post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Rabu, 20 Juni 2018

Special Love (36)


INGIN BERJUANG BERSAMA
“Bukan hanya masalah kesekawanan, ini tentang masa depan mereka”

Sambil berjalan. Irma menerima telepon dari Ferli.
“Assalamualaikum. Kamu di mana? Aku bisa jemput kamu sekarang? Ada hal penting yang harus aku bicarakan?” seakan tanpa spasi.
“Waalaikumsalam. Tolong kakak pelan-pelan bicaranya, jangan ngebut. Tidak ada yang ngejar koq. Sekarang kakak ucapan istigfhar dulu,” lembut Irma, ia masih melihat arah mobil yang berlalulalang, dia ingin segera menyebarang.
Terdengar di balik telepon, Ferli mengucapkan Astagfirullah dan mengembuskan nafas berkali-kali. Setelah merasa sudah cukup, Irma pun mengatakan tentang keberadaannya.

“Aku sekarang berjalan menuju kampus.”
‘Okay. Kita ketemu di kelasmu ya. Assalam.”
“Waalaikumsalam.”
Irma masih celingak-celinguk dan lehernya masih dihiasi handset pink yang masih terhubung dengan ponselnya.
***
“Paling tidak, kita harus memberinya kesempatan dan ayah harus melihat gadis itu.”
Harleks melihat wajah istrinya dengan seksama.
“Jangan bilang sebelumnya, kamu sudah pernah bertemu dengannya.”
Mau tidak mau, Maryam harus mengakui dengan pelan mengangguk. Sejenak Harleks berpikir, istrinya sudah memberi kesempatan kepada anaknya untuk bertemu dengan gadis yang dicintainya. Apa salahnya ia juga melakukan hal yang demikian? Bukankah kebahagiaan Ferli adalah kebahagiaannya juga? Sebagai ayah yang baik, ia harus mendengarkan keinginan anaknya pun bukan hal yang salah.
Harleks mengembuskan nafas panjang.
“Baiklah. Aku juga ingin memberi kesempatan kepaada Ferli untuk membawa pacarnya ke rumah.
Maryam menampakkan wajah girang, langsung memeluk suami tercintanya. Meskipun selama ini terkenal konsisten dan sangat tegas, tetap saja ia rela melakukan apapun demi kebahagiaan putranya.
“Ayah memang yang terbaik.”
“Ibu yang mengajarkan aku seperti ini.”
Mata keduanya saling menantang.
“Kalau begitu, ibu telepon Ferli dulu dan siap-siap mempersiapkan makan malam dengan gadis yang disukai Ferli.”
Harleks hanya tersenyum ringan. Sebenarnya ia menyembunyikan perasaan takut. Harus bagaimana ia menghadapi Bram? Tidakkah ia marah besar dan akan memutuskan hubungan persahabatan sekaligus hubungan kerja? Entahlah, hanya berharap kebaikan yang dilakukan pun juga akan menghasilkan kebaikan.
***
Setelah dua menit ia terduduk di halaman rektorat kampus. Di bawah pohon rindang sambil memandang jam yang terikat di lengannya. Masih ada waktu sekitar tiga puluh menit untuk menunggu. Dan sesaat kemudian yang ditunggu akhirnya datang juga. Hanya saja membingunkan, Ferli membawa wajah cemas dan membuatnya sendiri ketakutan.
“Maaf, kalau sudah membuatmua menunggu terlalu lama,” kemudian ia terduduk di sampingnya dengan jarak beberapa jengkal.
“Tidak apa-apa koq. Lagian aku baru sampai sekitar tiga menit yang lalu.”
Irma mencoba tetap baik-baik saja dengan menyamarkan penasaran bersama ketakutannya melihat ekspresi Ferli.
“Apa yang ingin kamu katakan?” sambil tersenyum lembut.
“Ayahku sudah tahu dengan hubungan kita.”
Ternyata benar apa yang dikhawatirkannya. Pekik Irma dalam batin.
“Lantas bagaimana reaksinya?”
Ferli tidak langsung menjawab, melainkan butuh beberapa menit untuk mempersiapkan  kalimat dan membuat Irma semakin kalut.
“Dia marah besar.”
Gadis bertudung kuning itu merasa lemas tiba-tiba.
“Tapi, kamu tenang aja. Aku akan tetap memperjuangkan hubungan kita dan kamu juga harus membantuku,” sangat jelas cinta nyata di retina Ferli.
Perlahan ketakutan yang mendengkur di hati Irma enyah bahkan terganti dengan semangat apalagi setelah pemuda di sampingnya mengatakan bahwa ia pantas untuk diperjuangkan.
Bukan yang sempurna saja pantas diperjuangan, melainkan sosok sederhana yang mampu membuat cinta sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar