post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Senin, 25 Juni 2018

Still Hoping (32)


PENJELASAN?
“Cemburu satu sama lain”

Digta tetap tidak bisa bohong, masih ada kekecewaan yang tersisa. Bukan berarti ia tidak mau mengantar sang istri untuk latihan, justru ia yang menawarkan diri. Sungguh Cantik merasa senang, padahal diperhatikan seperti itu bukan baru pertama kali, melainkan setiap hati setelah mereka menjalin hubungan palsu.
“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?” Sergah Digta.
Spontan saja, tangan Cantik yang sedikit gemetaran dan wajahnya sumirngahnya dikemas sedemikian rupa dengan membuang wajah ke samping kanan, tanpa menjawab apapun. Aneh. Pekik Digta.

***
“Makasih ya, udah antarin aku ke sini,” kata Cantik sambil memberikan senyum ketulusan langsung dari hati.
Digta membalas sunggingan serupa. Hiro datang dan memberikan kostum kepada Cantik dan perasaan tidak mengenakan hinggap di kepala Digta. Sesak dan sudah pernah ia rasakan sebelumnya. seperti seseorang yang kesulitan untuk bernafas. Tidak ingin meninggalkan sang istri latihan drama. Tanpa menunggu persetujuan Cantik, dari kursi penonton ia menontonnya dari jauh. Begitu kesal, ketika adegan Cantik dan Hiro sedang berpegangan tangan, sepasang suami istri yang terpisahkan karena takdir, namun akhirnya bahagia pada akhirnya. Cinta menyatukan mereka.
Digta mengikuti alur cerita dalam kecemburuan, terhitung beberapa menit ia membayangkan dirinya yang sedang bersama Cantik. Mungkin akan lebih serasi, dia memakai baju pangeran.
Betapa bahagianya ketika berdampingan dengannya, menyadari cinta satu sama lain. Jodoh bertaut bersama perasaan yang saling terbalaskan. Hah. Bahagia dalam mengarungi kehidupan.
Dari kejauhan Cantik merasa aneh melihatnya yang senyam-senyum sendiri, sampai ia tidak memperhatikan gaunnya dan akhirnya nyaris terjatuh dari panggung, untung ada Hiro yang sigap menolong.
“Kamu baik-baik saja kan?” Hiro khawatir sangat jelas dari mimik wajahnya dan itu juga dirasakan Digta yang mulai menguasai dirinya.
Digta mulai tidak tahan, ia berdiri dan tergagap ketika mendapati Luna sudah dari tadi berada di belakangnya. Gadis itu tersenyum dan mengajaknya berbicara sambil menyaksikan latihan pentas.
“Kita senasib ya, sama-sama tidak lulus masuk ke dalam pentas kampus,” kata Luna tetap memberikan sampulan menawan.
Kecemburuan satu sama lain menyeringai, tanpa mengungkapkan. Andai saja jujur dan tidak memegang gengsi, maka tidak akan ada suasana cemburu yang berlarut-larut. Andai lebih mengerti perasaan yang sudah hadir di hati, maka tidak akan ada kediaman saat Digta dan Cantik pulang.
Saling memberikan wajah cuek tanpa mengatakan sepatah katapun. Bahkan sampai esok menjelang, Cantik setelah sholat subuh langsung masuk ke dalam dapur dan memasakan nasi goreng seperti biasanya, kemudian mengambil langkah seribu untuk mandi, siap-siap ke kampus dan akhirnya pergi tanpa pamit. Dari jendela pun Digta sendiri tidak mau menegur atau bahkan seperti biasanya, menawarkan untuk di antar. Mungkin saja dia sudah dijemput oleh Hiro. Pekiknya dalam batin walaupun sebenarnya Cantik berjalan sendiri mencari taksi. Mungkin saja, dia sekarang chattingan dengan Luna. Batin Cantik yang terus menyusuri jalanan, padahal Digta sendiri uring-uringan dan tidak mau membalas pesan Luna yang jelas-jelas sudah dibacanya.
***
Tak lama, Cantik merasakan suasana kampus yang masih hening. Belum banyak mahasiswa yang berdatangan.
“Kamu kenapa sih? Koq kayak lagi jengkel gitu,” Dinda yang sebelumnya sudah hadir lebih awal di kampus dan masih sibuk membaca novel kesukaanya.
Cantik hanya menggelengkan kepala sambil memberikan senyuman agar sahabat barunya itu tidak merasa khawatir terhadapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar