post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Kamis, 21 Juni 2018

Still Hoping (30)


RUANG KESEHATAN
“Dia hanya sedang jatuh cinta”

Kemudian, Cantik hanya melihatnya seksama.
Tapi saat itu, Digta hanya memberikan senyuman menawan yang seolah bersumber dari ketulusan hati. Padahal sebelumnya ada raut wajah kesal. Aneh. Tiba-tiba muram. Tiba-tiba senang. Bahkan sampai beberapa detik berikutnya hanya sampulan indah yang terus dibicarakannya.
Cantik sempat berpikir, jangan-jangan suaminya itu sudah dirasuki setan setengah gila. Dia tidak tahu harus di mana menempatkan akalnya. Kejadiannya akan sama dengan orang-orang yang dekat dengan kegilaan, maka akan ikut menjadi tidak waras.
Cantik berdiri.

Ia mengambil langkah seribu. Daripada terus diterpa ketakutan yang sebenarnya belum terjadi, lagian alasan utamanya karena dia akan segera masuk kelas.
Sempat menoleh dan melihat Digta memegang jantungnya.
Meskipun merasakan keanehan, ia merasa perlu khawatir. Ia mengecek jam di tangannya. Masih ada waktu sekitar lima belas menit. Lebih baik ia membawa Digta ke ruang kesehatan kampus untuk diperiksa dokter.
Cantik kembali dan langsung memegang dahi Digta. Tidak panas. Tidak demam. Tetapi, kenapa saat mata mereka saling beradu, yang merasakan panas dingin malah dirinya? Ada degupan kencang di dalam hatinya.
Buru-buru Cantik melepaskannya dan membujuk dengan lembut Digta untuk  bersamanya
“Kamu mau bawa aku ke mana Cantik?” katanya, namun terus mengikuti Cantik dari belakang.
“Pokoknya kamu ikut aja.”
Digta senyum.
Mungkin dia mau mengajak makan berdua di kantin. Bisa jadi belajar bersama di perpustakaan atau paling tidak ke mana saja dan tetap berdua. Digta disergap perasaan yang membawa melayang-layang ke angkasa.
***
“Maaf, menganggu waktu dokter,” kata Cantik saat sudah duduk berhadapan dengan dokter dan di sampingnya Digta celingak-celinguk sampai berpikir kenapa dia dibawa ke ruang kesehatan.
“Ia, tidak apa-apa? Apa ada yang perlu saya bantu?” Dokter itu nampak memegang teleskopnya.
“Teman saya dok, tolong diperiksa kesehatannya. Dari tadi dia hanya senyum-senyum,” sambil menunjuk Digta.
Ah, Digta kaget dan mengeluarkan suara cempreng. Perkiraan sebelumnya hanyalah khayalan semata. Ia menangkat alis sambil menatap melotot kepada Cantik. Tanda tidak mengerti, kenapa harus diperiksa. Ya, sebelumnya dikatakan kerjaannya hanya senyum. Bukankah senyum itu ibadah? Lagian akan membuat awet muda. Lantas kenapa harus diperiksa. Cantik membalas mata melotot dan memerintahkannya untuk mengikuti dokter tersebut ke ruang periksa.
Dari penjelasan dokter, Digta tidak mengalami sakit apapun, termasuk keanehan yang dimaksud Cantik. Dokter hanya memperkirakan bahwa pemuda itu sedang jatuh cinta. Jatuh cinta yang kadang membuat orang tidak menentu, baik sikap mau kecerahan wajahnya. Kadang senyum sendiri tanpa ada sebab yang pasti.
Dan, sebelum keduanya ke luar dari ruang kesehatan. Dokter tersebut bertanya apakah keduanya adalah pasangan? Kalau benar pasangan, mereka nampak cocok satu sama lain. Ditambah ada kemiripan wajah.
Keduanya tidak menjawab pertanyaan sang dokter. Hanya saling menatap satu sama lain beberapa detik dan mulai merasakan kembali aliran darah yang begitu nyata mengalir kencang di dalam tubuhnya. Serasa hati akan jatuh ke lantai karena tidak tahan dengan ledakan. Mereka jalan berisian tanpa ada sepatah katapun yang terlontar. Sekarang bukan hanya Digta yang suka tersenyum sendiri, pun Cantik.
Cantik ingin jalan duluan setelah melihat waktu yang harus menyegerakannya masuk kelas.
Hanya saja sebelum itu Digta menawarkan pulang bersama.
Cantik tanpa membalikkan badan, ia mengangguk dan kembali mempercepat langkahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar