“Arti
detakan jantung saat melihatmu”
Itu cinta. Tidak salah
lagi. Lagian sampai kapan kamu harus membohongi perasaanmu sendiri?
Dan
pertanyaan Hiro masih berdentum di kepala Digta. Sampai kapan ia harus
menyangkal apa yang dirasakan hatinya tak kala melihat senyuman yang terlukis
di wajah istrinya, pasti sangat bahagia dan alangkah lebih bahagianya kalau itu
semua karena dirinya.
Di
luar sedang hujan, ia memandangi buliran-buliran keras dari langit turun
membasahi bumi yang sejak beberapa minggu kepanasan. Mungkin seperti itulah
dirinya saat tidak ada sang istri dan menjadi sejuk ketika kesejukkan diri
Cantik hadir dalam hidupnya.
Ya,
tidak salah lagi. Ini adalah sebuah perasaan cinta. Setiap mau melakukan apapun
pasti tergambar wajah Cantik di benak. Entah sedang makan, belajar, olahraga di
pagi hari, bahkan dalam sholat pasti diselipkan namanya untuk didoakan segala
kebaikannya.
***
Di hari selanjutnya, ia
mengajak Cantik untuk jalan-jalan ke luar. Daripada di kos hanya menonton tv atau
terus menerus mengerjakan tugas padahal otak juga butuh istirahat. Kalau
tenaganya selalu diperas, ia bisa capek dan sakit.
Kebetulan
weekend dan sudah lama sekali ingin
mengunjungi dunia fantasi. Ingin mencoba berbagai macam wahana permainan di
sana. Seketika Cantik nyaris menelepon Cherry dan Merry, segera saja ditepis
Digta.
Pemuda
itu bergegas itu mengambil ponsel istrinya, tetapi dengan lembut sampai
memberikan senyuman mautnya.
“Please,
kali ini hanya kita berdua.”
Cantik
merasa diterbangkan ke langit.
Seolah
sedang menyeruput es susu pink kesukaannya sambil menonton aktor drama-drama
Korea. Ah, tidak. Ini lebih karena hatinya seakan tersetrum aliran listrik yang
membahagiakan, sampai membuat pipinya kemerahan.
Ya Tuhan, tolong aku. Jangan sampai
dia sadar tentang cinta yang sudah tumbuh di hatiku karenanya.
Batinnya berkecamuk.
Ia
mencoba menepis tingkahnya yang akan salah tingkah kalau tidak cepat
dinetralisir. Ia melihat jam melingkar di tangannya, kemudian mengatakan
sebaiknya sudah menuju fantasi sekarang karena kalau tidak tiket masuk akan
habis. Apalagi di hari weekend
seperti ini. Tentu saja Digta mau dan langung menggenggam tangan istrinya.
Cantik mencoba melepaskan, namun rangkulan suaminya lebih kuat darinya.
“Ya
Allah, terima kasih,” batinnya.
***
“Kamu mau coba apa
dulu?” Digta langsung menanyakan apa yang diinginkan istrinya yang seperti
bingung memilih apa.
“Terserah
kamu saja. Aku ikut.”
“Koq
gitu. Kita kan ke sini, demi kamu supaya bisa membuatmu senang,” kalimat yang
meluncur saja dari bibir Digta, nampak sekali ketulusan.
Beberapa
saat Cantik terdiam. Penaka terbius.
“Koq
diam sih?”
“Aw,
maaf. Hmmm…. Kita naik kuda-kuda itu aja dulu,” Cantik menarik tangan suaminya
dan kemudian beranjak ke permainan kuda yang berputar.
Seperti
anak kecil yang bahagia karena mendapatkan apa yang disukainya. Tawa terus
terlukis di wajah keduanya.
“Kamu
senang kan?”
“Ia.
Makasih ya.”
“Harusnya
aku yang bilang terima kasih karena kamu sudah hadir di kehidupanku.”
Dan,
aroma canggung sekarang bagi Cantik.
“Kamu
tahu tidak, semenjak kamu hadir aku lebih banyak tersenyum daripada merenungi
nasib cintaku.”
Cantik
masih terdiam.
“Dulu
aku suka merenung karena cintaku bertepuk sebelah tangan kepada Luna dan
perlahan ketika kamu hadir di kehidupanku, aku menyadari bahwa cintaku kepada
gadis itu hanyalah sebatas kagum dan obsesi semata.”
Air
mata Cantik keluar begitu saja saat menatap suaminya yang mencurahkan sebagian
dari isi hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar