai tidak
sadar dompetnya jatuh.
Irma
mengambil satu buah semangka di dalam kulkas, kemudian mengulitinya bersama
Maryam. Nampak sangat kompak, Ferli melihatnya dari jauh.
“Kalian
adalah wanita-wanita terindah dalam hidupku,” batinnya.
“Allah,
semoga ini pertanda baik untuk hubunganku dengan Irma. Aku tidak ingin lagi
sampai terpisah dengannya,” kembali ia meminta.
Beberapa
menit selanjutnya, akhirnya juice buatan ibu dan pacaranya jadi juga. Sangat
terasa semangkanya di lidah. Benar beberapa kata orang, kalau bikin sendiri itu
rasanya lebih nikmat karena terasa usahanya.
“Bagaimana?
Enak kan?”
“Ia.
Manis seperti kamu.”
Mendada
lidah Irma keluh. Padahal kemarin-kemarin ia sudah kuat menghadapi serangan
gombal Ferli. Namun, setelah kerinduan hanya menjadi udara sesak di dalam dada
karena kesalahpahaman, perasaan itu datang lagi.
“Allah,
cinta begitu nampak di mata anakku kepada gadis ini. Sungguh bersalah kalau
sampai ikut memisahkan mereka,” pekik Maryam dalam hati.
“Anak-anakku,
aku masuk dulu ke dapur ya ambil makanan yang sudah ibu buat,” Maryam ingin ke
dapur lagi.
“Bu,
biar aku saja. Katakan di mana, biar aku yang ambil.”
“Tidak
usah nak, kamu duduk aja dulu dengan Ferli. Kamu kan tamu.”
“Baiklah
bu,” tersenyum ringan.
Maryam
membalasnya dengan sunggingan senada. Di dapur, Maryam menemukan dompet Irma
dan alangkah terkejutnya dirinya sekaligus merasa sangat senang, rupanya Irma
adalah anak dari sahabatnya, Rika yang sudah lam tak bertemu dengannya. Ia
bergegas berlari menemui Irma dan lupa tujuannya ke dapur.
“Nak’,
ternyata kamu bukan orang lain nak’,” katanya sambil memeluk Irma dengan erat.
Bahkan
Maryam meneteskan air mata. Rupanya ada alasan, kenapa ia merasa ada mata
sahabatnya di mata pacar anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar