post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Minggu, 01 Juli 2018

Baiduri (43)


BERDUA
“Denganmu lebih baik”

Detik-detik berikutnya ada yang lain dari Ferdi. Rini, Ida dan Ayu mencoba membacanya.
Mereka merasa Ferdi tidak ingin diganggu saat melakukan pendekatan pada Suci yang belum jelas statusnya, harusnya mereka tidak menghalangi malah harus mendukung.
Tak ada jalan lain, selain membiarkan mereka bersama dulu dengan mengambil tiket film lain.

Awalnya Suci ingin mengikuti mereka, tetapi karena terlanjur dia sudah punya tiket duluan dengan Ferdi maka tak mau harus masuk duluan. Ferdi merubah siklus wajahnya yang sebelumnya gersang dengan kemurungan, sekarang dihiasi dengan senyuman manis yang diberikan kepada sahabat-sahabat gadis yang disukainya. Meskipun tidak mengatakan terima kasih, lewat itu mereka sudah bisa mengetahuinya.
Akhirnya kesempatan itu datang, di mana Ferdi bisa memberikan perhatian yang lebih eksklusif kepada Suci, memberinya pop corn saat sedang asyik menikmati film dan memberikan minuman saat dengan kehausana.
Sementara dirinya bukan menikmati film, malah asyik memperhatikan gadis manis di sampingnya yang sudah tidak memakai cadar lagi,  namun hijab tetap menutup lembut kepalanya.
AWW….
“Maaf,” kata Suci yang spontan memegang tangan Ferdi saat melihat adegan horror dalam film.
“Ia, tidak apa-apa,” Jawab Ferdi, kemudian mengalihkan pandangan ke layar.
Ia tersenyum.
“Makasih ya, selama ini kamu selalu menjagaku,” tutur Suci di sela-sela menikmati film.’
“Sudah menjadi kewajibanku,” Ferdi tersenyum.
***
Film selesai juga. Ferdi meliik jam yang terikat di tangannya. Sudah masuk waktu sholat Asyar. Segera ia meminta Suci untuk ke masjid bersama. Keduanya, kemudian berjalan berisian dengan hati yang dag-dig-dug.
Ini pertama kalinya Ferdi menjadi imam sholat, meskipun tidak di masjid setidaknya ia sudah menunjukkan bahwa ia akan terus belajar bagaimana menjadi imam dalam sholat. Dan, ingin belajar menjadi imam hidup Suci. Itu diutarakannya.
Suci tertawa tipis. Namun, terselip kebahagiaan.
Gampang sekali mengatakan hal-hal yang bisa membahagiakan seorang gadis. Hanya saja tanpa bukti, semua itu tidak ada apa-apanya. Suci perlu bukti, maksud dari apa yang dikatakannya. Diakui memang selama ini sudah memberikan sedikit demi sedikit bukti, entah itu perhatian, penjagaan atau apapun itu yang niatnya baik. Hanya saja, semuanya belum cukup dan Suci merasa belum pantas untuk membicarakan hal yang seperti itu.
“Kita masih terlalu muda,” diselingi tawa. “Lebih baik kita membicarakan persiapan ujian kita sebentar lagi.”
“Hmmm. Tapi aku ingin jujur dengan perasaanku sendiri,” katanya sambil terus berjalan berisian di dalam mall yang bising dengan kegiatan jual-beli.
Suci terdiam, kemudian ia mengambil nafas panjang, “Aku mengerti, tapi saya rasa aku butuh waktu. Bukan hal mudah menjalin hubungan di saat kita masih terlalu muda seperti ini. Kita harus pintar menjaga diri kita dulu.”
“Kamu benar. Tapi tolong, jangan menghalangi aku untuk membuktikkan bahwa aku mencintai kamu.”
Suci melelehkan air mata yang keluar begitu saja.
“Kamu jangan nangis dong, nanti orang kira aku telah berbuat jahat padamu,” katanya sambil berhenti di tengah-tengah mall, karena gadis yang bersamanya masih menikmati tangisan harunya.
“Terima kasih ya karena sudah mau mencintaiku.”
“Cinta itu datang sebagai anugerah dari Tuhan dan aku sangat bersyukur, cinta di hati ini tumbuh suburmu dan aku janji akan senantiasa menjaga cinta ini, sampai waktunya tiba.”
Tidak bisa berkata apa-apa. Tangisan yang sudah hilang itu kembali lagi tergenang di pipi Suci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar