post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Minggu, 01 Juli 2018

Special Love (44)


BERIKAN DIA KESEMPATAN
“Aku mencintainya lebih dari yang dia bayangkan”

Awan cerah menggelayut di atas langit. Pagi hari itu banyak pasien yang berjalan di taman, sekedar bercerita dengan salah satu anggota keluarganya. Ada yang sedang latihan berjalan dan ada pula yang sedang makan bersama. Begitu pula dengan yang dilakukan Irma bersama kedua orang tuanya, sedang asyik bercerita di tempat yang penuh dengan aroma bunga-bunga itu. Namun, beberapa kali gadis itu terlihat celingak-celingkuk, ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Entah kenapa kemarin Ferli begitu saja, tanpa permisi padanya. Padahal biasanya dia tidak seperti itu, malahan bersikeras menjagaku. Mungkinkah karena sudah ada orang tuaku? Irma mencoba membuat pikirannya positif. Tidak baik dalam keadaan sakit terlalu banyak pikiran.

Ia lalu menyadari sesuatu bahwa ayahnya kemarin mengajak Ferli bicara berdua. Entah apa yang dibicarakan. Perlahan mengambil nafas pelan kemudian membuangnya. Beberapa kalimat basa-basi keluar sebelum pada intinya. Sang ayah yang sudah tahu pasti anak gadisnya bertanya itu mencoba berkata jujur, tetapi lembut. Selama ini dia tidak pernah menyembunyikan apapun dari keluarganya, hal apapun. Mata Irma berkaca-kaca mendengar keputusan sang ayah. Sementara ibunya mencoba menenangkan dengan memegang tangannya. Mengisyaratkan dari mata bahwa semua pasti ada jalannya.
“Dia memang pemuda yang baik na’. Tetapi dia tidak bisa menjagamu dengan benar. Kamu selalu saja celaka kalau dekat dengannya,” tutur Aditia kemudian.
Wajah Irma diangkat sedikit, “Ayah, bukankah itu urusan takdir. Celaka dan selamatnya seseorang. Itu tidak ada hubungannya dengan kak Ferli, ayah.”
Rika kemudian menggigit bibir bawahnya, tangannya sedikit meremas tangan putrinya. Lagi-lagi memberikan isyarat, jangan sampa menentang ayahnya di saat sekarang, menunggu beberapa waktu sampai kepalanya didinginkan dan diberikan pengertian.
“Ayah, beri dia kesempatan. Dia pasti bisa membuktikkan bahwa dia adalah orang yang pantas bersamaku.”
“Nak’, kamu tidak pernah melawan ayah seperti ini. Entah apa kepalamu sudah dicuci olehnya atau bagaimana,” Aditia mulai sedikit kesal.
Irma menitikan air mata sambil justru ayahnya yang kepalanya mungkin dicuci. Selama ini ia selalu berpikiran baik kepada siapa saja, lantas kenapa di saat seperti ini malah melupakan semua itu? Hah. Begitu sakit rasanya, namun tidak mungkin bisa melawan. Bagaimanapun ia adalah seorang ayah yang sedang khawatir kepada anaknya. Benar apa yang diisyaratkan ibunya, ayah perlu berpikir dan diberikan pengertian. Semuanya butuh proses.
***
Rika merasa harus melakukan sesuatu. Ia tidak bisa terus-terusan melihatnya putrinya bersedih. Sudah tiga hari terbaring di rumah sakit. Tidak memiliki nafsu makan, bahkan sering senyum dengan terpaksa. Hah.
Diam-diam ia mengambil ponsel Irma dan mencari nomor kontak Ferli. Kemudian ia meminta izin kepada sang suami untuk ke luar sebentar membeli buah. Awalnya Aditia ingin ikut, namun Rika beralasan kalau sampai keduanya sama-sama pergi maka tidak ada yang akan menjaga Irma.
Beberapa menit kemudian ia sudah berada di sebuah kafe bersama Ferli yang sangat sopan padanya. Ia merasa bersalah karena suaminya sudah berpikir yang tidak baik tentangnya. Pun berjanji, bahwa ia akan mencoba membantu hubungannya dengan anaknya. Hanya saja, ia juga harus berani untuk terus berjuang akan cinta kalau benar-benar ia mencintai Irma.
Dan, betapa bahagianya Rika saat mendengar pernyataan pacar anaknya.
“Aku mencintainya lebih dari yang dibayangkannya bu. Aku sangat mencintainya,” katanya tegas.
Rika sampai meneteskan air mata melihat ketulusan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar