MAAF,
AKU MENCINTAI ORANG LAIN
“Hati
tidak bisa dibagi”
Inginnya hari-hari
dilalui seperti biasanya, mengenduskan nafas ringan tanpa beban. Melihat langit
cerah karena sang surya menyerbukkan sinarnya ke mana-mana. Ombak di laut pun
pasti bisa berkejaran dengan romantis, lantas
kenapa aku tidak bisa romantis dengan Sing? Bukan kesalahannya kalau dia
mencintaiku? Penyalahan diri muncul sambil menyusuri jalan menuju kampus
dengan langkah berat.
Ketika
aku pusing pasti kumanjakan diri dengan menyeruput es susu pink. Kulihat jam
melingkar di lenganku, masih pukul sembilan lewat tujuh belas, masih ada banyak
waktu sebelum masuk pukul sembilan. Kuayunkan kaki menuju kantin.
“Aku
beli susu pinknya,” ucapku sambil membuka-buka novel yang sedari tadi dibawa
tangan kiriku, tanpa kuperhatikan ada pemuda di sampingku.
“Ini
minumannya,” kata Ayu, penjaga kantin menyodorkan es susu pink itu yang sudah
dikemas dengan gelas plastik, di atasnya muncul pipet yang senada dengan warna minumannya
siap dicemot.
Aku
terperangah, hendak mengambil minuman itu. Sayangnya, Ayu buru-buru mengatakan
bahwa minuman itu bukan untukku, melainkan pemuda yang sedari tadi juga
menunggu pesanannya.
Mata
kami saling bertautan. Aku menatapnya teduh, sementara dia langsung membuang
wajah. Ah, kenapa begitu sakit di saat
Sing mengabaikanku. Batinku.
“Maaf
mba’, aku tidak jadi pesan. Minuman ini untuknya saja,” katanya, kemudian pergi
meninggalkanku dalam tekanan batin.
***
Di perpustakaan
Fakultas Tekhnik hampir semua sudut disesaki mahasiswa baru. Mengerjakan
makalah-makalah yang baru saja diberikan beberapa dosen sebagai tugas pertama.
May, sangat menyukai suasana seperti itu. Bukan hanya karena kewajiban sebagai
mahasiswa ataupun bisa bersama dengan teman-teman, melainkan ia bisa melihat
dan bersama Sing lebih lama. Ya, dia menyukai Sing diam-diam.
Yuni
dan Pina tahu tentang perasaan sahabatnya itu. Bahkan May mendapatkan
kepercayaan diri mereka bahwa di jaman sekarang, di 2018, bukan hanya laki-laki
saja yang bisa menyatakan perasaannya melainkan juga perempuan. Di sudut lain,
Muhdar yang juga masih menyukai May diam-diam merasa sakit, melihat gadis yang
dicintai selalu memperhatikan pemuda tak lain adalah sahabatnya.
May
bergerak menuju rak-rak buku, ingin memerhartikan Sing di antara
jejeran-jejeran buku tanpa tahu bahwa di antara lemari rak buku itu rapuh dan
naas nyaris saja tumbang ke tubuhnya. Untung ada Muhdar yang menolong, hanya
saja keduanya jatuh tersungkur ke lantai, sampai kaki kiri May keseleo. Sing,
Pina, Yuni segera membawanya ke ruang kesehatan kampus.
***
Sing meletakkan esbatu
yang sudah diselimuti plasti tebal dan kain di kaki May. Pina dan Yuni
meninggalkan keduanya, karena tahu pasti sahabatnya itu menginginkannya untuk
menyatakan cinta.
Awalnya,
hanya mengucapkan terima kasih, pun Sing mengatakan “Tidak seharusnya kamu
mengatakan terima kasih kepadaku, melainkan kepada M yang sudah menolongmu.”
Gadis
itu mengangguk.
Detik
berikutnya, jantungnya sungguh berdegup kencang. Hanya saja kesempatan seperti
ini tidak akan datang dua kali. Dengan berani dan mantap ia menyatakan cinta
pada pemuda bermata teduh itu.
“Maaf,
aku sudah mencintai orang lain May. Maaf sekali lagi,” jawab Sing yang
membuatnya pergi dari ruangan itu.
Sing
tidak ingin mengejar, karena tahu ia butuh ketenangan tanpa melihatnya
sementara waktu.
May
terkejut ketika di depan pintu sudah ada M yang melihatnya teduh. May ingin
memeluk pemuda itu, namun tertahan. Ah…. Begitu
sakit. Batinnya.
SPECIAL
Muhdar dan May duduk
berdamping di bawah pohon besar, tepat di depan pintu masuk asrama Raya
Universitas Bina Bangsa. Keduanya berdiam, hanya saja M membiarkan gadis itu
menangis tanpa suara. Detik berikutnya, ia menyodorkan sapu tangan.
“Makasih,”
kata May mengambil sapu tangan itu.
Dan,
pikirannya seakan tersadar. Selalu ada M di sampingnya selama ini, pemuda
pendiam yang selalu memperhatikannya.
“Apakah
kamu menyukaiku M?” dan membuatnya langung bertanya.
Pemuda
itu tersenyum dan mengangguk pelan.
“Terima
kasih. Tapi, aku…..”
Dan
sebelum May melanjutkan pembicaraannya, M langsung memotong, “Aku siap
menunggu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar