post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Minggu, 01 Juli 2018

Baiduri (44)


TOKO BUKU
“Kita memiliki banyak kesamaan”

Tutt… Tutt…. Tutt…..
Bunyi getar ponsel Suci di tasnya yang terdengar. Segera ia mengambil dan memeriksa pesan chat whatss app dari Rini yang mengatakan bahwa ia bersama Ayu dan Ida duluan pulang karena mau mengurus sesuatu.
Gadis itu memanyungkan mulut sambil bepikir, mereka pasti alasan saja karena ingin membuatku berdua dengan Ferdi. Jujur ia merasa sangat bahagia bisa berjalan bersama dengan pemuda yang sudah menempati sudut kosong di hatinya, tetapi bukan berarti dia bisa berjalan berdua dengan yang bukan muhrim.

Sebelum mengatakannya, Ferdi bisa membaca dari raut wajahnya dan langsung ingin mengantarnya pulang. Terkesima. Ya, Suci merubah wajah manyungnya dengan pesona yang nyaris membuat hati Ferdi jatuh ke lantai. Mungkin kalau tidak ada orang, dia sudah tumbang dari tadi.
“Mohon, jangan senyum seperti itu kepadaku. Rasanya aku ingin pingsan kalau kamu melakukannya.”
Suci membisu. Pun dirinya begitu kalau berada di dekat Ferdi dan diberikan senyuman maut, rasanya aliran darahnya berdesir kencang.
Sebelum kikuk itu terlihat dengan jelas, Suci masuk duluan ke dalam mobil tanpa mengatakan apapun.
Suasana dalam mobil begitu sunyi, tidak ada pembicaraan di awal dan saat bersuara, keduanya langsung bersamaan.
“Okay, kamu aja duluan kalau begitu,” Ferdi ingin mengalah, hanya saja Suci juga mengatakan hal yang sama.
“Sudah sewajarnya laki-laki mengalah untuk gadis yang disukainya,” diselingi dengan senyuman membuat gadis di sampingnya buru-buru membuka kaca mobil, supaya udara di luar bisa masuk ke dalam jiwanya yang sudah dicuri.
“Ayo katakana, apa yang ingin kamu katakan!”
“Aku ingin singgah dulu sebentar di toko buku, ada novel baru yang ingin saya beli.”
“Aw, koq bisa samaan gitu. Aku tadinya mau bilang seperti itu juga kepadamu. Karena aku ingin beli novel Asma Nadia dan Tere Liye. Aku suka banget baca karya mereka, unsur keislamannya sangat kental.”
“Benar sekali, aku juga suka mereka.Tetapi Habiburrahman juga tidak kalah bagus, seperti Ayat-ayat Cinta dua, novel itu keren banget.”
“Kamu udah punya novel itu? Boleh pinjam tidak?”
Mmmmm. Suci berpikir sejenak. Selama ini ia memang memiliki jiwa dermawan kalau masalah uang, bantuan tenaga atau yang lainnya kepada yang membutuhkan. Namun, masalah meminjamkan novel ia butuh pemikiran. Karena dulunya, ia banyak meminjamkan kepada orang lain novel miliknya, hanya saja tidak kembali-kembali. Ferdi lagi-lagi bisa membaca apa yang ditakutkannya yang jelas dari kelopak matanya. Pun mengatakan bahwa ia adalah salah satu pembaca paling baik di dunia ini.
Ia tidak akan melipat buku yang dibacanya, hanya dibaca pada saat santai dan tidak dibawa ke mana saja. Pokoknya ia akan menjaga dan mengembalikkannya dengan baik.
Suci pun menganggukkan kepala dan mengatakan bahwa ia akan meminjamkannya, ketika sudah sampai di rumah.
Dan, pembicaraan mereka terus berlanjut sampai-sampai toko buku yang dimaksud terlewat. Untung tidak terlalu jauh, bisa kelamaan jadinya. Hanya saja keduanya bahagia, bisa menghabiskan waktu bersama. Sekitar sepuluh menit kemudian, keduanya sampai juga di depan toko buku gramedia.
Karena terlalu kesenangan, Suci tidak memperhatikan lengan bajunya yang panjang tersangkut di mobil dan alhasil robek. Ferdi sigap memberikan jacketnya bahkan memasangkannya sendiri kepadanya. Ah, romantis. Mengundang mata-mata orang lain yang merasa iri sekaligus takjub.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar