“Kau,
gadis yang baik”
Irma terheran-heran.
Gadis
itu hanya merasakah kehangatan. Ya, sudah lama ia tidak dipeluk ibunya karena
harus kuliah jauh, hanya mendengar via telepon dan jarang sekali face time
karena jaringan di rumahnya ibunya yang tidak memungkinkan. Dan, sekarang ia
merasakan sedikit penawar dari ibu pemuda yang disayanginyan hanya saja tak
mengerti.
“Nak’,
kamu anaknya Rika kan?” pertanyaan yang meluncur dari bibir Maryam bersama
dengan isakan.
“Kenapa
ibu bisa tahu?” Irma masih belum mengerti.
Maryam
memperlihatkan dompetnya yang jatuh.
“Dia
adalah sahabat ibu yang sudah lama sekali kami rindukan. Sekarang, ibu kamu apa
kabarnya?”
“Oh.
Ibu adalah ibu Maryam, seorang sahabat yang sering sekali diceritakan ibu
kepadaku?”
Maryam
menganggukkan kepala sambil menghapus air mata yang masih saja mengalir dari
matanya. Dan, sekali lagi memeluk anak sahabatnya.
Dunia
memang begitu kecil. Bahkan benar apa yang pernah Irma dengar, dunia selebar
daun kelor. Orang-orang yang dikira jauh nyatanya adalah orang yang punya
hubungan dekat dengan kita.
“Aku
percaya pada Ferli, bahwa kamu adalah gadis yang sangat baik dan aku tidak
heran, karena ibumu adalah orang yang sangat baik,” Maryam tersenyum ringan.
“Makasih
bu. Tapi, kata ibuku, ibu juga adalah orang yang paling baik di dunia ini.
Tidak pernah ingin melihat sahabatnya susah sendiri,” Irma membalas dengan
sunggingan serupa.
“Apa
yang sedang kalian lakukan di sini? Kenapa kalian tersenyum tanpa aku?”
Sekonyong-konyongnya Ferli datang membawa penasaran, kenapa dua gadis yang
paling dicintai di dunia ini lama sekali di dapur? Takut terjadi sesuatu sampai
memutuskan untuk mencari. Alhamdulillah, perasaan
khawatir itu terganti dengan kesyukuran.
Semakin
bersyukur setelah Maryam menjelaskan tentang ibu Irma. Membuatnya sadar bahwa
Allah semakin menampakkan kebesaran-Nya dan sebenarnya tiada henti. Tentang
jodoh yang akan terus berdekatan karena sudah menjadi garisnya.
Ketiganya
berjalan ke ruang tamu dan menikmati cemilan dan juice yang sudah dibuat.
Waktu
mengalun. Harleks tak kunjung datang. Ferli juga ingin sekali memperkenalkan
gadisnya kepada sang ayah, sepertinya waktu belum merestui.
“Kalau
begitu, saya pulang dulu ya tante. Banyak tugas kuliah yang harus
diselesaikan.”
“Hmmm.
Padahal tante masih mau ngobrol-ngobrol sama kamu. Kamu gadis baik, persis ibu
kamu.”
Gadis
berpenutup kepala itu hanya tersenyum ringan dan berjanji akan datang kembali.
“Antar
Irma ke rumahnya ya Fer.”
“Ia
ma, kan kami satu asrama.”
“Oh
ia. Kalau begitu kalian hati-hati ya.”
“Okay
tante.”
“Okay
bu.”
Sebelum
benar-benar naik mobil. Sekali lagi Maryam memeluk anak sahabatnya dan bahkan
mencium keningnya, persis anaknya sendiri. Irma hanya terkesima dan Ferli
semakin bersyukur. Semoga selalu seperti
ini.
***
Irma berjalan cepat menuju
masjid. Ia harus segera mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat dhuhur
berjamaah atau paling tidak menjadi masbuq. Karena tidak memperhatikan
langkahnya, ia hampir menabrak seorang bapak parubaya yang tinggi. Ia buru-buru
meminta maaf.
“Tidak
apa-apa nak’.”
“Kalau
begitu, bapak mau lanjut dulu mau sholat,” kata bapak itu.
“Baik
pak. Saya mau juga.”
Beberapa
menit berlalu. Bapak yang tadi tidak sengaja bertabrakan dengan Irma seketika
tersentuh. Ketika gadis itu melantunkan ayat-ayat Allah dengan suara indahnya.
“Nak’,
kamu gadis yang baik, gadis yang hebat. Insya Allah, kamu akan selalu diberkati
Allah.”
“Makasih
doanya pak,” Irma tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar