post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Kamis, 04 Juli 2019

Gelang (20)


TIDURLAH DI BAHUKU
“Aku ingin terus menjagamu”

Setelah kegiatan ospek di luar kampus selesai, Sing memintaku untuk mengizinkannya melihat-lihat proses kerja karyawan di kantorku.
Tentu saja butuh pertimbangan. Aku tidak mau ada keanehan muncul di antara kami berdua sampai membuat teman-teman seprofesiku tahu aku memiliki hubungan dengan junior. Bukan malu, tetapi aku belum siap orang-orang tahu statusku. Entahlah, perasaan macam ini.

Jeni, salah satu teman kantor yang paling akrab pun menjadi orang yang menemaniku berbicara kepada atasan, hingga Sing bisa masuk ke dalam pabrik kantorku. Bahkan Jeni sampai menjemput kami di kosku. Sangat jelas di wajah Jeni ada pertanyaan tentang hubunganku dengan Sing, hanya saja aku tidak menanggapinya. Kalaupun ia bertanya, maka akan kujawab jujur tetapi akan kuminta ia tidak memberi tahu siapapun.
Jeni melangkah duluan masuk ke dalam pabrik, kebetulan ada juga beberapa data yang harus diurus. Ia mengandalkan aku menemani kekasihku itu. Hhmmmm. Aku sangat senang, namun sekali lagi kuperingatkan Sing agar tak menunjukkan bahwa kami adalah sepasang kami. Wajahnya yang tenang, saat itu mengambil helm yang biasa dipakai karyawan saat masuk ke dalam pabrik. Pemuda itu celingak-celingkuk. Tidak ada orang yang memerhatikan, langsung saja memasangkannya dengan lembut di kepalaku. Awalnya, aku menolak, keteduhan mata dan ketulusannya membuatku luluh. Hanya untuk kali ini Tidak lama terdengar suara Jeni memanggilku dan Sing. Segera saja kami menghentikan aktivitas saling melempar senyum dan langsung menuju seniorku itu.
Sekitar delapan jam lamanya kami di dalam pabrik sampai memutuskan sampai memutuskan untuk kembali pulang. Jeni berniat ingin mengantar kami, segera kukutakan tidak perlu. Kami tidak ingin terus merepotkannya.
“Tidak merepotkan sama sekali koq. Justru aku senang bertemu Sing dan membantunya,” katanya lembut dan entah kenapa dadaku terusik.
Singto tahu apa yang harus dilakukan. Ia juga menolak diantar lagi oleh Jeni. Kami akhirnya berpisah di parkiran. Di sepanjang perjalanan, aku tidak berhenti bersorak dalam hati.
***
“Perkenalkan ini karyawan yang akan magang di kantor kita selama empat bulan. Sing dari Universitas Bina Bangsa,” jelas Merry yang masuk di tengah-tengah rapat bagian pembelian Perusahaan Royal.
“Bukankah itu Sing, juniormu yang kita bantu beberapa hari yang lalu?” Tanya Jeni di telingaku.
Sementara sibuk memperkenalkan diri.  Aku tidak berani menatap matanya. Juga tidak menjabab pertanyaan Jeni yang duduk di sampingku, membalas sunggingan menawan dari Sing.
Ada kekecewaan menyerebak di hatiku dan pada sikapku akhirnya. Bagaimana mungkin aku tidak kecewa? Harusnya Sing mengatakan dulu sebelum ia magang di kantorku. Padahal aku pernah bertanya perihal tersebut, ia hanya menanggapinya dengan senyuman. Dan, di saat shockku belum juga hilang, Sing ternyata juga tinggal di samping kosku.
Aku tercengang melihatnya. Ia mencoba menjelaskan, namun aku buru-buru masuk ke dalam tempat tinggalku yang tidak terlalu besar itu dan membiarkannya bingung.
Aku harap dia belajar bagaimana ia harus terbuka kepada pasangannya. Aku harap ia bisa belajar untuk tidak menyembunyikan apapun dari orang yang dicintainya. Karena keterbukaan satu sama lain sangat dibutuhkan? Meskipun dirinya sendiri, merasa belum melakukan. Tetapi dalam hal ini, Sing adalah lelaki.
“Aku meminta maaf kak. Aku tahu aku salah, tetapi aku mohon ijinkan aku bicara denganmu,” kata Sing dibalik pintu.
***
Special
Setelah Jeni meninggalkan aku dan Sing di parkiran. Aku berjalan berisian dengan pemuda pemilik hatiku itu dengan perasaan dag-dig-dug. Perasaan bahagia selalu muncul ketika berada di sampingnya.
Pun meskipun begitu, aku tetap memintanya untuk pulang langsung ke asramanya. Tidak usah mengantarku, karena arah kami berbeda.
“Aku mohon kak, ijinkan aku bersama kak Kit dulu,” Sing memelas.
Aku bernafas pasrah.
Aku dudul berdampingnya dengannya di dalam mobil, sementara pak sopir taxi fokus pada lajunya kendaraan. Di awa perjalanan, kami berbicara ringan tentang kantor, sampai aku tak sadar tertidur lagi di bahunya sepanjang perjalanan. Setelah sampai di kosku baru aku terbangun dan meminta maaf. Sing hanya tersenyum bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar