RENCANA
JAHAT
“Semuanya
akan baik.”
Harleks Diam. Dia hanya
mendengarkan amukan sahabatnya yang mulai merobek surat perjanjian.
“Kamu
lihat ini, ini hancur sama dengan persahabatan kita.”
Bukan
karena tidak berani dan bukan pula tidak pembelaan, ia hanya tahu semuanya saja
saat pembelaan itu menguap.
“Kamu
boleh pergi sekarang. Pergi dari ruanganku sekarang juga,” teriak Bram dengan
nafas terengah-engah.
“Baiklah
kalau itu yang kamu inginkan. Tapi aku ingin kamu tahu satu hal, bahwa aku
tidak membencimu sama sekali bahkan aku selalu ingin menjadi sahabatmu,” kata
Harleks sambil berdiri membalikkan badan.
Sedikitpun
Bram tidak ingin menatapnya.
“Omong
kosong,” pekiknya dalam batin.
***
Di tempat lain, Ferli
sedang berjalan berisian dengan Irma menuju perpustakaan dan sepanjang
perjalanan mereka dipuji pasangan serasi.
“Kamu
dengar sendirikan apa yang dikatakan mereka?”
“Hmmmmm,
apa ya? Koq aku merasa tidak dengar apa-apa,” jawab Irma seolah-olah tidak
mendengarkan dan mempercepat langkahnya.
“Awas,”
Ferli panik dan menangkap cepat gadisnya yang nyaris terjatuh.
Mata
mereka saling menantang. Kalau ada yang melihat dengan seksama pasti nampak cinta
bertaburan di antara mereka. keduanya terjaga saat mendengar bunyi siulan. Lalu
Irma berdiri secepat kilat begitupun Ferdi yang melepaskan pegangan. Membuatnya
keduanya merasa kikuk.
“Maaf,”
ucap keduanya bersamaan.
Karena
takut kalau-kalau akan pingsan, Irma secepatnya berjalan dan masuk ke dalam
perpustakaan.
Sementara
Intan masih saja sesak. Tidak tahu lagi harus berbuat apa agar bisa menjauhkan
Irma dari Ferli. Keduanya seperti magnet yang saling tarik menarik. Sangat
sulit untuk dipisahkan. Beberapa kali ia berpikir sambil mengigit kukunya dan
akhirnya mendapatkan sebuah ide buruk.
***
Beberapa hari kemudian,
Universitas mengadakan outing untuk beberapa mahasiswa yang mendapatkan IPK
tertinggi. Seratus dari mahasiswa yang ikut adalah Ferli, Irma, Karin, Hasbi, dan
Intan. Semua yang ikut nampak sangat gembira saat bus sudah mulai membawa mereka
menuju lokasi outing, Pantai Tanjung Karang. Seperti takdir, lagi-lagi Irma
mendapatkan nomor kursi dengan. Sementara Karin bersama Hasbi yang selalu
mencuri-curi pandang kepada Irma. Begitupun dengan Intan, yang duduk di bagian
kanan dari bagian kiri yang diduduki pasangan fenomenal di kampus.
Ferli
begitu gembira bisa selalu berada di samping Irma, apalagi ia sudah mendapatkan
amanah dari kedua orang tua Irma via telepon untuk selalu menjaga anaknya.
Dipandanginya gadis yang sedang tertidur pulas dengan bersandar pada kaca
mobil. Ia tidak memperdulikan angin yang membelai wajah kain penutup kepalanya.
Nampak sangat imut dan ingin sekali decubiti pipinya, hanya saja tidak mungkin.
Hasbi
dan Intan cuma bisa meringis kesakitan. Perlahan Hasbi mencoba mengikhlaskan,
sementara Intan tersenyum jahat. Seolah rencana yang dibuatnya sebentar lagi
akan mendapat penerangan.
Akhirnya
sampai juga di Pantai Tanjung Karang. Laut biru dan angin yang menyambar, bukan
hanya tubuh melainkan juga hati membuat perasaan takjub. Masya Allah, sungguh besar kekusaan Allah yang telah menciptakan
bumi sedemikian cantiknya. Perbuatan bodoh kalau sampai tidak bersyukur.
Irma
dan Ferli membuat peserta lain cemburu.
Keduanya
bermain di bibir pantai dengan membuat istana pasir saat matahari baru saja
condong di sarangnya.
Meskipun
kesal, Intan masih menikmati sampai waktu berganti. Saat semua peserta bermain
di hutan yang kebetulan bersebelahan dengan laut cantik itu. Intan sengaja
mengganti arah dalam permainan mencari jejak, yang membuat Irma tesesat
sendirian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar