PENJELASAN?
“Cemburu
satu sama lain”
Digta tetap tidak bisa
bohong, masih ada kekecewaan yang tersisa. Bukan berarti ia tidak mau mengantar
sang istri untuk latihan, justru ia yang menawarkan diri. Sungguh Cantik merasa
senang, padahal diperhatikan seperti itu bukan baru pertama kali, melainkan
setiap hati setelah mereka menjalin hubungan palsu.
“Kenapa
kamu senyum-senyum sendiri?” Sergah Digta.
Spontan
saja, tangan Cantik yang sedikit gemetaran dan wajahnya sumirngahnya dikemas
sedemikian rupa dengan membuang wajah ke samping kanan, tanpa menjawab apapun. Aneh. Pekik Digta.
***
“Makasih ya, udah
antarin aku ke sini,” kata Cantik sambil memberikan senyum ketulusan langsung
dari hati.
Digta
membalas sunggingan serupa. Hiro datang dan memberikan kostum kepada Cantik dan
perasaan tidak mengenakan hinggap di kepala Digta. Sesak dan sudah pernah ia
rasakan sebelumnya. seperti seseorang yang kesulitan untuk bernafas. Tidak
ingin meninggalkan sang istri latihan drama. Tanpa menunggu persetujuan Cantik,
dari kursi penonton ia menontonnya dari jauh. Begitu kesal, ketika adegan
Cantik dan Hiro sedang berpegangan tangan, sepasang suami istri yang
terpisahkan karena takdir, namun akhirnya bahagia pada akhirnya. Cinta
menyatukan mereka.
Digta
mengikuti alur cerita dalam kecemburuan, terhitung beberapa menit ia
membayangkan dirinya yang sedang bersama Cantik. Mungkin akan lebih serasi, dia
memakai baju pangeran.
Betapa
bahagianya ketika berdampingan dengannya, menyadari cinta satu sama lain. Jodoh
bertaut bersama perasaan yang saling terbalaskan. Hah. Bahagia dalam mengarungi
kehidupan.
Dari
kejauhan Cantik merasa aneh melihatnya yang senyam-senyum sendiri, sampai ia
tidak memperhatikan gaunnya dan akhirnya nyaris terjatuh dari panggung, untung
ada Hiro yang sigap menolong.
“Kamu
baik-baik saja kan?” Hiro khawatir sangat jelas dari mimik wajahnya dan itu
juga dirasakan Digta yang mulai menguasai dirinya.
Digta
mulai tidak tahan, ia berdiri dan tergagap ketika mendapati Luna sudah dari
tadi berada di belakangnya. Gadis itu tersenyum dan mengajaknya berbicara
sambil menyaksikan latihan pentas.
“Kita
senasib ya, sama-sama tidak lulus masuk ke dalam pentas kampus,” kata Luna
tetap memberikan sampulan menawan.
Kecemburuan
satu sama lain menyeringai, tanpa mengungkapkan. Andai saja jujur dan tidak
memegang gengsi, maka tidak akan ada suasana cemburu yang berlarut-larut. Andai
lebih mengerti perasaan yang sudah hadir di hati, maka tidak akan ada kediaman
saat Digta dan Cantik pulang.
Saling
memberikan wajah cuek tanpa mengatakan sepatah katapun. Bahkan sampai esok
menjelang, Cantik setelah sholat subuh langsung masuk ke dalam dapur dan
memasakan nasi goreng seperti biasanya, kemudian mengambil langkah seribu untuk
mandi, siap-siap ke kampus dan akhirnya pergi tanpa pamit. Dari jendela pun
Digta sendiri tidak mau menegur atau bahkan seperti biasanya, menawarkan untuk
di antar. Mungkin saja dia sudah dijemput
oleh Hiro. Pekiknya dalam batin walaupun sebenarnya Cantik berjalan sendiri
mencari taksi. Mungkin saja, dia sekarang
chattingan dengan Luna. Batin Cantik yang terus menyusuri jalanan, padahal
Digta sendiri uring-uringan dan tidak mau membalas pesan Luna yang jelas-jelas
sudah dibacanya.
***
Tak lama, Cantik merasakan
suasana kampus yang masih hening. Belum banyak mahasiswa yang berdatangan.
“Kamu
kenapa sih? Koq kayak lagi jengkel gitu,” Dinda yang sebelumnya sudah hadir
lebih awal di kampus dan masih sibuk membaca novel kesukaanya.
Cantik
hanya menggelengkan kepala sambil memberikan senyuman agar sahabat barunya itu
tidak merasa khawatir terhadapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar