JAUHI
ANAKKU
“Allah,
akan membantuku”

Dan
seterusnya, Ferli mengaji di samping Irma meskipun dengan suara yang fales, ia
masih terus melantunkan firman-firman Allah itu dengan pelan, tidak
tergesa-gesa seperti yang pernah dikatakan guru agamanya ketika duduk di bangku
SMP. Alhamdullillah lantunan itu membuat Yuri semakin tenang, bahkan sampai
mengeluarkan Kristal-kristal di matanya. Ingin menyentuh pemuda itu, namun
tertahan.
Di
dalam hatinya: Allah, terima kasih sudah mengirimkanku malaikat penjaga seperti
Ferli. Dia tidak hanya selalu menjagaku namun juga bisa membuat aku selalu
dekat dengan-Mu. Ya Allah, semoga Engkau membimbing jalan kami selalu.
Di
sofa yang terletak di sisi kiri saat memasuki ruang rawat Irma, Karin dan
teman-temannya yang lain ikut terbawa suasana.
Beberapa
detik selanjutnya terdengar ada suara salam dari luar, seorang wanita paru baya
yang sudah memiliki bercak tangisan di mata. Ada bapak yang memiliki mata
serupa dengan Irma namun berekspersi seolah-olah ingin menerkam. Keduanya masuk
setelah dijawab salamnya oleh Ferli dan Karin.
Sambil
tetap tiduran, Irma memanggil keduanya dengan sebutan mama dan ayah. Membuat
Ferli dan yang lainnya sadar.
Ketika
sudah sampai di depan anaknya, Rika langsung memeluk putrinya. Hah. Hal yang
ditakutkan sudah terjadi, padahal dulunya mengatakan lebih baik melanjutkan
studi di kota sendiri.
Hah.
Irma ikut mewek.
Kerinduan
yang sudah lama tertahan, seorang ibu kepada anaknya diluapkan begitu saja
tanpa perduli di sekelilingnya. Hanya tahu bagaimana supaya anak gadisnya bisa
lebih baik setelah melihatnya. Setelah orang tua Irma duduk, Ferli cepat-cepat
mengambil tangan keduanya untuk salaman. Karin dan teman-teman lainnya
mengekor. Hanya saja tidak seperti Rika, Aditia nampak tidak suka kepada Ferli.
Diajaknya
pemuda yang ditahu sudah dekat dengan anaknya itu ke luar. Awalnya Rika
memberikan isyarat agar jangan melakukan itu, hanya saja Aditia tidak bisa
mengontrol pikirannya yang sangat khawatir.
“Tolong
jauhi anak saya.”
Dan,
kalimat terakhir dari bibir Aditia yang kemudian meninggalkan Ferli termenung
sendiri di halaman rumah sakit. Ada kesakitan menguak di jiwanya, seolah
menerkam dan ingin membuat tumbang saja, Kenapa selalu saja ada cobaan dalam
cintanya? Akankah kali ini bisa dilalui?
Atau haruskah aku meninggalkan Irma
demi kebaikannya, seperti apa yang dikatakan ayahnya?
Ya,
semua yang terjadi pada Irma memang salah Intan. Namun, setahu Aditia, semuanya
adalah salah dirinya yang lalai menjaganya. Dan karena cinta Intan yang tidak
dibalasnya maka hal itupun terjadi. Andai Irma tidak selamat, Aditia akan
membunuh Intan dan begitu pula dengannya yang sudah berjanji akan menjaganya.
Ferli
terdiam masih berpikir tentang apa yang baru saja disampaikan ayah Irma
kepadanya. Sangat menakutkan, tetapi lebih menakutkan lagi kalau tidak berada
di dekat gadisnya. Ah. Ia tidak akan menyerah, bahkan menyeberang lautan,
mendaki gunung yang paling tinggi di dunia atau bahkan menggapai langit bisa ia
lakukan. Semua demi cinta untuk Irma seorang.
Ia
sudah terlanjur mencintai dan bahkan cinta mereka baru dimulai, meskipun
perjuangannya sudah memakan waktu lama. Ferli menggenggam erat tangannya.
Cintanya sudah kuat dan mengalahkan apapun yang menakutkan di depannya. Dengan
mantap ia mengucapkan, “Allah, akan membantuku memperjuangkan cinta.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar