post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Kamis, 21 Juni 2018

Still Hoping (29)


TIDAK MENGENAKAN
“Perasaan aneh itu muncul lagi

Cantik baru selesai mengikuti casting pentas kampus yang akan diadakan di hari wisudahan angkatan empat Kampus Darma.
Banyak sekali yang ikut, termasuk Digta, Hiro dan Luna. Cantik tidak berharap banyak, bukan berarti ia merasa tidak percaya diri. Menurutnya, ia harus menerima segala keputusan yang akan diambil pihak panitia. Yang lolos pasti yang terbaik. Kalau dia yang lulus, akan sangat bersyukur pun kalau tidak, kesyukuran wajib selalu bergerilya. Allah akan menambahkan nikmat orang yang selalu bersyukur.

Hiro mendekatinya yang sedang duduk di kursi melingkar buatan mahasiswa yang melaksanakan program KKN di kampus, tepat di depan gedung fakultasnya. Kursi yang terbuat dari semen dan diberi warna ceokelat, berjumlah empat dan di dalamnya juga meja yang terbuat dari bahan sama. Di sampingnya ada pohon teduh. Cantik sangat suka duduk di sana. Menikmati suasana siang di kampus yang masih penuh dengan hingar bingar mahasiswa.
Apa yang sedang dipikirkan gadis ini? Apakah masih tersirat rasa bersalahnya padaku? Ataukah dia sudah melupakan seperti angina yang lewat saja? Ah mungkin saja, toh dia tidak punya rasa apapun? Sangat jelas di matanya, sudah ada orang lain yang diistimewakan? Hmmm. Tapi bukankah harusnya senang? Ketika yang disayangi bisa bahagia? Pekik Hiro, sesaat tertahan ingin mendekati.
Entah apa sebetulnya yang dipikirkan Cantik? Beberapa detik berlalu, ia masih belum sadar ada pemuda di belakangnya. Pun Hiro mencoba mengagetkan dan berhasil. Gadis berhijab itu kaget bukan kepalang, bahkan sampai memegang tangan pangeran kampus. Mata mereka saling menantang. Untungnya tidak berlangsung lama, karena suara kendaraan terparkir di samping fakultas. Nampak kikuk, meskipun mencoba untuk bersikap santai. Tapi dorongan untuk tahu apa yang dilamunkan gadis itu membuat Hiro serta merta bertanya, walaupun tidak langsung ditanggapi dan hanya senyuman di awalnya. Setelah membutuhkan waktu beberapa detik, akhirnya Cantik menceritakan apa yang sedang mengganjal di hatinya. Dimulai dari rasa bersalahnya yang berakhir dengan perdamaian. Ia merasa sangat beruntung dan berharap bisa menjadi teman baik.Tentu saja, Hiro tanpa berpikir panjang langsung menerimanya. Cinta sepihak, bukan berarti harus memutuskan silaturahim. Banyak orang yang bilang, kadang hubungan persahabatan lebih baik dibandingkan hubungan pacaran.
Saat itu, Cantik benar-benar senang. Sampai ia tidak habis tersenyum di hadapan Hiro. Jujur, senyum itu membuat pemuda itu menengadahkan perasaannya ke langit-langit. Berharap akan diterbangkan ke langit ke tujuh.
Ah, harus belajar menanggalkan perasaan cinta dan merubahnya dengan persahabatan. Batinnya.
***
Dari kelas semester satu Program Studi Sastra, perpustakaan fakultas sastra, bahkan sampai dari kantin Digta mencari istrinya. Nyatanya dia sedang tersenyum manis dihadapan pemuda lain. Dan, perasaan tidak mengenakan itu muncul lagi.
“Cantik,” panggilnya dengan jarak lima meter. Hah. Tidak ada respon karena keasyikkan bersenda gurau dengan pangeran kampus. Yang jelas-jelas akan mendapatkan perang utama di pentas kampus.
“Kamu sedang apa di situ Dig? Ayo kemari,” Hiro melihat dan spontan memanggil.
Hiro berdiri dan disuruhnya Digta duduk di tempatnya.
“Kamu pasti mau bicara dengan istrimukan,” katanya dengan wajah tulus.
“Kalau begitu aku pergi dulu ya. Lagian aku sebentar lagi, akan masuk kelas,” katanya sambil membalikkan badan.
Digta dan Cantik hanya diam. Lalu keduanya saling menatap setelah Hiro menghilang dari pandangan mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar