KETUA
HAZER DAN PEKERJA KANTORAN
“Waktu
yang merentangkan jarak, waktu juga yang memisahkan.”
Aku dan dia menatap
mahasiswa-mahasiswa baru tahun 2018 yang sedang mengikuti materi pertama
tentang tata tertib kampus. Kami bukan hanya sekedar memandang, melainkan
merasakan kembali kejadian dua tahun lalu. Ketika aku masih menjadi ketua hazer
dan dia menjadi mahasiswa barunya. Sekarang waktu bergulir, aku sudah memakai
baju kantoran dengan hijab tetap di kepala. Dia memakai almamater jurusan
tekhnik, berwarna merah cerah dan id card
yang mengalun di lehernya tertulis, Ketua
Hazer. Ya, Sing mengikuti jejakku.
Dan,
kisah asmara kami sudah berjalan dua tahun lamanya. Aku sangat bersyukur berada
di sisinya. Kutahu, dia bukan hanya juniorku ketika masih di kampus dulu. Bukan
hanya kekasih yang mencintai, tetapi dia penjaga hati yang tulus. Umurkupun
lebih di atas dbanding dirinya, meskipun terjadang kekanank-kanakanku muncul.
Tetapi dia juga sering meminta nasehat dariku, entah itu tentang pembelajaran
sebagai senior yang sudah sarjana maupun tentang bagaimana menjadi ketua hazer
yang baik. Saat itulah, kedewasaanku harus keluar.
“Apa
kakak masih ingat, bagaimana saat kakak mengujiku menjadi ketua hazer. Waktu
itu enam bulan lagi kakak akan wisudah?” matanya menyipit dan tawa ringan
terluar.
Ah, teringat lagi. Itu
lucu tetapi sedikit memalukan. Dia tidak pernah ragu mengatakan kisah cinta dan
bagaimana romantisnya hubungan kami kepada yang lain. Padahal niatku menguji
mentalnya, justru seperti saat dia kuanggap sebagai pemberontak.
“Apa
yang kamu lakukan jika aku tidak memberikan gelang gear ini kepadaku?” ucapnya
kepadaku, persis apa yang kukatakan dulu.
“Aku
akan mengambilnya darimu,” ucapku dengan menyiratkan niat licik. Kupandangi
Nini yang menggelengkan kepala.
“Kamu
pikir segampang itu mengambilnya dariku?”
Aku
tersenyum licik, “Aku tinggal menjadikanmu sebagai pacar dan pasti kamu akan
memberikan itu kepadaku.”
Bukannya
sinis seperti aku waktu. Dia malah melangkah maju dan jarak antara kami hanya
dua meter.
“Okay.
Aku siap menjadikanmu pacar, karena aku memang mencintaimu,” katanya ringah.
Ah,,,,,, Pipiku
memerah.
“Dan,
sebagai kita pacaran, suapi aku makan siang sekarang juga,” sambil meyodorkan
sepiring yang sebelumnya dibawa M dari kantin.
Tentu
saja aku malu dan mengatakan bahwa pengujiannya sudah lulus. Ia berhak menjad
ketua hazer. Alasannya bukan dilihat dari kejadian memalukan itu saja, tetapi
karena ujian hazer yang dilakukan selama kurang lebih dua minggu, di antara
pendaftar. Sing lebih mumpuni daripada yang lain.
“Terima
kasih kak,” tersenyum menang.
Aku
membulatkan mata kepadanya. Ahhhhh….
Dan,
sekarang aku mencubit lengannya. “Kamu benar-benar selalu berhasil membuatku
malu.”
“Ya
ampun, kan kenyataannya aku memang mencintai kakak.”
Aku
mencubitnya lebih keras lagi. Karena percakapan kami terdengar oleh mahasiswa
baru yang menoleh, hampir semuanya bahkan termasuk dekan yang menjadi pemateri.
Aku buru-buru keluar auditorium setelah mencubitnya.
***
Pukul 7 pagi aku masih
tertidur pulas. Sudah kebiasaanku kalau selesai sholat subuh, aku pasti tidur
kembali. Padahal aku harus masuk kantor jam 7.30 pagi. Untung Sing datang
membangun, dengan mengetuk pintu kosku keras-keras. Sebelum masuk kampus, setiap
pagi dia selalu menyempatkan waktu untuk membangunkanku.
“Ia-ia,
aku sudah bangun,” kataku setelah mendengarkan ketukan dan panggilanku.
Hampir
dua puluh menit mempersiapkan diri di dalam kos, kemudian kudapati dia membaca
buku dengan seksama. Pun segera ia mengantarku ke kantor.
***
Special
Setiap moment
bersamanya adalah hal yang membahagiakan, betapa tidak dia selalu bisa
membuatku tenang, damai dalam setiap keadaan. Selalu membuat menjadi gadis
istimewa dalam paling beruntung dalam hidup. Seperti ketika hari jadian kami
genap satu tahun. Tepat hari itu, aku juga ujian proposal. Dia dengan tenang
menungguku di luar ruang ujian setelah kuliahnya selesai. Sebenarnya, dia ingin
masuk tetapi kukatakan padanya aku gerogi kalau dia ada di sana.
Saat
aku keluar dari ruangan itu, ia langsung memberikan bunga dan cokelat besar
kesukaanku.
“Selemata
ya sayang,” panggilan sayang untuk pertama kalinya, membuat aku kikuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar