“Biarkan
mereka tahu yang sebenarnya”
“Aku tidak tahu apa
makanan kesukaan kamu, jadi aku hanya memasak apa yang dulu ibumu sangat suka
ketika satu kos dengan ibu,” Marya mengambil telur balado dan di letakkan di
piring Irma
Makan
malam special, tadinya berpikir hanya aka nada kecanggungan. Nyatanya tidak,
bahkan sangat terasa kekeluargaannya.
Mata
Irma berkaca-kaca, sebisa mungkin menahan agar tidak tumpah ruah.
Meskipun
tanpa dijelaskan, Ferli dan kedua orang tuanya mengerti tentang kerinduan mendalam
sang anak yang jauh dari orang tuanya. Harleks berinisiatif menyela kekalutan
gadis yang tempo hari sudah menolongnya dengan banyak bertanya sesuatu yang
membuatnya memberi sampulan menawan dan penuh keikhlasan.
Harleks
bilang, kenapa dia mau menolong orang yang belum dikenal? Padahal biasanya,
anak muda jaman sekarang ada yang tidak perduli dengan keadaan sekitarnya
melainkan berpikir tentang diri sendiri.
Saat
itu, Suci tersenyum ringan dan kemudian menjawab pertanyaan itu dengan penuh
kelembutan. Bagaimanapun setiap manusia sudah wajib untuk saling tolong
menolong, tidak pandang aya atau miskin, tua atau muda, rupawan atau biasa
saja. Dan, paling penting jangan sampai menolong karena pamrih. Saat berjalan,
kaki itu bergontai. Kanan dan kiri, begitu pula dengan kita, ada waktunya kita
menolong orang da nada pula waktunya kita akan ditolong.
Pembicaraan
menyenangkan namun tidak sampai berlebihan karena berada dalam situasi makan
malam. Setelah selesai, Irma membantu Maryam mengangkat piring-piring kotor ke
dapur untuk dicucinya bersama.
Awalnya
Maryam menolak, namun karena desakan Irma yang seperti meminta kepada sang ibu
akhirnya Maryam pun menyetujui.
“Terima
kasih ya nak’.”
Suci
mengangguk dan mengatakan harusnya dia yang berterima kasih sudah diterima
dengan baik.
***
Tidak. Suasana bahagia
itu berlangsung tidak lama.
Intan
datang tanpa meminta izin sebelumnya.
Gadis
itu melihat bagaimana kedua orang tua Ferli memperlakukannya sangat baik.
Berbeda dengan dirinya. Dia mengambil foto mereka diam-diam dan
diperlihatkannya kepada sang ayah.
Bram
yang begitu menyayangi putrinya, langsung mengambil langkah seribu menuju rumah
sahabatnya.
Dimasuki
rumah Harleks dengan kepalan tangan yang sangat kuat. Di sampingnya sudah ada
Intan yang begitu kesal dan ingin membalas semua perlakuan Ferli dan orang
tuanya, apalagi Irma.
Maryam
dan Harleks, tergagap. Seolah bisu seribu bahasa. Bagaimana mungkin partner
kerjanya datang tanpa mengatakan apapun dan sekarang melihat kenyataan bahwa
anak yang ingin dijodohkan dengan anaknya, sudah memiliki gadis pujaan hati
sendiri. Dan, suasana mencengan memenuhi sudut rumah keluarga Harleks.
Dalam
beberapa detik semuanya terdiam. Kemudian Bram yang sudah duduk berhadapan
dengan Harleks langsung menyodorkan kertas pembatalan kerja sama perusahaan
mereka. Beberapa kali Harleks meminta maaf namun tidak juga tidak meminta agar
semuanya kembali seperti semula. Tekadnya sudah bulat, apapun yang terjadi
kepada perusahaannya. Dia akan tetap mengutamakan kebahagiaan anaknya.
Bram
dan Intan tidak habis pikir. Jutsru ketakutan yang mereka coba bawa kepada
keluarga Ferli, kini menyellimuti diri mereka sendiri. Bagaimana kalau
perjodohan mereka akan benar-benar dibatalkan?
Sebelum
pulang, Harleks dan istrinya tetap meminta maaf, bahkan Ferli juga angkat
bicara.
“Namun,
kalian masih punya kesempatan satu kali. Saya bisa kapanpun merobek kertas ini
dan melanjutkan kembali kerja sama kita,” kata Bram yang sudah berdiri dan
tanpa permisi membalikkan badan dan berjalan pulang.
Harleks
hanya menggelengkan kepala. Sikap sahabatnya tidak pernah berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar