BIDADARI
“Pinjaman
dari Allah”
Malam itu, ia berdandan
cukup lama di depan cermin padahal biasanya hanya butuh waktu lima menit ia
sudah berangkat ke tempat yang diinginkan. Kali ini ia merasa harus tampil
sangat maksima. Dia akan bertemu dengan ayah Ferli. Berharap dengan keanggunannya
ia akan sedikit luluh. Hmmmm, namun kepercayaan tentang pertolongan Allah
membuatnya terkekeh. Astagfirullah. Insya
Allah, Allah selalu bersamaku
Tiba-tiba
terdengar ketukan pintu kamarnya. Sambil mengeluarkan panggilan namanya. Sekali
lagi, Irma merapikan bentuk jilbabnya.
“Irma,
jangan terlalu lama nanti kemalaman,” panggil Ferdi.
“Ia,
sabar,” kemudian berdiri dan mengambil tas pink yang senada dengan pakaiannya.
Kemudian, membuka pintu.
“Sabar
sedikit kenapa sih,” katanya sambil diiringi senyuman.
Ferli
tidak tahu harus bicara apa. Gadis yang berdiri di hadapannya sekarang, seolah
tidak dikenalnya. Berbeda dengan biasanya.
Ferli
tidak berhenti menatap sampai gadis itu sendiri menyadarkannya. Jaga mata antum. Sambil tersenyum dan
mengucapkan terima kasih karena sudah diberi pujian meskipun itu hanya lewat
tatapan mata.
***
Waktu yang diperlukan
untuk sampai di rumah orang tua Ferli hanya sekitar dua puluh menit. Saat
keduanya sudah sampai di pintu masuk, Ferli mencoba menenangkan gadisnya yang
seolah sesak. Tangannya gemetar dan sedikit keringat di tangannya keluar. Andai
bisa digengammnya tangan itu pasti sudah dielusnnya dan ditenangkan dnegan
sangat lembut, hanya saja tidak mungkin. Belum halal.
“Kamu
tenang saja. Allah pasti membantu kita.”
Perlahan
Irma menatap lekat-lekat mata Ferli dan semangat dari perkataannya tak kalah
dari matanya.
Keduanya
keluar dari mobil bersamaan. Disambut Pak Ardi, satpam rumahn Ferli. Sama
seperti Ferli, Ardi tidak henti melihat Irma yang nampak sangat anggun dengan
gaun muslimah yang sangat sederhana, sampai-sampai ia menabrak pintu yang
dibukanya sendiri. Ferli buru-buru menolong.
“Pak
Ardi, tidak apa-apa kan?” khawatir.
Ardi
hanya mengangguk dan tidak lagi berfokus pada Irma, melainkan wajahnya yang
masih sedikit kesakitan. Kemudian, dengan penuh prasangka baik keduanya
berjalan masuk rumah yang di depannya sudah muncul Maryam yang melambaikan
tangan dan tidak berhenti menyungginkan senyuman menawan.
“Selamat
datang lagi Irma.”
Irma
langsung mencium tangannya, pun begitu pula dengan Ferli. Maryam kemudian Irma
sambil memuji.
“Kamu
benar-benar cantik hari ini nak’, sangat mirip dengan ibumu,” katanya Maryam,
kemudian mempersilahkan masuk.
Harleks
tersenyum pada Irma, pun dibalas dengan sampulan yang sama. Harleks tidak menyangka
gadis yang dicintainya anaknya sungguh cantik.
Ia
sempat menyangka, bahwa ia hanyalah gadis yang memiliki kecantikan tidak
apa-apanya dibandingkan dengan Intan, nyatanya tidak. Dan yang lebih
mengejutkannya, setelah lama berpikir seolah pernah bertemu, memang pernah
bertemu. Dia adalah gadis yang pernah bertemu dan menolongnya di masjid saat
baru pulang dari luar kota.
Irma
menjabat tangan Harleks.
Gadis
itu juga merasa beruntung, ternyata apa yang ditakutkannya tidak terjadi. Benar
saja, bahwa Allah mendahului prasangka hamba-Nya. Ayah Ferli, nyatanya orang
yang sangat baik bahkan mengatakan padanya, anaknya sangat beruntung
mendapatkan gadis sepertinya. Sholehah dan berjiwa penolong.
Irma
sedikit meluruskan bahwa dirinya tidak ingin terlalu dipuji. Bagaimanapun semua
yang dimilikinya, baik sifat maupun kecantikan adalah titipan dari Allah.
Semuanya berasal dari Allah. Dan, alangkah kagumnya orang tua Ferli, apalagi
Ferli. Irma seperti bidadari yang turun dari surga, membawa segala kebaikannya
dan ditebarkan kepada siapa saja yang bertemu dengannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar