SENYUMAN
PALSU
“Bukan
yang kita inginkan”
Pagi sudah menjelang di
Kampus Hasan. Nampak ada beberapa mahasiswa yang sudah berdatangan dan duduk di
serambi kelasnya menunggu dosen yang biasanya selalu pukul 7.30 sudah muncul di
pintu kelas. Cantik merasa beuntung juga dapat kelas pagi, serasa anak SMA yang
selalu belajar pagi walaupun memang kualitas belajarnya lebih di atas lagi. Dari
lantai dua ia mendengar suara bising entah dari mana, ia celingak-celinguk
bahkan berjalan menuju jembatan yang menghubung gedung kampusnya dengan gedung
pascasarjana. Beberapa mahasiswa yang sepertinya pernah bertemu dalam kompetisi
baru-baru ini sedang berkerumun di papan informasi, tepat di lantai satu gedung
fakultasnya.
Ekspresi
mereka nampak berbeda, ada yang kegirangan sampai melompat-lompat, ada yang
marah setelah melihat pengumuman dan langsung pergi, mungkin saja ingin
menenangkan dirinya, ada pula yang hanya diam, dan masih banyak lagi yang
membuat Cantik penasaran, ada apa gerangan sampai hal itu bisa membuat seperti
itu? Ia melirik jam di lengannya, Dinda yang sibuk membaca London Love Story
dan tidak memperdulikan keadaan sekitarnya, kaget ketika ditarik oleh Sahabatnya
ke lantai dasar.
Dibuka
matanya lebar-lebar dan bersyukur menyemai. Sungguh ia tidak pernah berharap
akan mendapatkan peran utama dalam sebuah pentas, dulu pernah ia mendatar
pentas di SMA dan hanya mendapatkan peran pembantu.
Tuhan
sepertinya kali ini memberikan kesempatan emas baginya. Tak lama Hiro dan Digta
datang bersamaan, keduanya persis apa yang dilakukan Cantik sebelumnya. Namun
yang tetap menjadi pusat perhatian adalah Hiro, wajah rupawannya masih saja
membuat gadis-gadis di kampus histeris.
Berbeda
dengan Cantik, jantungnya deg-deg-gan dan tidak beraturan ketika suaminya
berdiri di depannya. Sempat melirik yang lain saat tertangkap mata olehnya.
Beberapa detik kemudian rasa hati yang seolah ingin jatuh ke lantai itu
terganti dengan khawatir, saat Digta mendapatkan ekspresi yang sama dengan
beberapa orang yang sudah melihat hasilnya. Ia tidak lolos mendapatkan peran
apapun. Sementara Hiro terpilih memerankan peran utama laki-laki dan nampak
sangat bersyukur.
“Apa
kamu baik-baik saja?” Cantik mendekati Digta yang kemudian diberikan senyuman,
jelas sekali itu tidak ikhlas.
Digta
tetap mencoba tersenyum meskipun situasinya menyulitkan. Ia buru-buru pergi
dengan berkata bahwa dosennya akan segera masuk. Dan, rasa khawatir itu semakin
bertambah. Canti juga tahu kalau Digta berbohong masalah dosennya, ia hanya
punya kelas sore. Hanya saja selalu datang pergi karena sibuk mengurus urusan
organisasi.
“Eh,
koq jadi melamun sih? Ayo kita masuk, sebentar lagi Pak Abdullah masuk loh,”
Dinda mengajak Cantik.
Spontan
saja, ia menyadarkan dirinya. Mungkin lebih baik Digta butuh waktu untuk
sendiri. Kadang sendiri bisa membuat kita akan tenang dengan sendirinya, pun ia
berjanji akan menghiburnya nanti.
***
“Ini aku bawakan ice
coffe kesukaan kamu,” Cantik memberikan minuman kesukaan Digta yang sedang
melamun saat menunggunya di parkiran.
Digta
memberikannya senyuman namun kenapa terasa sesak. Hah. Mungkin karena tahu,
senyum itu karena tidak ingin membuatnya khawatir. Cantik memegang tangan Digta
perlahan yang sebelumnya sudah memakai sarung tangan. Ia mencoba menenangkan.
Tidak semua yang kita inginkan itu diberikan oleh Allah, namun ia akan selalu
memberikan apa yang kita butuhkan. Kalimat itu pernah diucapkan oleh Digta dan
kali ini diberikan kembali kepadanya. Pemuda itu langsung memberikan senyuman
berbeda dari sebelumnya. Tenang menyamai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar