KOMA
“Aku
ingin menggantikanmu”
Bukan hanya Irma yang
berkujur kaku di rumah sakit, Ferli juga serasa hanya melihatnya dengan tatapan
mendung. Kalau tak mendengar suara adzan pasti ia tidak akan pernah lengah dari
sisi gadisnya untuk menuju ke masjid. Ferli merasa begitu terpuruk untuk
kesekian kalinya, Irma terluka karena tidak bisa menjaganya dengan baik.
“Aku
janji akan selalu menjagamu,” dan kalimat ini selalu terngiang-ngiang di
telinganya.
Ferli
sempat berpikir, jangan-jangan ini tanda bahwa dirinya harus berjauhan dengan
Irma. Mereka bukanlah jodoh. Mereka seperti langit dan bumi, sebesar apapun
untuk bersatu akan terpisah jua.
Putus
asa?
Astagfirullah!
Secepat kilat Ferdi membuat pikirannya tenang. Termasuk membuang prasangka
buruk itu.
***
Sholat Asyar sudah
dilaksanakan.
Ferli
berjalan pelan dengan harapan di dadanya, sambil tak berhenti mengucap asma
Allah.
Karin
dan teman-temannya yang juga masih setia menunggu merasa kasihan dengannya, ia
tidak mau makan sama sekali. Hanya sholat kemudian kembali lagi menjaga Irma,
menatapnya seharian.
Karin
tidak ingin membiarkannya seperti itu, paling tidak ia makan sesuap atau dua
suap. Jangan sampai ia juga jatuh sakit sementara Irma masih koma.
“Ini
bukan demi kamu ataupun demi kamu teman-temanmu. Ini demi Irma, pasti dia tidak
ingin melihatmu seperti ini.”
“Benarkah?”
Ferli memandangnya dan air meleleh dari matanya.
Ia
mengambil bungkus nasi goreng itu dan pelan memakannya.
“Makannya
yang pelan, jangan sampai tersedak dan ini minumanmu Fer,” Karin menyodorkan
sebotol minuman.
Ferdi
melahap makannya sambil memberikan senyuman ringan.
***.
Keduanya sedang
bersenda gurau di taman. Banyak balon berwarna-warni dipasang pada pohon-pohon
taman itu untuk menambah suasana romantis saat piknik. Ini pertama kalinya mereka
piknik berdua.
“Fer,
kalau nanti aku tidak di sisimu. Kamu harus janji aku, bahkan kamu akan tetap
menjadi dirimu sendiri,” ucap Irma.
“Apa
yang kamu katakana? Aku sama sekali tidak mengerti.”
Dan,
Ferli terbangun dari tidur singkatnya. Ia menatap gadis dihadapannya yang masih
dalam keadaan koma.
Hanya
mimpi namun serasa sangat nyata. Tidak. Jangan sampai ini pertanda buruk. Ia melihat
jam yang menempel di dingding, masih pukul dua lewat dini hari. Ferdi bangkit,
meninggalkan Irma bersama sahabat-sahabatnya yang tertidur pulas. Tidak ada
langkah lain selain menuju masjid. Ia membiarkan air suci membelai lembut
tangan, mulut, wajah, lengan, jidat, telinga sampai kedua mata kaki, padahal
angin dingin juga menusuk tulangnya. Dan, hatinya perlahan tenang.
Ia
sholat dengan penuh kekhusyukhan.
Allah, jangan biarkan dia pergi.
Allah, kami masih membutuhkannya.
Allah, dia gadis yang baik dan kami
sangat mencintainya.
Dan,
Karin datang di saat dia selesai berdoa. Memberikan kabar baik. Allah
mengabulkan doanya. Irma siuman. Ferdi langsung berlari menuju ruang rawat
gadisnya, Karin mengikutinya dari belakang. Setelah sampai ia mengatur nafasnya
sementara dokter masih memeriksanya dan Alhamdulillah,
sang dokter tersenyum.
Allah
memberikan apa yang dia butuhkan selalu tepat pada waktunya. Tepat di saat
kesedihan dan prasangka buruk itu semakin menjadi-jadi. Allah selalu memberikan
kejutan di setiap hidup bagi yang selalu bersyukur kepadanya. Allah selalu
memperlihatkan bahwa ada dua sisi dalam kehidupan, kesedihan dan kesenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar