post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Sabtu, 30 Juni 2018

Still Hoping (36)


DUNIA FANTASI
“Arti detakan jantung saat melihatmu”

Itu cinta. Tidak salah lagi. Lagian sampai kapan kamu harus membohongi perasaanmu sendiri?
Dan pertanyaan Hiro masih berdentum di kepala Digta. Sampai kapan ia harus menyangkal apa yang dirasakan hatinya tak kala melihat senyuman yang terlukis di wajah istrinya, pasti sangat bahagia dan alangkah lebih bahagianya kalau itu semua karena dirinya.

Di luar sedang hujan, ia memandangi buliran-buliran keras dari langit turun membasahi bumi yang sejak beberapa minggu kepanasan. Mungkin seperti itulah dirinya saat tidak ada sang istri dan menjadi sejuk ketika kesejukkan diri Cantik hadir dalam hidupnya.
Ya, tidak salah lagi. Ini adalah sebuah perasaan cinta. Setiap mau melakukan apapun pasti tergambar wajah Cantik di benak. Entah sedang makan, belajar, olahraga di pagi hari, bahkan dalam sholat pasti diselipkan namanya untuk didoakan segala kebaikannya.
***
Di hari selanjutnya, ia mengajak Cantik untuk jalan-jalan ke luar. Daripada di kos hanya menonton tv atau terus menerus mengerjakan tugas padahal otak juga butuh istirahat. Kalau tenaganya selalu diperas, ia bisa capek dan sakit.
Kebetulan weekend dan sudah lama sekali ingin mengunjungi dunia fantasi. Ingin mencoba berbagai macam wahana permainan di sana. Seketika Cantik nyaris menelepon Cherry dan Merry, segera saja ditepis Digta.
Pemuda itu bergegas itu mengambil ponsel istrinya, tetapi dengan lembut sampai memberikan senyuman mautnya.
“Please, kali ini hanya kita berdua.”
Cantik merasa diterbangkan ke langit.
Seolah sedang menyeruput es susu pink kesukaannya sambil menonton aktor drama-drama Korea. Ah, tidak. Ini lebih karena hatinya seakan tersetrum aliran listrik yang membahagiakan, sampai membuat pipinya kemerahan.
Ya Tuhan, tolong aku. Jangan sampai dia sadar tentang cinta yang sudah tumbuh di hatiku karenanya. Batinnya berkecamuk.
Ia mencoba menepis tingkahnya yang akan salah tingkah kalau tidak cepat dinetralisir. Ia melihat jam melingkar di tangannya, kemudian mengatakan sebaiknya sudah menuju fantasi sekarang karena kalau tidak tiket masuk akan habis. Apalagi di hari weekend seperti ini. Tentu saja Digta mau dan langung menggenggam tangan istrinya. Cantik mencoba melepaskan, namun rangkulan suaminya lebih kuat darinya.
“Ya Allah, terima kasih,” batinnya.
***
“Kamu mau coba apa dulu?” Digta langsung menanyakan apa yang diinginkan istrinya yang seperti bingung memilih apa.
“Terserah kamu saja. Aku ikut.”
“Koq gitu. Kita kan ke sini, demi kamu supaya bisa membuatmu senang,” kalimat yang meluncur saja dari bibir Digta, nampak sekali ketulusan.
Beberapa saat Cantik terdiam. Penaka terbius.
“Koq diam sih?”
“Aw, maaf. Hmmm…. Kita naik kuda-kuda itu aja dulu,” Cantik menarik tangan suaminya dan kemudian beranjak ke permainan kuda yang berputar.
Seperti anak kecil yang bahagia karena mendapatkan apa yang disukainya. Tawa terus terlukis di wajah keduanya.
“Kamu senang kan?”
“Ia. Makasih ya.”
“Harusnya aku yang bilang terima kasih karena kamu sudah hadir di kehidupanku.”
Dan, aroma canggung sekarang bagi Cantik.
“Kamu tahu tidak, semenjak kamu hadir aku lebih banyak tersenyum daripada merenungi nasib cintaku.”
Cantik masih terdiam.
“Dulu aku suka merenung karena cintaku bertepuk sebelah tangan kepada Luna dan perlahan ketika kamu hadir di kehidupanku, aku menyadari bahwa cintaku kepada gadis itu hanyalah sebatas kagum dan obsesi semata.”
Air mata Cantik keluar begitu saja saat menatap suaminya yang mencurahkan sebagian dari isi hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar