post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Jumat, 28 Juni 2019

Gelang (16)


KETUA HAZER DAN PEKERJA KANTORAN
“Waktu yang merentangkan jarak, waktu juga yang memisahkan.”

Aku dan dia menatap mahasiswa-mahasiswa baru tahun 2018 yang sedang mengikuti materi pertama tentang tata tertib kampus. Kami bukan hanya sekedar memandang, melainkan merasakan kembali kejadian dua tahun lalu. Ketika aku masih menjadi ketua hazer dan dia menjadi mahasiswa barunya. Sekarang waktu bergulir, aku sudah memakai baju kantoran dengan hijab tetap di kepala. Dia memakai almamater jurusan tekhnik, berwarna merah cerah dan id card yang mengalun di lehernya tertulis, Ketua Hazer. Ya, Sing mengikuti jejakku.

Dan, kisah asmara kami sudah berjalan dua tahun lamanya. Aku sangat bersyukur berada di sisinya. Kutahu, dia bukan hanya juniorku ketika masih di kampus dulu. Bukan hanya kekasih yang mencintai, tetapi dia penjaga hati yang tulus. Umurkupun lebih di atas dbanding dirinya, meskipun terjadang kekanank-kanakanku muncul. Tetapi dia juga sering meminta nasehat dariku, entah itu tentang pembelajaran sebagai senior yang sudah sarjana maupun tentang bagaimana menjadi ketua hazer yang baik. Saat itulah, kedewasaanku harus keluar.
“Apa kakak masih ingat, bagaimana saat kakak mengujiku menjadi ketua hazer. Waktu itu enam bulan lagi kakak akan wisudah?” matanya menyipit dan tawa ringan terluar.
Ah, teringat lagi. Itu lucu tetapi sedikit memalukan. Dia tidak pernah ragu mengatakan kisah cinta dan bagaimana romantisnya hubungan kami kepada yang lain. Padahal niatku menguji mentalnya, justru seperti saat dia kuanggap sebagai pemberontak.
“Apa yang kamu lakukan jika aku tidak memberikan gelang gear ini kepadaku?” ucapnya kepadaku, persis apa yang kukatakan dulu.
“Aku akan mengambilnya darimu,” ucapku dengan menyiratkan niat licik. Kupandangi Nini yang menggelengkan kepala.
“Kamu pikir segampang itu mengambilnya dariku?”
Aku tersenyum licik, “Aku tinggal menjadikanmu sebagai pacar dan pasti kamu akan memberikan itu kepadaku.”
Bukannya sinis seperti aku waktu. Dia malah melangkah maju dan jarak antara kami hanya dua meter.
“Okay. Aku siap menjadikanmu pacar, karena aku memang mencintaimu,” katanya ringah.
Ah,,,,,, Pipiku memerah.
“Dan, sebagai kita pacaran, suapi aku makan siang sekarang juga,” sambil meyodorkan sepiring yang sebelumnya dibawa M dari kantin.
Tentu saja aku malu dan mengatakan bahwa pengujiannya sudah lulus. Ia berhak menjad ketua hazer. Alasannya bukan dilihat dari kejadian memalukan itu saja, tetapi karena ujian hazer yang dilakukan selama kurang lebih dua minggu, di antara pendaftar. Sing lebih mumpuni daripada yang lain.
“Terima kasih kak,” tersenyum menang.
Aku membulatkan mata kepadanya. Ahhhhh….
Dan, sekarang aku mencubit lengannya. “Kamu benar-benar selalu berhasil membuatku malu.”
“Ya ampun, kan kenyataannya aku memang mencintai kakak.”
Aku mencubitnya lebih keras lagi. Karena percakapan kami terdengar oleh mahasiswa baru yang menoleh, hampir semuanya bahkan termasuk dekan yang menjadi pemateri. Aku buru-buru keluar auditorium setelah mencubitnya.
***
Pukul 7 pagi aku masih tertidur pulas. Sudah kebiasaanku kalau selesai sholat subuh, aku pasti tidur kembali. Padahal aku harus masuk kantor jam 7.30 pagi. Untung Sing datang membangun, dengan mengetuk pintu kosku keras-keras. Sebelum masuk kampus, setiap pagi dia selalu menyempatkan waktu untuk membangunkanku.
“Ia-ia, aku sudah bangun,” kataku setelah mendengarkan ketukan dan panggilanku.
Hampir dua puluh menit mempersiapkan diri di dalam kos, kemudian kudapati dia membaca buku dengan seksama. Pun segera ia mengantarku ke kantor.
***
Special
Setiap moment bersamanya adalah hal yang membahagiakan, betapa tidak dia selalu bisa membuatku tenang, damai dalam setiap keadaan. Selalu membuat menjadi gadis istimewa dalam paling beruntung dalam hidup. Seperti ketika hari jadian kami genap satu tahun. Tepat hari itu, aku juga ujian proposal. Dia dengan tenang menungguku di luar ruang ujian setelah kuliahnya selesai. Sebenarnya, dia ingin masuk tetapi kukatakan padanya aku gerogi kalau dia ada di sana.
Saat aku keluar dari ruangan itu, ia langsung memberikan bunga dan cokelat besar kesukaanku.
“Selemata ya sayang,” panggilan sayang untuk pertama kalinya, membuat aku kikuk.
 Kemudian, ia mengajakku nonton dan jalan-jalan. Ah, Lagi-lagi, membuat iri gadis lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar